DIRIKAN Salat dengan Penuh Dedikasi dan Kedawaman Sebagai Sarana Pensucian Hati

SARIPATI/Kutipan Khotbah Jumat Imam Jemaat Muslim Ahmadiyah Sedunia Sayyidina Hadhrat Amirul Mukminin Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih V atba. di Mesjid Baitul Futuh London Tanggal 15 Februari 2008 (8 Shaffar 1429)

SETELAH mengucapkan tasyahud, taawud serta tilawat Alquran Karim Surah Al-Fâtiĥah (QS 1:1-7) dan QS [Fâthir] 35:19, Hudhur atba. bersabda bahwa topik khutbah kali ini masih berhubungan dengan khotbah sebelumnya tentang mendirikan salat sebagai sarana mensucikan hati.

Alquran telah menekankan tentang pentingnya salat khususnya pada QS Al-Baqarah, bahkan sebelumnya dalam QS 1:5 yang merupakan doa, bahwa semoga Allah swt. memberi taufik dan kemampuan kepada kita untuk salat. Semoga, Allah swt. senantiasa memberikan kemampuan kepada kita dapat terus berdoa dan salat. Semoga mampu memenuhi janji yang sudah kita buat sebagai Muslim dan mampu memenuhi tujuan penciptaan manusia sebagai ibadah.

Menurut Hadhrat Nabi Besar Muhammad-mustafa Rasulullah saw. bersabda bahwa salat adalah tiang iman. Dengan kokohnya tiang-tiang agama ini, maka sangat penting agar jangan terjadi keretakan pada struktur keimanan kita. Inilah poin yang Hudhur atba. tekankan kepada kita. Sesungguhnya mendirikan salat adalah sesuatu yang tidak boleh kita abaikan.

Kini, kita sudah dan sedang mendekat pada seabad khilafat yang dipenuhi rasa syukur kepada Allah swt.. Kita pun akan merayakannya. Allah swt. memberikannya janji-janji berkenaan Khilafat kepada orang-orang yang beriman yang menunaikan dan menaruh perhatian penuh atas institusi salat ini. Ini harus kita syukuri terkait besarnya karunia kebajikan dari Khilafat yang Allah swt. berikan kepada kita. Kita harus bisa memperoleh manfaat dan keberkahannya.

Hudhur atba. menerangkan betapa kita harus menganalisa dan memeriksa diri dalam menjaga salat-salat yang kita dirikan sebagaimana yang Allah swt. dan Hadhrat Rasulullah saw. telah standarkan dan ingin lihat dari kita.

Ayat QS 35:19 yang Hudhur atba. kutip menerangkan bahwa kita harus bersujud dan berserah diri kepada Allah swt. Tuhan semesta alam. Allah swt. membangunkan kita untuk mengerjakan salat sebagai sarana mensucikan diri atau tazkiyah nafs. Jangan sampai terdapat rasa malas.

Setiap orang akan pergi menghadap Allah swt. dengan segala amal perbuatannya. Amalan orang lain tidak akan bermanfaat bagi yang lainnya. Tidak ada orang yang memikul beban orang lain betapa pun dekatnya hubungan keluarga orang tersebut. Dengan meyakini Allah swt. Yang Menguasai Hari Pembalasan, kita harus selalu melihat kehidupan akhirat dan menghadirkannya dalam benak kita dan kepada-Nya kita akan kembali.

Orang-orang yang mendirikan salat adalah mereka yang benar-benar termasuk memiliki keimanan kepada hal-hal yang gaib. Standar kesalehan seseorang terletak pada jiwa yang memiliki rasa takut (baca: “cinta”) kepada Allah swt. yang gaib bilamana ia sedang berada jauh atau sedang sendirian. Setiap Ahmadi harus selalu mencamkannya dalam hati, tidak sekedar ucapan di mulut saja tentang keberimanan kita kepada Allah swt. maupun kepada Sang Pembawa Syariat Terakhir Hadhrat Rasulullah saw. dan khadim sejati beliau yang turun di akhir zaman Hadhrat Imam Mahdi-dan-Masih Mau’ud a.s..

Tatkala kecintaan yang semata-mata demi meraih rida Allah swt. ini bertambah besar, maka lingkup ketidaksenangan-Nya pun akan bertambah besar dan bertambah pula kewajiban kita yang lebih besar berhati-hati mendirikan salat lebih dawwam sebagaimana mestinya, tidak sekedar berbaiat begitu saja demi meraih pengampunan.

Di dalam salah hadis Hadhrat Rasulullah saw. menyebutkan tentang kesempurnaan dan kualitas salat. Disinggung pula mengenai salat sunah dan nafal sebagai penutup kelemahan yang terdapat dalam salat fardu. Bila seorang mukmin senantiasa mengerjakannya, maka ia dapat meraih tingginya kecintaan Allah swt. agar ia bersyukur kepada Allah swt. yang telah memberikan banyak karunia kebaikan kepada kita. terutamanya pada orang-orang Muslim Ahmadi, betapa banyaknya keberkahan-keberkahan dari Allah swt. ada di sana.

