Analisa Insiden Monas 1 Juni 2008 (Judul telah diedit pada tanggal 11 Juli 2008)

INSIDEN MONAS, 1 JUNI 2008:

MENCERMATI ALIBI YANG DIPAKAI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) UNTUK MEMBENARKAN TINDAKAN ANARKISNYA TERHADAP ALIANSI KEBANGSAAN UNTUK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN (AKKBB)

Dianalisa oleh Rakeeman R.A.M. Jumaan, Pemerhati Sejarah Agama-agama (History of Religions) dan Bahasa-bahasa Kuno (Philology)


SEKILAS PENDAHULUAN

Insiden yang terjadi di Monumen Nasional (selanjutnya disebut: Insiden Monas, Jakarta) pada 1 Juni 2008 yang bertepatan dengan Peringatan Hari Kesaktian Pancasila masih menyisakan misteri. Berbagai spekulasi dimunculkan untuk menyibak hakikat dibalik peristiwa yang telah menjadi sorotan masyarakat, di dalam dan luar negeri, selama dua minggu lebih ini. Benarkah peristiwa anarkis yang telah menodai Peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini terjadi secara spontan akibat terpengaruh oleh suatu provokasi? Ataukah ini merupakan suatu peristiwa yang telah direkayasa jauh-jauh hari sebelumnya? Lalu, siapa aktor intelektual di belakang terjadinya insiden Monas berdarah tersebut?

Menurut alasan (alibi) yang dikemukakan oleh Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab dalam keterangan jumpa pressnya menyebutkan, bahwa terjadinya insiden Monas tersebut dipicu oleh setidaknya 3 (tiga) hal, yaitu: (1) adanya hujatan dari kelompok AKKBB yang dalam orasinya menyebut bahwa FPI adalah “Laskar Kafir” atau “Laskar Setan”, (2) adanya provokasi yang dilakukan oleh salah satu anggota AKKBB yang mengacungkan pistol dan mengancam akan menembak anggota FPI, dan (3) bahwa aksi damai itu untuk menolak dikeluarkannya SKB 3 Menteri tentang Jemaat Ahmadiyah.

Sedangkan menurut AKKBB, peristiwa itu terjadi begitu mendadak pada saat massa AKKBB baru 10 menit berkumpul di lapangan Monas sehingga tidak ada orasi apapun apalagi hujatan terhadap FPI. Menurut mereka, saat itu AKKBB baru mengumpulkan massa untuk bersiap-siap bergerak menuju ke Bundaran Hotel Indonesia (HI), sebab Monas hanyalah sebagai tempat berkumpul (start) saja. Mengenai pria bersenjata pistol, AKKBB juga mengatakan tidak tahu-menahu, apakah pria itu anggota AKKBB atau bukan. AKKBB juga menolak bahwa aksi damai itu untuk mendukung Jemaat Ahmadiyah dalam bentuk menolak dikeluarkannya SKB 3 Menteri, sebab aksi damai itu adalah murni dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni 2008.

Mengenai siapa yang benar dan salah dalam insiden Monas tersebut, itu adalah wewenang pengadilan yang akan memutuskan. Yang jelas, kemudian polisi menangkap sedikitnya 11 anggota FPI termasuk ketuanya, Habib Rizieq Shihab karena diduga “terlibat” dalam penyerangan FPI terhadap AKKBB di Monas. Ketua Komando Laskar Islam (KLI) yang juga sempat buron (DPO) dengan tuntutan utama pembubaran Ahmadiyah, akhirnya menyerahkan diri setelah dikeluarkannya SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah. Sedangkan 10 orang anggota FPI lainnya dinyatakan masih buron.


KONTRADIKSI ALIBI DAN SURAT HIMBAUAN FPI PUSAT

Masyarakat kemudian dikejutkan dengan foto yang memperlihatkan Ketua Komando Laskar Islam (KLI), Munarman, SH sedang mencekik seseorang yang diduga anggota AKKBB. Foto ini dilansir oleh Koran TEMPO dan AKKBB untuk memperlihatkan bukti kesalahan FPI. Namun, justru dengan adanya foto ini membuat FPI merasa berada di atas angin. Dengan segera FPI memberikan bantahan, bahwa orang yang dicekik oleh Ketua Komando Laskar Islam itu bukanlah anggota AKKBB melainkan anggota FPI. Dan, itu bukanlah penganiayaan melainkan upaya mantan Ketua YLBHI Jakarta itu untuk mencegah anggota FPI yang bernama Ucok Nasrullah tersebut melakukan penganiayaan terhadap massa AKKBB.

