Isi Kegiatan selama Ramadan dengan Daras Alquran


IMAM Jemaat Islam Ahmadiyah sedunia Sayyidina Amirul Mukminin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih V atba. melanjutkan bahasan berkat-berkat bulan suci Ramadan dalam khotbah jumat beliau yang disiarkan langsung melalui satelit oleh Muslim Television Ahmadiyya (MTA) dari Mesjid Baitul Futuh Morden, Inggris, Jumat (21/9) minggu lalu.

Setelah mengucapkan tasyahud dan taawud, Hudhur atba. menilawatkan Alquran Surah pertama Al-Fâtihah (QS 1:1-7) dan Surah ke-2 Al-Baqarah ayat 185-186 berikut beberapa penjelasannya mengenai sakit dan perjalanan. Sabda beliau, puasa Ramadan merupakan bentuk kerja keras kerohanian, suatu usaha—dan hanya melalui aktifitas tersebut—seseorang mampu meningkatkan ketakwaan dan mencapai qurub (kedekatan) Ilahi.

Meski mereka yang sedang sakit ringan atau dalam keadaan perjalanan, mendapat pengecualian ketika puasa Ramadan. Akan tetapi, bila mereka mengharapkan ketakwaan berupa kemajuan rohani dan qurub Ilahi, maka mereka harus tetap berpuasa daripada tidak. Inilah tanda seseorang yang bertakwa.

Hudhur atba. bersabda bahwa sakit yang tidak disebabkan penyakit jangan sampai kita tidak berpuasa. Demikian pula pulang pergi karena mencari nafkah bukanlah termasuk dalam ‘perjalanan’ atau safar agat tidak berpuasa. Sedangkan pada orang-orang yang tinggal di tempat-tempat tertentu karena ekstrimnya cuaca, tidak ada pengecualian.

Tentu Allah swt. peduli terhadap para hamba yang mencari rida-Nya. Ini sebabnya mengapa orang sakit dan orang yang dalam perjalanan mendapat pengecualian. Sementara itu, bagi yang tidak memiliki kekuatan berpuasa, dapat menebusnya dengan membayar fidiyah. Orang-orang yang mengganti puasa dengan berpuasa di hari lain, dapat pula membayar fidiyah. Ini merupakan sebuah kebaikan dan hal penting bagi mereka agar berpuasa untuk waktu di kemudian hari.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan bahwa mereka yang terbebas dan yang membayar fidiyah adalah mereka yang sama sekali tidak bisa berpuasa pada hari-hari yang lain, seperti orang yang berusia lanjut namun asyiknya lemah dan ibu-ibu yang mengandung dan lain-lain. Tak ada jaminan untuk yang lain dengan mudahnya membayar fidiyah dan tidak berpuasa, seolah-olah tidak mampu.

Meski puasa telah ditentukan bagi peningkatan takwa, namun Islam sebagai agama yang selaras dengan kehidupan ini, diperkenankannyalah kelonggaran-kelongaran untuk situasi-situasi yang mucul secara alami. Karenanya, peningkatan takwa harus senantiasa menjadi tujuan. Sehingga, bila puasa tidak memungkinkan, maka seseorang harus memberi makan kepada orang miskin atau menebusnya dengan membayar fidiyah.

Sebagaimana hadis meriwayatkan tentang tercampakkannya salat seseorang yang tidak disertai niat baik, maka—sabda Hudhur atba.—sama halnya dengan tercampakkannya fidiyah seseorang yang diiringi dengan niat buruk.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa peruntukkan fidiyah adalah bagi orang tiada daya dan upaya untuk berpuasa. Beliau a.s. katakan bahwa sebuah agama yang tuna perangkat alat juang merupakan sebuah ketidakberdayaan. Ketika seseorang berusaha mencari jalan pintas keluar dengan berbagai alasan, berarti ia sudah berada di luar keimanannya. Hudhur atba. bersabda, tentunya, kita telah diberikan kelonggaran guna meninggalkan puasa pada saat-saat tertentu. Ini merupakan hal terbaik dalam mempergunakan situasi-situasi yang diizinkan.

Hudhur atba. menambahkan bahwa puasa tidaklah hanya membawa keberuntungan rohani, tapi bermanfaat pula secara fisik menurut sains atau ilmu pengetahuan.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa seseorang yang hatinya bersuka cita saat tibanya bulan suci Ramadan namun terhalang karena sakit, maka ia akan dianggap sebagai orang yang berpuasa di dalam jsurga. Dalam rangka mujahadahatau berjuang keras, seseorang harus senantiasa menghindari alasan-alasan dan dalih yang dibuat-buat. Tentunya, beliau a.s. menghubungkannya saat beliau berpuasa secara teratur selama enam bulan berturut-turut tanpa putus dan kemudian bertemu dengan para Nabi a.s. dalam kasyaf. Para Nabi a.s. itu menanyakan mengapa beliau a.s. menyusahkan diri dengan menerapkan kedisiplinan yang sangat ketat.

