Ringkasan Khoṭbah ‘Īdul-Aḍḥā Imam Jama‘ah Muslim Aḥmadiyyah tanggal 31 Juli 2020: Menegakkan roh Pengorbanan yang hakiki

The Review of Religions; terbit: 31 Juli 2020; akses: 4 Agustus 2020, 09.58 WIB.
PERKIRAAN BACA NORMAL 13 MENIT

Gambar: Pemandangan nir-kemudi Masjid Mubarak.

TANGGAL 31 Juli 2020 menandai perayaan ‘Īdul-Aḍḥā sebagai ‘Hari Raya Pengorbanan.’

Usai mengimami ṣalāt ‘Īd, Imam Jama‘ah Muslim Aḥmadiyyah Sayyidinā Amīrul Mu’minīn Ḥaḍrat Khalīfatul-Masīḥ V Mirza Masroor Ahmad (Ḥuḍūr)–ayyadahul-Lāhu Ta‘āla binaṣrihil-‘azīz (atba.) menyampaikan khoṭbah ‘Īdul-Aḍḥā dari Masjid Mubarak Islamabad, Tilford, Britania Raya (UK).

Ringkasannya adalah sebagai berikut:

Setelah mengucapkan dua kalimah syahadat, ta‘awwudz, dan tilawat Al-Qur’ān Sūrah (QS) Al-Fātiḥah, Ḥuḍūr atba. bersabda tentang keteladanan abadi sebuah pengorbanan.

Hari ini kita merayakan ‘Īdul-Aḍḥā yang dikenal sebagai hari raya pengorbanan, sebagai pengingat keteladan pengorbanan yang diabadikan pada lebih dari empat ribu tahun yang lalu. Meskipun begitu banyak masa telah berlalu, orang-orang yang beriman tetap mempertahankan kenangan ini dan itu tidak berkurang. Namun, akan ada orang-orang yang merayakan ‘ Īd ini hanya sebagai sebuah perayaan yang mengorbankan hewan, hanya sebagai kesempatan kebahagiaan. Namun, seorang mu’min sejati mengingat semangat dan pentingnya pengorbanan itu dan mengingatnya sebagaimana harus diingat.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa mengenang kembali pengorbanan ayah dan anak ini membuat seorang mu’min sejati menjadi demikian emosionalnya. Ada rasa sakit tertentu di dunia yang akhirnya dilupakan dan mereka melanjutkan kehidupan. Tapi kejadian ini adalah salah satu yang diabadikan oleh Allāh swt. dalam Al-Qur’ān sehingga menjadikannya sebagai kenangan, dan sebuah standar akhirat; dan betapa mulianya sebuah keteladanan. Seorang lelaki yang mencapai usia hampir 90 tahun dan kemudian diberikan hanya seorang putera. Kemudian, dia menerima perintah dari Allāh swt. untuk mengorbankan putera satu-satunya. Betapa besar teladan pengorbanan dari Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. ini bahwa setelah mendengar perintah tersebut, beliau membaringkan puteranya dan siap untuk mengorbankannya.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa tidak hanya sang ayah, Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. menunjukkan ketaatan, tetapi puteranya, Ḥaḍrat Ismā‘īl a.s. juga menyatakan bahwa beliau siap menerima apa pun yang diperintahkan. “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau, in syā’ Allāh—engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar dalam keyakinanku. (QS 37–Aṣ-Ṣāffāt: 103)”

Jawaban ini menjadi tamsil bagi orang-orang yang beriman hingga Akhir Zaman, menjadi pelajaran bagi generasi muda, menunjukkan setingkat apa keimanan dan keyakinan seseorang kepada Allāh swt.. Siapa yang tidak tergerak dengan menyimak pelajaran seperti itu? Sebuah pelajaran dibuat untuk orang tua melalui seorang lelaki berusia 90 tahun, dan sebuah teladan diberikan kepada generasi muda oleh seorang anak belia.

Ḥuḍūr atba. kemudian bersabda, kita perhatikan bahwa Ibrāhīm a.s. sangat berhati halus bahwa kehalusan budinya tidak terbatas hanya pada sanak-saudara dan handai-taulan, tetapi diperluas bahkan kepada mereka yang merupakan para penentangnya. Al-Qur’ān menggambarkannya sebagai sosok berhati baik dan berhati lembut. Jadi, bayangkan hal tersebut merupakan karakter beliau a.s. maka tidakkah beliau memiliki perasaan terhadap puteranya, tidakkah beliau akan merasakan sakit? Akan tetapi, beliau a.s. siap untuk menunaikan pengorbanan ini semata-mata untuk meraih keriḍaan Allāh swt..

