Minggu, cuma satu kegiatan yang bisa dilaksanakan...

AHAD (13/7). RENCANANYA, hari ini ada tiga—empat malah—agenda acara yang mesti kupilih untuk bisa kujalani. Pertama adalah survey kegiatan outing Sunday’s School ke sebuah konservasi alam di bilangan selatan Jakarta. Agenda pertama ini berhasil kujalani dengan baik. Yang tiga lagi enggak bisa kupenuhi dengan baik. Biasa, mobilitasku lagi menurun karena masalah transportasi. Yaa, jika aku ada uang ongkos yang cukup, tentu aku bisa menghadiri itu semua.

Tiga acara yang kumaksud adalah, yang pertama, menghadiri walimatul urs-nya Lutful Manan di di Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Bogor. Tapi, dengan kehadiran Mama, cukuplah mewakili ketidakhadiranku di sana. Lutful atau Ipung adalah sepupu jauhku, karena ibundanya sepupu ibundaku. Neneknya dia—Nenek Awa—adalah adik dari Kakekku, Alm. Muhammad “Iyas” Ilyas. O iya, Bibi “Engkom” Komariah juga hadir. Itu tuh, ibundanya Dudi Abdullah.

Sementara itu, dalam ketidakhadiranku pada acara syukuran atas kelahiran putranya Anick H.T. di Pamulang, Ciputat, sudah bisa terwakili oleh Firdaus.

Lain halnya dengan yang ketiga. Acara yang dimaksud adalah pertemuan terbatas DETIK Network atau Jaringan Dinamika Entitas Tauhid Islam Kontemporer yang baru aja kebentuk di Kebon Raya Bogor seminggu lalu. Ini batal dan diundur kemudian sambil mencari waktu yang tepat, mengingat kesibukan rekan-rekan selama Juli ini dari waktu ke waktu.

Rencananya, rancangan acara ini akan membincangkan tema-tema kajian ilmiah yang akan dilangsungkan pada Agustus minggu kedua mendatang. Yaa, kajiannya nggak bakal melulu ke masalah filsafat dan sospol sih emang. Kayaknya mengenai SKB, atau update situasi kampus-kampus secara umum sekarang-sekarang ini, atau dan lain-lain gitu deh![]


SURVEY menuju daerah konservasi bantaran Kali Pesanggerahan adalah tempat favorit kami dalam kegiatan outing Sunday’s School Mesjid Al-Hidayah pada penutupan semester genap tahun ini. Ahh, tadinya sih kita pengen ‘nuju yang di Marunda sana: Kawasan mangroove atau bakau di bagian utara Jakarta—hwihihi…

Handy Pranowo sebagai ketua. Nazmi “Pipit” Laila Tsurayya adalah sekretarisnya. Umm, o iya yang lainnya ada: Omar “Omi” Buditobias, “Ika” Mubarika, teh “Eni” Nuraini, Rohidatul “Iroh” Aini, Rani “Aya” Soraya, Ridhuwan “Iwan” Abdul Malik, Zafar Ahmad Mustafa, Naila Kausar, serta pasukan kecil yang terdiri dari Bilal, Putri dan Abi.

Tempatnya rindang banget. Sejuk. Tapi kenapa ya, apa karena akunya yang lagi tidak sehat, selama di sana, kepalaku sakit berdenyat-denyut. Hyuhuhu…sakiit. Masuk angin kayaknya. Well, saat itu membuatku jadi kagak konsern. Sumpah. (Sigh!)

Selesai survey, kami jalan kaki menuju rumah Nenek Ngéngét—neneknya Bilal, yaa…neneknya Omi juga sih, karena mereka sepupu-an, ayah mereka (Om Ismail dan Om Erwin) adik-kakak. Sedangkan Om Jusuf sendiri adalah adik Om Erwin dan kakak Om Ismail. Di rumah itu, kami dijamu hidangan makan siang. Hmm, slurupp! Mak ‘nyoss![]


MASIH pada hari Ahad (13/7). Selama perjalanan ke survey, aku membawa koran Kompas Minggu. Pada artikel foto di Kompas halaman 16-nya, ada gambar-gambar yang diambil dari kota Samarkand, Uzbekistan. Melihat Uzbekistan sebagai bagian dari Jalur Sutera (Silk Road) yang merupakan pertemuan tiga akar budaya dunia Arya, Semit dan Mongolid berupa peradaban Persia, Hindustan, China, Islam dan Eropa tersebut, maka ada hasrat besar dalam hati, ingin rasanya aku berziarah ke kota leluhur Sang Pendiri Jemaat Ahmadiyah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tersebut.[]