Dalam bantahan itu juga disampaikan, bahwa sebelum insiden itu terjadi, ada dua anggota FPI yang disusupkan ke massa AKKB. Bahkan FPI menyiarkan juga kesaksian seseorang yang mengaku ikut aksi damai AKKBB karena mendapat bayaran Rp 40.000,- Menurutnya, ia dibayar pertama kali Rp 25.000,- lalu sisanya dibayar lagi Rp 15.000,- Lalu disampaikan juga bahwa aksi anarkis FPI itu karena terpancing iklan AKKBB yang dimuat di surat kabar nasional beberapa hari sebelum 1 Juni 2008. “Kalau tidak siap menghadapi FPI, jangan menantang macan turun gunung”, kata Munarman, Ketua Komando Laskar Islam (KLI), sebagaimana dilansir Kompas (3/6).

Membaca penjelasan yang dikemukakan oleh FPI tersebut, timbul kontradiksi yang mencolok. Apabila peristiwa penyerangan tersebut terjadi secara spontan, mengapa mereka menjelaskan hal-hal tersebut? Artinya, penyerangan yang dilakukan massa FPI terhadap massa AKKBB yang mengakibatkan jatuh banyak korban luka itu sudah direncanakan jauh hari sebelumnya. Jadi, semua itu adalah upaya untuk mengalihkan perhatian publik dari permasalahan yang sebenarnya, sebab menurut AKKBB sendiri, tak ada anggota AKKBB yang dibayar dalam aksi damai itu. Upaya pengalihan perhatian ini dibuktikan dari adanya “Himbauan” Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FPI yang dikeluarkan pada 3 Juni 2008 dengan sifat “sangat rahasia”.

Di dalam selebaran itu disebutkan, bahwa tujuannya adalah “untuk mengalihkan opini publik terhadap kasus polisi vs UNAS dan demo kenaikan BBM” (paragraf 1). Lalu disebutkan juga, agar “seluruh anggota FPI yang turun ke Monas pada hari Minggu untuk tidak membocorkan rahasia mengenai kamera hasil setingan internal kita kepada pihak lain” (paragraf 2). Dan akhirnya, selebaran itu juga mengingatkan kepada seluruh anggota FPI untuk “sepakat membuat alibi ke permasalahan pembubaran Ahmadiyah jika mendapat pertanyaan dari para wartawan demi untuk mendapat simpatisan masyarakat luas” (paragraf 2).


BUKTI-BUKTI DOKUMENTASI ASLI VIDEO INSIDEN MONAS

Untuk membuktikan bahwa FPI tidak bersalah, dikeluarkanlah video hasil rekaman dalam insiden Monas versi FPI. Isinya memperlihatkan seorang lelaki yang mengacungkan senjata api jenis pistol kepada anggota FPI yang mengerumuninya. Dari adanya gambar ini, FPI mengatakan bahwa pemicu terjadinya insiden Monas adalah akibat adanya provokasi lelaki tersebut. Kalau tidak ada yang mengacungkan senjata api, maka FPI tidak akan terprovokasi. Intinya, FPI menimpakan kesalahan kepada lelaki berpistol itu sebagai “biang onar” terjadinya insiden Monas.

Namun video hasil rekaman FPI ini jelas-jelas dibantah oleh DR. KRMT Roy Soeryo, pakar telematika Indonesia. Dari analisa yang dilakukan Roy Soeryo terhadap rekaman video insiden Monas yang beredar utuh dari media televisi, terbukti bahwa peristiwa lelaki mengacungkan pistol itu bukanlah sebagai pemicu insiden Monas. Ada atau tidak adanya lelaki yang mengacungkan pistol itu, insiden Monas tetap terjadi. Sebab, peristiwa lelaki mengacungkan pistol itu terjadi pada bagian tengah menjelang akhir penyerangan anggota FPI. Jadi, FPI telah sengaja memutarbalikan peristiwa, yang bagian tengah atau akhir dijadikan sebagai bagian awal. Ini jelas-jelas kebohongan publik yang telah dilakukan FPI.

Kasus ini sama seperti gambar Munarman, Ketua Komando Laskar Islam (KLI) yang sedang mencekik seseorang, yaitu bagian akhir dari penyerangan FPI yang kemudian dijadikan sebagai bagian permulaan. Ini jelas merupakan suatu upaya untuk membuat alasan (alibi) yang mengada-ada dan dibuat-buat. Intinya, FPI tidak segan-segan membuat alibi dusta demi menyelamatkan diri dari perbuatan yang telah dilakukannya.

