[KOMPAS.com] ANIMASI JEPANG -- Di Tapal Batas Imajinasi...

...Meliputi pembahasan dari sudut pandang teori psikoanalisis Freud terhadap psikologi tokoh-tokohnya, semiotika berbagai simbol keagamaan yang bertebaran di sepanjang film, hingga analisis filsafat eksistensialisme Sartre, Kierkegaard, Heidegger, hingga Hegel untuk menangkap pesan dari film itu secara keseluruhan.



www.filmstarts.de/Kompas Images
Robot raksasa Evangelion Unit One beraksi dalam film animasi Evangelion 1.0: You Are (Not) Alone.

Link Kompas Cetak

Minggu, 23 November 2008 | 03:00 WIB

Oleh DAHONO FITRIANTO

Sesosok monster berbentuk kristal biru menyerang Jepang. Tak ada senjata konvensional manusia yang bisa menembus perisainya. Harapan terletak pada sepucuk meriam positron eksperimental. Masalahnya, dibutuhkan energi listrik dari seluruh Jepang untuk mengaktifkan meriam itu.

Maka, setelah seluruh Jepang gelap gulita pada tengah malam, meriam itu ditembakkan oleh robot raksasa Evangelion Unit One tepat ke jantung monster. Namun, tembakan itu meleset, membuat monster yang melayang di atas kota Tokyo-3 itu membalas dengan sebuah tembakan laser yang merobohkan sebuah gunung.

Jika Anda susah membayangkan rentetan peristiwa itu, tontonlah Evangelion 1.0: You Are (Not) Alone (2007). Film animasi karya penulis dan sutradara Hideaki Anno menjadi satu dari dua film animasi yang diputar di ajang Indonesia International Fantastic Film Festival (iNAFFF) 2008 yang berlangsung di Jakarta, 14-23 November.

Detail imajinasi

Dalam film pertama dari sebuah tetralogi ini, penonton diajak berpetualang ke dalam detail imajinasi yang hampir tak terbayangkan sebelumnya. Tokyo-3 digambarkan sebagai kota yang bisa berubah bentuk.

Saat damai, kota itu seperti kota-kota besar lain di dunia, penuh dengan pencakar langit, sekolah, apartemen, dan kabel listrik centang perenang di atas jalan raya.

Namun, saat Angel (monster- monster itu bernama Angel alias Malaikat) datang menyerang, seluruh bangunan konvensional tersebut ”terisap” masuk ke bawah tanah dan digantikan sebuah benteng raksasa dengan senjata lengkap.

Meski sebagian besar digarap dengan teknik animasi biasa (gambar tangan), Evangelion 1.0 menghadirkan detail kota dan perang masa depan dengan presisi dan finishing yang tuntas.

Dan, jangan samakan film peraih penghargaan film animasi terbaik dan sutradara terbaik dalam Tokyo International Anime Fair 2008 ini sebagai film robot untuk anak-anak lain, seperti Voltus V, GodSigma, atau Transformers.

Filosofi

Di balik gegap gempita pertempuran antarrobot yang menghancurkan kota dan gunung, Evangelion 1.0 membawa cerita tentang penderitaan psikologis, filosofi kehidupan, hingga misteri evolusi manusia.

Di Wikipedia, penjabaran tentang film, yang diangkat dari sebuah serial televisi sukses sekaligus kontroversial di Jepang, itu meliputi pembahasan dari sudut pandang teori psikoanalisis Freud terhadap psikologi tokoh-tokohnya, semiotika berbagai simbol keagamaan yang bertebaran di sepanjang film, hingga analisis filsafat eksistensialisme Sartre, Kierkegaard, Heidegger, hingga Hegel untuk menangkap pesan dari film itu secara keseluruhan.

Kejutan dongeng

Film animasi kedua yang tampil di iNAFFF 2008 adalah Tales from The Earthsea produksi Studio Ghibli tahun 2006. Studio Ghibli adalah rumah produksi milik sutradara Hayao Miyazaki, yang menelurkan film anime pemenang Oscar 2002, Spirited Away, dan dinominasikan lagi tahun 2006 untuk film Howl’s Moving Castle.

Seperti film-film produksi Ghibli sebelumnya, Tales from The Earthsea membawa penonton ke dunia fantasi, tempat manusia hidup bersama naga, ruh, dan penyihir.

Film, yang disutradarai anak Hayao, Goro Miyazaki, ini mengangkat cerita dari serial novel karya penulis Amerika, Ursula K LeGuin. Dikisahkan bahwa pada masa lalu manusia dan naga hidup berdampingan.

Sampai suatu ketika, mereka harus membuat pilihan hidup masing-masing. Manusia memilih hasrat memiliki dan menguasai sehingga mendapatkan bumi dan laut. Sementara naga memilih kemerdekaan sehingga ia mendapatkan anugerah angin dan api. Itu sebabnya ia bebas terbang di angkasa.

Sejak saat itu, manusia dan naga hidup di dunia masing-masing. Sampai suatu hari, seorang penyihir jahat merusak keseimbangan ini dan membuat kehidupan manusia dan naga terancam.

Khas sebuah dongeng, Tales from The Earthsea menampilkan kejutan-kejutan imajinatif di dalamnya, seperti seorang anak kecil yang ternyata adalah jelmaan seekor naga dan setiap ruh makhluk hidup memiliki nama asli (true name), yang dengan menguasai itu seseorang bisa memiliki kekuatan tanpa batas.

Seperti film-film karya ayahnya, Goro menghadirkan dunia fantasi itu dalam bentuk lanskap tempat-tempat di Eropa (lengkap dengan benteng dan kastilnya) dengan tokoh-tokoh orang Eropa (berkulit putih, berambut pirang) dengan tradisi masyarakat Jepang (membungkuk ketika bertemu orang lain).

Eksplorasi

Eksplorasi imajinasi, yang kadang begitu liar dan melampaui batas khayalan orang kebanyakan, membuat film animasi Jepang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan karya-karya serupa dari negara lain.

Bahkan, dalam film kartun sesederhana Doraemon pun penonton diajak bertamasya ke dunia imajinasi yang tak terduga.

Selain ide dan jalan cerita yang imajinatif, film-film animasi Jepang makin diuntungkan dengan kemajuan teknologi computer generated image (CGI). Film-film animasi CGI semacam Final Fantasy VII: Advent Children (2005, sutradara Tetsuya Nomura) dan Appleseed (2004) serta sekuelnya, Appleseed Ex-Machina (2007, Shinji Aramaki) menggabungkan semua keunggulan itu sehingga sulit dicari tandingannya, bahkan dari pusat industri film Hollywood.

Di samping kekuatan imajinasi dan teknologi, personalitas menjadi kata kunci keberhasilan film-film tersebut.

Karakterisasi tokoh, dramatisasi plot, hingga pemilihan sudut gambar dan durasi setiap adegan, menunjukkan energi personal yang ingin disampaikan sang sutradara.

Bahkan, aspek psikologis karakter dan cerita di Evangelion disebut-sebut dilatarbelakangi penyakit yang pernah diderita penciptanya, Hideaki Anno. Seperti diakui sendiri oleh Hideaki Anno dalam wawancara dengan majalah Protoculture Addicts, ”Evangelion adalah hidupku dan aku sudah memasukkan segala yang kutahu dalam karya ini. Ini adalah seluruh hidupku. Bahkan hidup itu sendiri buatku.”[]