Kemesraan Yang Terkoyak
Oleh Abdurrahim Abdullah Daeng Patunru
“Kemesraan itu sudah sudah lama terkoyak. Kita terlena, tak bisa merawat persahabatan.” Setidaknya inilah jawaban seorang Ketua Cabang Ahmadiyah di Ujung Kulon, Banten, menjawab pertanyaan kritis seorang Khadim Ibukota Jakarta yang berkunjung ke kawasan itu beberapa waktu lalu sekaligus berdikusi tentang banyak hal terutama soal-soal sejarah bangsa yang terkait dengan sejarah jemaat di panggung kebangsaan. Topik diskusi adalah: Ahmadiyah
Terungkap dalam diskusi betapa mesranya kedua institusi di masa itu yang semuanya diawali oleh kebutuhan banyak tokoh nasional tentang literatur Ahmadiyah yang mencerahkan umat dan para pemimpinnya. Persahabatan yang mesra itu semakin terlihat ketika di awal tahun 1950-an,
Di awal Orde Baru, kemesraan itu makin mencapai puncak ketika Prof. Dr. Mukti Ali menjadi Menag
Tentang Bachrum Rangkuti Sahib, tadinya beliau seorang Ahmadi dan salah seorang murid tercerdas Hadhrat Maulana Rahmat Ali HAOT.
Kedekatan dan kemesraan JAI –
Kini 30 tahun berlalu, kemesraan itu terkoyak. Kita saling terasing dan saling mengasingkan diri. Padahal, kita masih sesama anak bangsa. Bukan hanya itu, bahkan—Menag kita sekarang (Muhammad Maftuh Basuni, 64 tahun) berkali-kali menginginkan Ahmadiyah hengkang dari negeri yang juga sama-sama kita bangun dengan penuh pengorbanan. Tongkat estafet kemesraan itu, tak terasa jatuh dari tangan dan: Hilang! Suatu generasi yang harus bertanggungjawab! Dan, generasi kini yang harus bekerja keras untuk menjahit kemesraan yang terkoyak itu. Dan rasanya, bukan hanya di satu sektor ini. Tapi hampir di semua lini. Wallâhu a’lâmu bi'sh-shawâb.J [] (AADP/06082007)***
-------oooOooo-------