Lagi pula, lelaki itu mengacungkan pistol adalah dalam rangka membela diri dan karena terpaksa. Sebab terlihat jelas dari hasil rekaman video yang belum diedit, ia pada awalnya berusaha melindungi perempuan dan anak-anak yang menjadi sasaran pemukulan anggota FPI. Namun, justru ia sendiri yang kemudian menjadi sasaran pengeroyokkan sehingga terpaksa mengeluarkan senjata api dan diacungkan ke atas. Dari penelitian Roy Soeryo, tidak ada letusan senjata api yang terjadi sebagaimana dikatakan oleh pihak FPI. Artinya, sekali lagi FPI telah berdusta. Untuk menutupi kedustaan yang pertama akan diikuti dengan kedustaan kedua. Untuk menutupi kedustaan kedua akan dilakukan dengan kedustaan ketiga dan seterusnya.

Jadi, apa yang dikemukakan dalam analisa Roy Soeryo itu bersesuaian dengan isi selebaran FPI, dua hari setelah insiden Monas terjadi. Artinya, ada gambar peristiwa dalam insiden Monas yang sengaja direkayasa FPI sebagai alibi menghindarkan diri bila insiden itu memojokkan mereka. Gambar Munarman mencekik seseorang adalah salah satu contohnya. Sehingga ini membuktikan kalimat “tidak membocorkan rahasia mengenai kamera hasil setingan internal kita kepada pihak lain” dalam selebaran DPP FPI itu adalah benar. Berarti benar pula, bahwa selebaran itu dikeluarkan oleh FPI meski tidak ada tanda tangan dan stempelnya.


BUKTI LAIN YANG TERKAIT

Bukti-bukti terkait lainnya yang menunjukkan bahwa itu adalah rekayasa setidaknya ada dua lagi. Pertama, adalah pakaian; apabila penyerangan itu dilakukan secara spontan mengapa didapatkan adanya penggantian pakaian dan simbol-simbol. Yaitu anggota FPI, khususnya Munarman mengganti pakaiannya dari yang dipakai pada saat mengikuti demo BBM yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di depan Istana Merdeka. Lalu mengapa pula didengungkan istilah Komando Laskar Islam (KLI), dan tidak mau disebut sebagai FPI saja. Ini adalah upaya membuat alibi yang lain, yang berujung pada kebohongan lagi.

Jawabannya adalah jelas. Munarman bermaksud menarik simpati masyarakat. Apabila yang disebut hanya FPI, ini akan memojokkan FPI sendiri yang secara otomatis akan melibatkan ketuanya, Habib Rizieq Shihab. Sedangkan bila disebut Komando Laskar Islam (KLI), Rizieq Shihab secara otomatis tidak ikut terlibat. Sebab, KLI punya struktur otonom yang tak bersentuhan langsung dengan ketua FPI. Apalagi kalau yang dimaksud Komando Laskar Islam (KLI) ini adalah gabungan dari berbagai “Laskar Islam” yang ada di Indonesia, misalnya dari FPI sendiri, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad (LJ), dan lain-lain. Tentu saja, Ketua FPI Habib Rizieq Shihab akan semakin jauh tersentuh oleh tuntutan hukum.

Hal ini jelas tergambar dari selebar rahasia FPI yang berbunyi, “Diingatkan kepada seluruh anggota FPI untuk sepakat membuat alibi permasalahan pembubaran Ahmadiyah jika mendapat pertanyaan dari para wartawan demi untuk mendapatkan simpatisan masyarakat luas” (paragraf 2, kalimat terakhir). Realisasinya terlihat jelas, dimanapun anggota FPI ditanya wartawan, selalu diperlihatkan poster (yang kadang dibuat mendadak untuk diperlihatkan kepada para wartawan) dan teriakan “Bubarkan Ahmadiyah”. Bahkan pengacara FPI pun yang semula disebut Tim Pembela Muslim (TPM), berganti nama mendadak menjadi “Tim Pembela Anti Ahmadiyah” (TPAA).

Ini terbukti sangat efektif, sehingga simpati akhirnya berdatangan kepada Habib Rizieq Shihab dan Munarman. Sejak ditahan di Mapolda Jaya, kedua tokoh FPI itu banyak dikunjungi tokoh lain. Jadi, isunya bergeser, dari isu penyerangan anarkis yang menelan korban luka berganti menjadi isu pembubaran Ahmadiyah, demi menarik simpati masyarakat. Jelas, isu pembubaran Ahmadiyah hanyalah sebagai kedok untuk menutupi kesalahan dan pembelaan diri.

