Usai jumatan, kemarin, Pak Effendi membawakan beras organik pecah kulit pesanan saya. Beras yang saya pesan adalah ukuran 5 kilogram. Pak Effendi biasa menjualnya mulai harga 60 ribu per kantong per 5 kilogram.
Saya suka dengan beras pecah kulit organik ini. Ia memiliki tekstur warna yang kusam, hampir cokelat. Tak sedap dipandang bagi para penyuka beras yang putih dan pulen.
Menanak nasi organik macam pecah kulit itu, saya menanaknya dengan ara yang biasa. Beras dicuci dua kali, cukup diaduk perlahan tanpa dikucek-kucek. Sekadar debu-debu kotornya luntur. Setelah itu, masukkan ke ricecooker atau magicjar beserta air bersih yang tingginya tidak lebih satu ruas jari dari permukaan beras.
Jumat siang itu, saya jumpa Bang Jabal. Pas jumpa dia, saya langsung ingat akan amanat Freddy akan kayu ulin dari Papua untuk Bang Jabal. Langsung saya tarik Bang Jabal ke basement mesjid dan saya kasih dua bilah kayu ulin pesana dia itu. Dan kayu ulin itu keras minta ampun. Sama dengan pintu-pintu di toilet mesjid yang juga berasal dari kayu ulin Kalimantan. Hanya, kayu ulin yang dipesan Bang Jabal itu adalah ulin Papua.
Setelah, saya serahkan 2 bilah kayu ulin itu, Bang jabal bilang, itu adalah kayu matoa. Halah! Kok lain sih dengan apa yang Freddy katakan. Au' ah gelap!
Jelang Bang Jabal pulang, dia sempat melihat beras pecah kulit organik saya. Dia kasih tip bagaimana cara memasak beras pecah kulit.
Bang Jabal menyarankan kepada saya, saat beras di magicjar atau ricecooker tersebut mendidih, saat itu juga kabel listrik ricecooker dicabut, lalu biarkan hingga dingin. Biarkan switcher-nya berada pada posisi memasak atau 'cook'. Setelah nasi dingin, colok kembali hingga nasi yang ada di dalamnya itu matang atau switchernya pindah ke posisi 'warm'.
Sarannya sih belum saya praktekkan. Nantilah. Lagian, beras organik saya yang bukan pecah kulit saja masih banyak.
Oh iya, sebenarnya yang benar itu adalah 'beras pecah kulit organik' atau 'beras organik pecah kulit' ya?[]
Saya suka dengan beras pecah kulit organik ini. Ia memiliki tekstur warna yang kusam, hampir cokelat. Tak sedap dipandang bagi para penyuka beras yang putih dan pulen.
Menanak nasi organik macam pecah kulit itu, saya menanaknya dengan ara yang biasa. Beras dicuci dua kali, cukup diaduk perlahan tanpa dikucek-kucek. Sekadar debu-debu kotornya luntur. Setelah itu, masukkan ke ricecooker atau magicjar beserta air bersih yang tingginya tidak lebih satu ruas jari dari permukaan beras.
Jumat siang itu, saya jumpa Bang Jabal. Pas jumpa dia, saya langsung ingat akan amanat Freddy akan kayu ulin dari Papua untuk Bang Jabal. Langsung saya tarik Bang Jabal ke basement mesjid dan saya kasih dua bilah kayu ulin pesana dia itu. Dan kayu ulin itu keras minta ampun. Sama dengan pintu-pintu di toilet mesjid yang juga berasal dari kayu ulin Kalimantan. Hanya, kayu ulin yang dipesan Bang Jabal itu adalah ulin Papua.
Setelah, saya serahkan 2 bilah kayu ulin itu, Bang jabal bilang, itu adalah kayu matoa. Halah! Kok lain sih dengan apa yang Freddy katakan. Au' ah gelap!
Jelang Bang Jabal pulang, dia sempat melihat beras pecah kulit organik saya. Dia kasih tip bagaimana cara memasak beras pecah kulit.
Bang Jabal menyarankan kepada saya, saat beras di magicjar atau ricecooker tersebut mendidih, saat itu juga kabel listrik ricecooker dicabut, lalu biarkan hingga dingin. Biarkan switcher-nya berada pada posisi memasak atau 'cook'. Setelah nasi dingin, colok kembali hingga nasi yang ada di dalamnya itu matang atau switchernya pindah ke posisi 'warm'.
Sarannya sih belum saya praktekkan. Nantilah. Lagian, beras organik saya yang bukan pecah kulit saja masih banyak.
Oh iya, sebenarnya yang benar itu adalah 'beras pecah kulit organik' atau 'beras organik pecah kulit' ya?[]