Mengutip Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Hudhur atba. bersabda bahwa sebagai anggota Jemaat, kita terikat dalam sebuah kekuatan. Kita selalu melihat manifestasi pertolongan dan kecintaan Allah swt.. Sebagai kewajiban bagi setiap Muslim, ia merupakan sarana pembuktian hal tersebut. Dengan salat berarti kita bersujud, berserah diri dengan perasaan, kesetiaan dan keteguhan kita di hadapan Allah swt., berdiri di hadapan Allah swt. dengan segala kerendahan hati yang serendah-rendahnya, memohonkan segala keperluan kita.

Seseorang yang selalu bergantung pada berbagai macam hal, kemudian ia menggantungkan diri sepenuhnya mencari rida Allah swt., ia akan selalu merasa bahwa kekuatan yang diberikan-Nya tidak dapat melakukan itu sama sekali tanpa rida tersebut. Dengan kondisi demikian, akan tercetus dalam jiwa kita sebagai berikut: Ya Allah, anugerahkanlah kekuatan ini kepada kami. Kami harus rida dengan Engkau dan Engkau pun akan rida dengan kami.

Bila kita memperoleh rida Allah swt., maka kita memiliki rasa takut kepada-Nya. Jika kita melewati kondisi ini, maka itulah kehakikian sebuah salat. Sedangkan seseorang ingin melarikan diri dari salat adalah tidak lebih dari seekor hewan, seseorang yang tidak bertanggung jawab dengan keimanannya. Sedangkan Allah swt. dalam QS [Al-Ma’ârij] 70:23-24, telah menyebutkan bahwa ketinggian akhlak orang-orang beriman sama sekali terbebas dari kelemahan-kelemahan dikarenakan manifestasi salat yang telah mereka dirikan.

Dengan kwalitas seorang mukmin yang mendirikan salat, menjadikannya berbeda dengan yang lain. Sehingga, segala urusan duniawi tidak menghalangi mereka dalam menunaikan salat. Salat harus diprioritaskan lebih tinggi dari urusan duniawi apa pun. Berkenaan kedawaman serta kecintaan tersebut, umat Islam menjadi saksi akan tingginya kedudukan salatnya yang ia dirikan.

Salat yang kita dirikan bakal rusak bila kita melalaikannya. Dan hal ini ditambah dengan—sebagaimana yang QS [Al-Mâ’ûn] 107:5-7 sampaikan, yaitu bahwa motif mendirikan salat hanya untuk riya atau ‘ingin dilihat’. Di dalamnya, ada keterpaksaan terhadap masyarakat yang ada di lingkungannya. Inilah kelemahan dan kekurangan yang tidak diperhatikan.

Kwalitas seseorang yang dawam mendirikan salat, standar akhlaknya harus tinggi dan suci. Ia harus waspada serta berusaha mengatasi kelemahannya agar tidak ada rasa malas. Kondisi yang telah QS [An-Nisâ`] 4:143 isyaratkan adalah, betapa salat yang disertai kemalasan dan kelemahlunglaian, merupakan kutukan. Karenanya, amat beruntunglah kita yang berada di antara Para Akhirin zaman ini, suatu zaman di mana Sang Nabi Agung Hadhrat Rasulullah saw. telah menubuwatkan suatu jemaah yang mempertautkan kita dengan zaman Awalin.

Oleh karenanya, betapa besar tanggung jawab kita agar jangan sampai lalai dalam salat-salat kita. Kita harus berusaha menghindari hal-hal yang telah Allah swt. peringatkan. Kita harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah swt. sehingga kita mendapatkan keberkahan-keberkahan ini.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa pensucian hati merupakan pekerjaan Allah swt. dan tak ada seorang pun yang dapat mensucikan yang lain. Untuk “menciptakan” orang yang saleh, maka Allah swt. telah menetapkan salat sebagai sarananya. Sarana tersebut merupakan hubungan dan kecintaan sejati kepada Allah swt. yang dapat dikaruniakan di mana orang akan mendapatkan taufik dan kemampuan untuk dapat mengikuti perintah Allah swt..

Salat bukan sekedar mengucapkannya dengan lidah, tetapi harus dengan perasaan penuh kegelisahan dan kekhawatiran disertai rasa lirih. Dengan hasrat hati sedemikian rupa, semoga Allah swt. memberikan kemampuan kepada kita untuk dapat mensucikan dan memperindah salat-salat kita, menghindarkan diri dari segala macam ketertarikan duniawi.