Al-Qur'an Karīm mengajari kita bahwa Ḥaḍrat Ismā‘īl a.s. juga siap untuk pengorbanan ini, menjadikannya suri teladan. Kenapa beliau a.s. mampu melakukan ini? Karena ma‘rifat hakiki tentang Allāh swt. telah tertanam didalam diri beliau, dan beliau menyadari bahwa pengorbanan marupakan jalan sejati menuju kesuksesan. Dengan demikian, hati kita luluh dan air mata kita meleleh. Tetapi, meskipun demikian, perasaan yang sama itu mungkin tidak pernah muncul di hati kita sebagaimana muncul di hati Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. dahulu. Beliau a.s. berpikir bahwa beliau berkesempatan untuk menjadi lebih dekat dengan Allāh swt. dan meraih cinta-Nya. Ini bukan sebatas pemikiran, siapa pun yang paham sejarah, siapa pun yang telah mengkaji Al-Qur’ān Karīm, dan siapa pun yang berṣalāwāt, mengerti bahwa beliau a.s. bertindak atas pemikiran ini.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. tidak berpikir bahwa beliau sedang melakukan tindakan besar atau melakukan kebaikan apa pun, tetapi beliau memahaminya sebagai suatu kehormatan besar dan hak istimewa bahwa beliau telah dipilih dan diberi kesempatan guna mempersembahkan pengorbanan seperti itu dan meraih kedekatan Allāh swt.. Dengan demikian, tidak ada pengorbanan sebanding yang dapat kita sajikan.

Namun, menghadirkan pengorbanan terkecil sekalipun dapat merupakan hasil dari berkah yang luar biasa. Para muslim Ahmadi di seluruh dunia telah membuktikan hal ini. Begitu banyak Ahmadi menyampaikan tentang pengorbanan yang mereka miliki untuk dipersembahkan, dan bagaimana mereka sangat dihargai, beberapanya ada dalam hitungan menit setelah pengorbanan mereka. Tapi, semangat ini seharusnya tidak bersifat sementara, melainkan harus menjadi semangat yang tiada akhir. Berusaha keras untuk meraih kedekatan Allah dan keriḍaan-Nya harus menjadi upaya seumur hidup. Kemudian akan muncul suasana lingkungan atau atmosfer murni dalam kehidupan dan keluarga kita; dan ini akan menanamkan dampak positif bagi generasi mendatang.

Tatkalan Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. hendak mengorbankan puteranya, Allāh swt. menghentikannya dan berfirman, “‘Sungguh, engkau telah menyempurnakan mimpi itu.’ Sesungguhnya, demikianlah Kami memberi ganjaran kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS 37: 106)”

Gambar: Asmā’ul-Ḥusnā.

Ḥuḍūr atba. kemudian mempertanyakan, bagaimana Allāh swt. mengganjari mereka yang berbuat baik? Allāh memberi mereka kedekatan dan kasih sayang-Nya. Tetapi, setelah meraih ini, pengorbanan Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. tidak berakhir, juga bukan hanya terbatas pada Ḥaḍrat Ibrāhīm dan Ismael a.s., tetapi semangat pengorbanan yang sama muncul pada isterinya, Ḥaḍrat Hajar r.a.. Ini untuk menunjukkan, bahwa ketika seseorang berupaya untuk menanamkan semangat pengorbanan sejati, ia dapat memiliki dampak positif kepada isteri serta anak-anaknya. Dengan demikian, bahwa setelah diperintahkan oleh Allāh, Ibrāhīm a.s. membawa puteranya—Ismā‘īl—dan isterinya—Hajar—ke tanah tandus (Makkah), dimana tidak ada tanda kehidupan sejauh mata memandang. Dengan sedikit air dan beberapa kurma, Ibrāhīm a.s. meninggalkan mereka di negeri tersebut. Beliau a.s. tahu bahwa ketentuan minimal ini tidak akan bertahan lama. Tetapi, beliau juga tahu bahwa ini merupakan perintah dari Allāh, jadi beliau menaruh kepercayaan penuh pada Allāh. Hajar r.a. berpendapat bahwa ini bukan pengaturan sementara tetapi beliau dan puteranya harus tetap disana secara permanen. Jadi beliau r.a. bertanya kepada suaminya, “Apakah Anda hendak meninggalkan kami disini?”

