Dimensi 'Siapa Manusia' [ringkasan buku Who Is Man «Bab IV» karya Rabbi Abraham Joan Heschel]

Postingan ini merupakan ringkasan buku Who Is Man «Bab IV» karya Rabbi Abraham Joan Heschel yang saya kerjakan sebagai Tugas take home untuk 2 (dua) nomor Ujian Akhir Semester Genap Matakuliah Filsafat Manusia STF Driyarkara 2008/2009, Selasa (9/6). Kepada Teman-teman, pintu kritik atas hasil ringkasan saya ini sangat terbuka lebar-lebar. ;-)

--
Who Is Man?

«Dimensi makna/hikmah»
«Esensi wujud manusia»
«Keberadaan dan hikmah»
«Keberadaan dan hidup»
«Hikmah “Siapa manusia”»
«Hikmah pencarian manusia»
«Hikmah di balik misteri»
«Hikmah transenden»


«The dimension of meaning»

Dimensi hikmah manusia adalah sama aseli bagi kemanusiaannya bagaikan dimensi semesta untuk bintang-gemintang dan bebatuan, sama halnya, secara metafora, manusia memosisikan diri terhadap alam semesta. Seseorang manusia terlibat; bahkan, ketika ia tidak mempedulikannya. Ia mungkin kreatif atau destruktif; ia tidak dapat hidup di luarnya. Manusia menjadi bermakna atau mendeskonstruksikannya. Perhatian terhadap hikmah, intisari segenap kreativitas, bukanlah penyiksaan diri, hal itu sebuah kebutuhan.

Dari pemikiran menuju kenyataan yang menghadapi kita, puncak masalah sedang terjadi, namun bagi penyesuaian pemikiran kepada situasi manusia yang mendalam, menyakitkan, masalah yang menyayat hati menjadi berarti. Itulah ketika intuisi atau ketegasan arti bahwa pengertian makna keberadaan—tanda kesehatan mental—bergantung.

«The essence of being human»

Makhluk manusia adalah karakteristik suatu makhluk yang menghadapi pertanyaan “Setelah [meraih] kepuasan apa?" Lingkaran kebutuhan-dan-kepuasan serta kehendak-dan-kesenangan, adalah terlalu membatasi bagi penyempurnaan keberadaannya.

Pendalaman pentingnya hikmah yang berasumsi bahwa lengkapnya kepuasan tidak dapat kita khayalkan atau kita inginkan atau bahkan mungkin harus kita hormati sebagai perbuatan tidak wajar. Logika kita tetap mengatakan bahwa totalitas keberadaan kita merupakan ikrar terhadap kebenaran, betapa hal demikian adalah inti eksistensi.

Rahasia manusia adalah memelihara hikmah. Manusia bukanlah hikmahnya sendiri. Jika intisari manusia konsern terhadap makna transenden, rahasia manusia berada dalam keterbukaan pada transendensi. Eksistensi diselingi dengan kesan tipis transendensi, dan keterbukaan kepada transendensi merupakan suatu elemen konstitusi manusia.

«Being and meaning»

Manusia tidak bisa dipahami di dalam terminologi diri. Ia hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan konteks yang lebih luas lagi. Pencarian manusia akan hikmah adalah sebagai upaya memahami humanitas serta diri dan sebagai upaya gigih mencapai suatu firasat keterkaitan terakhirnya.

Pemahaman makna ‘being’ adalah pencarian untuk hal yang melampaui jati diri dan pernyataan ketidakmampuan diri belaka. Tidak sama besar. Hikmah merupakan kategori utama yang tidak dapat kita kurangi kepada jati diri yang demikian itu. Sebagaimana kita menyadari dan sedang menjadi diri sendiri, maka kita menyadari dan sedang menjadi hikmah.

Amanat-amanat dan keperluan-keperluan ‘being’ tidak menuntaskan ukuran jati diri manusia. Pekerjaannya bukanlah penerimaan terhadap ‘being’, tetapi menghubungkannya kepada ‘meaning’; dan problema khasnya bukanlah bagaimana menjadi ‘being’, tetapi bagaimana menjadi ‘meaning’.

«Being and living»

Living atau Hidup adalah suatu situasi yang berisi mana yang banyak lebih berlimpah dari konsep ‘being’. Istilah “human being” cenderung menyatakan bahwa manusia tidak lain dari suatu cara dari ‘being’ secara umum, dengan penekanan yang ditempatkan atas ‘being’. Saat kekuatan istilah yang dengan mudah mendeterminasi gambaran yang dilakukan untuk kita selidik, kita harus senantiasa mengingat-ingat bahwa manusia hiduplah yang kita cari guna memahami ketika kita berbicara tentang manusia: Makhluk manusia sebagai manusia yang hidup.