Hudhur atba. bersabda, Alquran Karim merupakan petunjuk sumber agung dan tidak ada di dalamnya tanpa tujuan baik. Di dalamnya meliputi arah menuju kemajuan rohani dan nilai-nilai moral. Tentunya, di dalamnya juga membawa aspek-aspek pengetahuan duniawi dan kenegaraan yang tak seorang pun 14 abad menyadarinya, dan kini mulai terbukti.

Hudhur atba. bersabda bahwa awal mula turunnya ayat-ayat pertama Alquran Surah ke-96 Al-
Alaq adalah pada bulan suci Ramadan. Wahyu ayat pertama menyatakan bahwa Pencipta alam semesta adalah Allah swt. dan tiada Tuhan selain Dia. Surah itu sendiri mengakhiri ayatnya dengan pesan-pesan agar kita senantiasa bersujud kepada-Nya sebagai sarana meraih qurub Ilahi.

Hudhur atba. bersabda, suatu ibadah yang mampu mempercantik ibadah lebih indah dan yang mampu mensucikan hati adalah berpuasa di bulan Ramadan. Bentuk ibadah ini, merupakan sebuah mujahadah dan terserah kepada Allah swt. sendiri yang memberikan ganjarannya.

Hudhur atba. bersabda, puasa adalah wajib sehingga orang-orang yang beriman jangan lalai dalam memahami hal ini. Ibadah puasa merupakan sarana perbaikan diri dalam menghindari diri dari keburukan. Sebenarnya, seorang yang beriman juga yang terdahulu banyak hal yang diizinkan—li'l-Lâhi Ta’âlâ—dan inilah alasannya Allah sendiri yang menjadi balasannya.

Alquran Karim merupakan petunjuk sepanjang masa dan sebagai kitab syariat terakhir. Seseorang yang berharap dan berniat baik mencari petunjuk ini akan mencari tanda-tanda menifestasi di dalamnya yang akan membedakan kebenaran dengan kesalahan. Tentunya, kita paling beruntung bahwa kita beriman kepada kitab Alquran. Perintah-perintahnya menyeluruh, terinci dengan dalil dan hujahnya. Di dalamnya terdapat kejujuran. Seseorang harus berusaha dan memenuhi setiap perintah-perintah-Nya, antara lain adalah berpuasa di bulan suci Ramadan guna kemajuan rohani, meraih qurub Ilahi, dan kemudian mengikatkan diri dengan cinta kasih dan sayang Allah swt..

Hudhur atba. bersabda, tidak hanya Alquran Karim mendakwakan diri sebagai petunjuk sempurna, tetapi melalui Ramadan setiap tahun, kita diingatkan bahwa petunjuk beberkat ini merupakan yang pertama di bulan ini. Kenyataan ini semakin jelas pada meningkatnya standar beribadah dan nilai-nilai moral maupun sosial selama Ramadan. Sehingga, seseorang dijauhkan sejauh mungkin dari keburukan dirinya sendiri.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa Ramadan memberikan nuansa ketinggian dan kecemerlangan hati melalui dibukanya pandangan-pandangan gaib atau kasyaf dan seseorang dapat menjumpai Tuhan-nya.

Hudhur atba. menyatakan bahwa selama Ramadan ini, didirikannya salat adalah untuk mensucikan hati, dan didirikan dengan penuh ketulusan tertinggi dan sepenuhnya tanpa pengaruh dari gangguan-gangguan apa pun, sadar penuh bahwa Allah swt. Mengawasi kita. Pensucian hati adalah berlekas mendirikan salat dan ini hanya dapat diraih oleh orang yang takut/cinta kepada Allah.

Hudhur atba. bersabda, suasana Ramadan dan ibadah salat menyempurnakan kesucian hati sehingga seseorang dapat terhindarkan diri dari Nafsu Amarah atau bawaan hati menuju keburukan. Karena, Ramadan adalah hari-hari di mana syaitan telah dibelenggu. Tentunya, upaya hati tulus kita selama Ramadan mampu mengangkat kita dari tingkat Nafsu Lawamah (keadaan hati yang selalu menyesali diri) menuju Nafsu Muthmainnah (jiwa yang tentram). Allah swt. menganugerahkan setiap orang sesuai dengan keadaan mereka.

Hudhur atba. bersabda bahwa setiap Ramadan pada masa hidup Hadhrat Rasulullah saw., malaikat Jibril selalu mengulangi dan memperdengarkan kembali ayat-ayat Alquran yang pernah diwahyukan. Di akhir-akhir hidup beliau saw. pada bulan Ramadan, pengulangan kembali ini terjadi dua kali. Dari hal tersebut, memberikan hikmah kepada kita bahwa selama Ramadan, kita harus selalu berusaha dan membaca Alquran. Jemaat harus mengatur bahwa selama Ramadan mesti mengadakan daras. Kita juga harus selalu berusaha dan mengimplementasikan perintah-perintah Alquran dalam kehidupan kita. Baru setelah itu, kita akan bisa memperoleh berkat-berkat kebaikan dari hal tersebut. Dan kita akan termasuk di antara orang-orang yang bersyukur.

Semoga Allah swt. memperkenankan kita menjadi penerima berkat-berkat Ramadan.[] (ALISLAM.ORG/ASH)

-------oooOooo-------