Ḥuḍūr atba., mengutip Ḥaḍrat Muṣlīḥ Mau‘ūd r.a. yang menulis bahwa Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. sangat berhati lembut dan begitu baik, sehingga beliau tidak akan berkemauan-sendiri dan tidak akan pernah meninggalkan isteri serta anaknya yang sangat beliau cintai di tempat tersebut. Tetapi, beliau telah menerima perintah Allāh. Di satu sisi ada cinta isteri dan anak-anaknya, di sisi lain ada keinginan besar dan ma‘rifat bahwa pengorbanan ini akan menjadi sumber berkah luar biasa dari Allāh swt. dan keriḍaan-Nya. Dengan demikian, gelombang emosi yang hebat telah menerpanya dan beliau tidak dapat merespons. Ketika Ḥaḍrat Hajar r.a. bertanya kepada beliau apakah ini merupakan perintah dari Allāh swt., Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. mengangkat tangannya, menunjuk ke langit untuk memberi tanda bahwa memang itu adalah perintah dari Allāh. Atas hal ini, Hajar r.a. mengatakan dengan keyakinan besar bahwa jika ini masalahnya maka Allāh tidak akan pernah meninggalkan mereka dan membiarkan mereka sia-sia.

Setelah melihat contoh-contoh pengorbanan yang patut kita teladani, keimanan dan keyakinan beliau r.a. kepada Allāh menjadi teguh. Dan beliau mampu mengucapkan kata-kata yang menggugah-hati ini. Setelah mendengar kata-katanya, yang pastinya menembus Singgasana Langit, Allāh swt. menjawab dengan mengatakan bahwa Dia pasti tidak akan pernah membiarkan mereka sia-sia. Dan seperti yang diharapkan, Allāh swt. memberi mereka ganjaran amat besar. Dari keturunan mereka, Ḥaḍrat Nabi Muḥammad ṣaw. diutus. Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s. menjadi ayah rohani dan melalui keteladanan serta amalan standar yang ditetapkan oleh beliau, seseorang dapat menjangkau Allāh swt.. Allāh menghantarkan khazanah-khazanah duniawi pada kekuasaan keturunan Ismā‘īl a.s. melalui Ḥaḍrat Nabi Muḥammad ṣaw.. Pengorbanan Hajar r.a. diperingati oleh berjuta-juta umat yang berduyun-duyun untuk melakukan ‘Umrah serta Ḥaji.

Gambar: Pemandangan dari samping Masjid Mubarak.


Karenanya, hari ini adalah untuk mengingatkan kita akan teladan pengorbanan yang mereka hargai. Tetapi, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah cukup untuk sekadar mengenang dan mengisahkan pengorbanan ini? Tidak. Sebaliknya, kita harus mengamalkan pada kehidupan kita setelah mereka. Kaum perempuan harus melihat teladan Ḥaḍrat Hajar r.a. dan melihat apa yang harus diamalkan untuk menanamkan teladan ini dalam diri mereka sendiri. Beberapa perempuan dari Jema‘at mengatakan bahwa sementara mengulangi janji mereka, mereka tetap bungkam pada sumpah tentang kesiapan untuk mengorbankan anak-anak mereka, karena mereka tidak siap. Tetapi jika seseorang memiliki keyakinan penuh pada Tuhan, maka pemikiran seperti itu tidak dapat muncul. Ketika kita telah berjanji untuk mendahulukan iman kita atas semua masalah duniawi, maka kita harus siap untuk memenuhi ini juga. Jika laki-laki kita mencoba menerapkan standar yang ditetapkan oleh Ibrāhīm a.s. maka hal yang sama akan tercermin pada perempuan dan anak-anak. Jadi, pertama-tama, kaum lelaki harus mengamalkan keteladanannya bila kita hendak menyaksikan tertanamnya keteladanan yang sama pada kaum perempuan atau para isteri beserta anak-anaknya.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa kita tidak bisa menganggap kejadian-kejadian ini sebagai cerita belaka; melainkan kisah-kisah ini adalah contoh bagi kita. Ketika setiap lelaki berusaha menanamkan teladan Ḥaḍrat Ibrāhīm a.s., ketika setiap perempuan berusaha menanamkan teladan Ḥaḍrat Hajar r.a., ketika setiap generasi muda mencoba menanamkan teladan Ḥaḍrat Ismā‘īl a.s., barulah kemudian perubahan sejati terjadi.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa kita telah menerima Ḥaḍrat Imam Mahdi-dan-Isa Almasīḥ Yang Dijanjikan (Masīḥ Mau‘ūd) a.s. pada zaman ini, sang pelayan sejati dari Ḥaḍrat Nabi Muḥammad ṣaw., yang Allāh panggil dengan nama Ibrahim a.s. pada berbagai kesempatan dan di berbagai wahyu. Jika kita ingin mengibarkan panji-panji Islam di seluruh dunia maka kita harus mengadopsi model pengorbanan yang telah ditetapkan. Jika kita mulai bertindak berdasarkan janji kita untuk mendahulukan iman terhadap semua hal duniawi maka kita dapat membawa perubahan revolusioner di dunia.