«Who is man’s meaning»

Hikmah pamungkas sebagai sebuah ide bukanlah jawaban bagi kegelisahan kita. Humanitas adalah lebih dari sebuah struktur intelektual; ia merupakan realitas pribadi.
Hikmah manusia tertinggi tidak dapat berasal dari ‘wujud’ tertinggi. Wujud tertinggi tak memiliki hubungan terhadap wujud khusus, dan kecuali hikmah berkaitan dengan ‘saya’, “Saya tidak terkait dengan hikmah.”

Manusia memerlukan hikmah, tetapi jika hikmah puncak tidak menjadi kebutuhan manusia, dan ia tidak dapat menghubungkan dirinya sendiri ke sana, maka hikmah tertinggi adalah sia-sia baginya. Sebagai sebuah hubugan pada satu sisi, sebagaimana pencapaian atau pencarian, pertemuan manusia dan hikmah bakal tetap menjadi tujuan di luar jangkauan manusia.

«Meaning in quest of man»

Dalam pencarian pemikiran, bangsa Yunani kuno merumuskan pencarian makna sejati sebagai manusia. Dalam pencarian manusia, bangsa Ibrani merumuskan pencarian hikmah berupa pemikiran Tuhan. Makna eksistensi tidak diberikan secara alami, bukan merupakan anugerah, tetapi sebuah seni. Bukan tergantung pada apakah kita menerima atau menolak, terpenuhi atau luput, untuk merespon Tuhan siapa yang berada dalam pencarian manusia.

Kegelisahan manusia akan hikmah bukanlah pertanyaan dan dorongan, melainkan jawaban, dari jawaban menuju tantangan.

Menurut Bibel, pertanyaan tentang Tuhan merupakan pertanyaan Tuhan itu sendiri. Jika Sang Penguasa tidak bertanya, akan menjadi pengkhidmatan sia-sia bagi orang-orang yang berhubungan dengan-Nya. Manusia adalah jiwa yang sementara, tertantang dan pelipur lara. Tuhan ada di dalam pencarian manusia, dan kehidupan adalah sesuatu yang membutuhkan jawaban. Sejarah berada pada semua pertanyaan, pengertian, penyelidikan, dan pengujian. Hal yang penting adalah, bukan pengetahuan manusia tentang Tuhan, melainkan jiwa manusia yang telah Tuhan ketahui, dan manusia merupakan wujud pengetahuan dan perhatian Ilahi.

«Meaning beyond the mystery»

Bagi Bibel, manusia telah diberikan pemahaman bahwa di balik semua misteri merupakan hikmah. Tuhan bukanlah suatu hikmah yang menjelaskan dan memisteri saja. Tuhan merupakan hikmah yang mentransendenkan misteri, hikmah yang misteri singgung, hikmah yang berbicara melalui misteri.

Makna di balik misteri berusaha diekspresikan. Ketetapan wujud manusialah untuk mengartikulasikan apa yang di rahasiakan. Sang ilahi berusaha untuk diungkapkan oleh manusia.

«Transcendent meaning»

Bagi Bibel, manusia telah diberikan pemahaman bahwa di balik semua misteri merupakan hikmah. Tuhan bukanlah suatu hikmah yang menjelaskan dan memisteri saja. Tuhan merupakan hikmah yang mentransendenkan misteri, hikmah yang misteri singgung, hikmah yang berbicara melalui misteri.

Hikmah atau makna transenden merupakan arti yang melampaui pemahaman kita. Keterbatasan makna yang akan menyempurnakan kategori kita, tidak akan menjadi penjelasan akhir, sejak hal ini akan tetap disebut untuk penjelasan lebih lanjut dan akan menjadi jawaban yang tidak terkait dengan pertanyaan utama kita.

Makna transenden jangan dikurangi menjadi obyek pengakuan, mengatakan "ya" untuk sebuah ide. Pengalaman hikmah merupakan pengalaman keterlibatan penting, bukan memiliki ide dalam benak, tetapi bersemayam bersama roh yang jauh melampaui pemikiran; bukan sebuah pengalaman acuan pribadi yang memiliki makna, tetapi berbagi keterbukaan dimensi bagi umat manusia.

Makna apa pun—karenanya—relevan hanya bagi seseorang adalah bukan jawaban untuk setiap manusia. Hubungan antara manusia menuju hikmah pemuncak tidak pernah dapat digambarkan sebagai kepemilikan.[]


-------oooOooo-------




SocialTwist Tell-a-Friend