Jika ingin termasuk dalam orang-orang yang beruntung mendapatkan kedekatan dengan Allah Yang Maha Kuasa, maka kita harus berada di antara orang-orang yang mendirikan salat secara dawam dan yang mengerjakannya li`l-Lâhi ta’âlâ. Inilah yang membuat perbedaan antara kita dengan yang lain.

Sesungguhnya, menurut QS [Al-Mu`minûn] 23:2-3, orang-orang yang beriman adalah yang sukses dan berhasil dalam memperlihatkan komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam salat mereka. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. mengatakan bahwa dalam mendirikan salat maupun berzikir, harus disertai rasa gelisah serta rasa cinta kepada Allah swt. penuh kerendahan hati. Bila ini telah dikerjakan, maka segala keburukan dalam hati akan sirna. Kita akan dapat melihat baik malam maupun siang, seberkas nur yang turun ke dalam hati. Semua keburukan terhapus. Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa salat merupakan penawar keburukan-keburukan.

Perintah Allah swt. dalam QS [Thâ Hâ] 20:133 menekankan agar kita menaruh perhatian pada salat-salat kita, dan juga menasihatkan keluarga agar dawam mendirikannya karena manfaat salat untuk adalah untuk kita sendiri. Buahnya akan kita peroleh dalam kehidupan kini dan akhirat nanti, berhasil dan sukses, akan dibukakan pintu-pintunya rezeki dan segala keperluannya sedemikian rupa yang tidak disangka-sangka dan tidak diketahui.

Dalam Salat, ucapan bacaan atau kata-kata, ekspresi dan gerak tubuh, harus dikerjakan bersama-sama yang melukiskan situasi maupun kondisi fisik serta hati. Apa pun yang menjadi kehendak Allah, gambaran sebenarnya ada di dalam Salat. Di sini Hudhur atba. menguraikan rinci makna dan falsafah dari setiap gerakan salat.

Adalah hal mendasar bahwa hati harus berada dalam satu keadaan sedemikian rupa bahwa apa pun yang diucapkan lidah dan apa pun yang diindikasikan tubuh, maka hal tersebut harus direfleksikan dengan keadaan hati. Kepuasan dan penghayatan seseorang dalam mendirikan salat dapat diraih jika hal tersebut ditunaikan dengan dawam.

Ada nilai perjuangan pada setiap awal pekerjaan dan amal. tetapi kita jangan lelah dan putus asa. Kita harus terus dan senantiasa berdoa kepada Allah swt., hingga ada suatu saat ketika datang pertolongan Allah swt.. Di dalam Salat terdapat selawat dan salam, semuanya memperlihatkan Tanda Allah swt.. yang semuanya ditaruh bersama-sama di dalamnya. Melalui salat, orang akan dapat mengatasi kegelisahan, kekhawatiran dan permasalahannya. Ketika Hadhrat Rasulullah saw. menghadapi keadaan yang mengkhawatirkan, beliau selalu berdiri dalam salat.

Di penghujung khotbah, Hudhur atba. mengutip firman Allah swt. dalam QS [Ar-Ra’d] 13:29, bahwa salat adalah sarana agung yang benar-benar memberikan kepuasan dan ketenteraman penuh di dalam hati. Inilah standar yang harus kita raih.

Di samping itu, bukan saja kedawaman salat yang harus kita capai, tetapi setiap zarah tubuh dan jiwa kita harus senantiasa bersujud dan berserah diri kepada Allah swt.. Penunaian salat-salat yang kita dirikan ini harus tercurah dari hati yang membangkitkan rasa cinta kita kepada Allah swt..

Dengan demikian, inilah sebuah revolusi yang didatangkan untuk hati dan jiwa kita. Sehingga, Allah swt. rida kepada kita. Semoga hendaknya, Allah swt. menjadikannya demikian, dan memberi taufik sekaligus kemampuan kepada kita untuk dapat melihat perubahan dalam revolusi rohani kita. Amin.p (MTA/Alm. H. Syarief Ahmad Lubis Sahib/H. Pipip Sumantri Sahib/A. Shaheen Ali/LB)

Khotbah Jumat Hudhur atba. Tanggal 29 Februari 2008 >>> “Berbagai Serangan Terhadap Islam, Tuduhan-tuduhan Tidak Berdasar”



--
*istgfr+tsbh+slwt+wßlm*

“Don’t hate one another and don’t be jealous of one another, and don’t boycott one another and be servants of God as brethren.” --Muhammad saw.
“The whole worth of a kind deed is in the love that inspires it.” --Moses a.s. (The Talmud)
“Hatred doesn’t cease by hatred, but only by love; this is eternal rule.” --Budha a.s.
“Love your enemies!” --Jesus a.s.
“Love for All, Hatred for None!” --Mirza Nasir Ahmad r.h.
“To be loved, be lovable.” --Ovid