Allāh swt. mendirikan Jama‘ah ini melalui Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s. sehingga berkat yang sama dapat kembali ke dunia yang berhubungan dengan para mu’min sejati dari Ḥaḍrat Nabi Muḥammad ṣaw.. Karenanya, kita harus selalu siap berkorban. Revolusi di dunia ini tidak akan pernah dan juga tidak akan dapat terjadi tanpa pengorbanan.

Hudhur atba. bersabda bahwa para ibu diam-diam saja terhadap janji mereka saat mereka diseru untuk siap mengorbankan anak-anak mereka. Beberapa ibu merasa bahwa anak-anak mereka tidak akan dapat bertahan hidup dengan cara yang sedikit atau anak-anak mereka memiliki potensi untuk mendapatkan duniawi jauh lebih banyak. Ketika para ibu ini telah berjanji untuk mengutamakan agama mereka dan telah menghadirkan anak-anak mereka demi mengkhidmati agama mereka sendiri, maka alasan-alasan ini tidak ada artinya.

Ḥuḍūr atba. bersabda bahwa kita tidak peduli dengan kekuatan duniawi, sarana-sarana, dan sumber daya; satu-satunya kepedulian kita adalah bagaimana kita dapat menggunakan cara-cara seperti itu guna menyebarkan da‘wah Islam di dunia, bagaimana kita dapat menanamkan Keesaan Allāh swt. dan bagaimana kita dapat menanam kebaikan dalam kemanusiaan. Dengan demikian, semakin banyak orang harus menampilkan diri mereka sendiri dan masuk kuliah Jami‘ah untuk menjadi muballigh sehingga kita dapat menyebarkan da‘wah ini dan secepat mungkin. Ini semua membutuhkan pengorbanan. Tidak ada perubahan yang dapat terjadi hanya dengan mendengarkan kisah-kisah pengorbanan, melainkan harus dilaksanakan. Setiap bangsa di dunia harus mempersembahkan korban. Dengan demikian dapat terjadi persatuan di dunia, dan dengan demikian, tujuan mendirikan Ka’bah sebagai simbol Keesaan Allāh swt. akan terpenuhi.

Semoga Allāh swt. membangun di dalam diri kita ma‘rifat hakiki tentang tauhid Allāh swt. dan memungkinkan kita untuk berkorban yang terbukti akan membuahkan hasil di dunia ini dan di masa depan.

Gambar: Masjid Mubarak – Dua Kalimah
.

Menjelang akhir khoṭbah, Ḥuḍūr atba. mengajak warga Jama‘ah untuk berdoa bagi mereka yang dipenjara-di-jalan-Allah atas dasar tuduhan palsu karena iman mereka, yang termasuk juga ada seorang perempuan—hanya karena mereka telah menerima Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s.; berdoalah untuk keluarga para syuhada; berdoalah untuk para muballigh, para mu‘allim, para da‘i, dan para waqif Jema‘at supaya mereka dapat memenuhi janji waqaf mereka; doakan para mu‘allim di Afrika yang melakukan pekerjaan besar meskipun pendidikan terbatas. Semoga Allāh swt. mengangkat kesulitan-kesulitan semua orang yang mengalami penderitaan-penderitaan. Semoga Allāh menjaga keamanan semua orang dari kezaliman kaum ulama dan para pembid’ah. Pada acara ‘Īdul-Aḍḥā ini, kaum ulama di Pakistan telah menyerukan bahwa akan memperkarakan para Ahmadi yang melaksanakan pemotongan hewan qurban. Semoga kita dapat ikut ambil bagian didalam memenuhi tujuan kedatangan Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūd a.s.. Selain dari Pakistan, di bagian lain dunia, para Ahmadi menghadapi kesulitan juga, misalnya di beberapa negara Afrika ada penentangan dan kekerasan. Tapi, Ahmadi tetap teguh dalam keimanan mereka.

Ḥuḍūr atba. mengakhiri khotbahnya dengan menyampaikan ucapan «‘Īd mubārak!» untuk segenap Ahmadi di seluruh dunia.[]

Penerjemah: Rahmat Ali