DARI hasil refreshingku ke Cisalada, Sabtu (8/3), pulang ke rumah adalah hal terindah: Bertemu Mama-ku-tercinta. Kepulanganku bebarengan dengan Shareefa-my young-lovely-sister yg sedang libur. Waktu semalam 'nginap memang tidak cukup menghempaskan rasa penat selama aktivitas di Ibukota Jakarta. Akan tetapi, cukuplah sebagai obat kangen dan pelipur lara.
Dan, tengah malamnya di sana, masih pula aku bisa menyapa dan 'ngobrol sebentar untuk mengucapkan selamat malam, selamat tidur dan mimpi yang indah kepada seseorang. Yang sebenarnya, aku hendak mengatakan sesuatu untuk bisa janjian jalan bersama keesokan pagi, tapi tak bisa karena ia pun sibuk. Hingga ini kutuliskan, aku berpikir, sesuatu bisa saja aku bilang "ini menarik dan indah". Tapi, siapkah untuk bisa menerima yang lebih pahit dan menyakitkan? Siapkah aku melihat kenyataan diri yang terombang-ambing karena--bila ini benar--ternyata hanya permainan belaka? "Kau harus siap menerimanya, Ali?!" usik nuraniku di kedalaman hati. Tapi, rasa ini pun masih belum rela.
Keesokan pagi...
pk 7-kurang >> berangkat
pk10.24 >> tiba di Kebayoran
...langsung ngajar di Pramadrasah.
Dan kemudian, aku bertemu malam. Dan mulai kumengadu keluhan dan rasa resah ini. Maukah dia berbagi? Dan dia masih mau. Langsung saja kubercerita tentang siang yang mengesankan. Pula kuutarakan maksud meminta pertolongan. Lebih dari itu, sebenarnya hati hanya ingin menentramkan buluh-buluh rindu asmara, di samping doa-doa dan panjatan selawat yang mengalir untuk penahan.
Malam itu pula, akhirnya kubangunkan dia dan kuucapkan "Selamat malam, selamat tidur, sleep well, have a nice dream, good night, wassalaam..."
"Terima kasih, Bang!" ucapnya. Dan ia pun tertidur lagi.
Dan, tengah malamnya di sana, masih pula aku bisa menyapa dan 'ngobrol sebentar untuk mengucapkan selamat malam, selamat tidur dan mimpi yang indah kepada seseorang. Yang sebenarnya, aku hendak mengatakan sesuatu untuk bisa janjian jalan bersama keesokan pagi, tapi tak bisa karena ia pun sibuk. Hingga ini kutuliskan, aku berpikir, sesuatu bisa saja aku bilang "ini menarik dan indah". Tapi, siapkah untuk bisa menerima yang lebih pahit dan menyakitkan? Siapkah aku melihat kenyataan diri yang terombang-ambing karena--bila ini benar--ternyata hanya permainan belaka? "Kau harus siap menerimanya, Ali?!" usik nuraniku di kedalaman hati. Tapi, rasa ini pun masih belum rela.
Keesokan pagi...
pk 7-kurang >> berangkat
pk10.24 >> tiba di Kebayoran
...langsung ngajar di Pramadrasah.
Dan kemudian, aku bertemu malam. Dan mulai kumengadu keluhan dan rasa resah ini. Maukah dia berbagi? Dan dia masih mau. Langsung saja kubercerita tentang siang yang mengesankan. Pula kuutarakan maksud meminta pertolongan. Lebih dari itu, sebenarnya hati hanya ingin menentramkan buluh-buluh rindu asmara, di samping doa-doa dan panjatan selawat yang mengalir untuk penahan.
Malam itu pula, akhirnya kubangunkan dia dan kuucapkan "Selamat malam, selamat tidur, sleep well, have a nice dream, good night, wassalaam..."
"Terima kasih, Bang!" ucapnya. Dan ia pun tertidur lagi.
--
*istgfr+tsbh+slwt+wßlm*
“Don’t hate one another and don’t be jealous of one another, and don’t boycott one another and be servants of God as brethren.” --Muhammad saw.
“The whole worth of a kind deed is in the love that inspires it.” --Moses a.s. (The Talmud)
“Hatred doesn’t cease by hatred, but only by love; this is eternal rule.” --Budha a.s.
“Love your enemies!” --Jesus a.s.
“Love for All, Hatred for None!” --Mirza Nasir Ahmad r.h.
“To be loved, be lovable.” --Ovid