Metode seperti ini pernah dilakukan oleh FPI yang dipimpin oleh Habib Abdurrahman bin Asyegaf sewaktu menyerang Kampus Mubarak, Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia, di Kemang (Bogor), pada 9 dan 15 Juli 2005. Meskipun jelas-jelas terlihat dari atributnya bahwa anggota FPI yang menyerang, namun kepada media masa Habib Abdurrahman Asyegaf mengancam agar “jangan menulis FPI yang menyerang, melainkan Gerakan Umat Islam Indonesia (GUII)”. Ini adalah upaya untuk mengalihkan dan mengaburkan peristiwa yang sebenarnya. Sebab apabila yang ditulis hanya nama FPI, maka itu artinya kecil. Tetapi bila yang ditulis adalah GUII, ini seolah-olah mewakili seluruh umat Islam di Indonesia.

Bukti kedua adalah adanya short message system (SMS) yang beredar dan menyebutkan bahwa “Sdr. Munarman, Ketua Komando Laskar Islam (KLI) tewas mengenaskan di hutan karet di wilayah Batujajar, Bandung”. Setelah penulis cermati, ada dua versi bunyi redaksi SMS yang beredar dan sempat diperlihatkan oleh media elektronik kepada pemirsanya. Kejanggalannya cukup jelas terlihat. Pada SMS yang satu, besar kecilnya huruf berbeda dengan SMS berisi redaksi yang sama lainnya lagi. SMS ini dikeluarkan dari nomor operator Flexy area Jakarta (021).

Perbedaan tersebut adalah seperti berikut:

“INNA LILLAHI WAINNA ILAHI ROJIUN! Telah tewas tertembak ..... secara mengenaskan, Sdr. Munarman (Ketua Komando Laskar Islam) ..... di hutan karet Batujajar, Bandung.”

Sedangkan bentuk huruf pada SMS yang lainnya:

“Inna lillahi wainna ilahi rojiun! Telah tewas tertembak ..... secara mengenaskan, Sdr. MUNARMAN (Ketua Komando Laskar Islam) ..... di hutan karet Batujajar, Bandung.”

Apabila diperhatikan secara seksama, terlihat perbedaan bentuk besar kecilnya huruf pada SMS yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, kedua bentuk huruf dalam kedua redaksi SMS tersebut sangat mirip dengan bentuk huruf yang ada dalam selebaran DPP FPI tgl. 3 Juni 2008, yang sifatnya “sangat rahasia”. Ini membuktikan bahwa selebaran itu adalah asli meski tak ada tanda tangan dan stempel organisasi. Kemungkinan penulis SMS dan selebaran tersebut adalah satu orang alias orang yang sama. Artinya insiden Monas adalah hasil rekayasa panjang sebelum 1 Juni 2008 dan sesudahnya. Pembaca dipersilakan menganalisa lebih dalam lagi. Hanya ALLAH Ta’ala Yang Maha Mengetahui peristiwa yang sesungguhnya. WaLlaahu a’lam bish-shawwaab!


KESIMPULAN ANALISA

1. Penyerangan FPI terhadap AKKBB pada 1 Juni 2008 di lapangan Monas telah direncanakan sebelumnya;
2. Untuk menghindar dari tuntutan hukum yang lebih berat (karena tak menyangka akhirnya akan berakibat adanya korban luka-luka), FPI telah menyusun alibi yang dibungkus dengan kedustaan demi kedustaan;
3. FPI hanyalah pelaksana lapangan, aktor intelektual dan donatur dananya masih belum tersentuh;
4. Insiden Monas adalah bagian dari rekayasa jangka panjang, yang mengkambinghitamkan Ahmadiyah dengan maksud memuluskan tersebarnya faham Wahabi dan Khilafah Islamiyah versi Hizbut Tahrir di Indonesia;
5. Bila jumlah penganut faham Wahabi (HTI via FUI: FPI/MMI) menjadi mayoritas, maka setelah Ahmadiyah berhasil dikeluarkan dari pagar Islam, suatu saat nanti giliran umat Islam berfaham Ahlu Sunnah wal Jama’ah (terutama NU) yang akan dikeluarkan dari pagar Islam (dinonmuslimkan).[]

...cut...