AHMADIYAH difitnah memiliki kitab suci yang namanya Tadzkirah -_-"


DARI selebaran Maklumat FPI—entahlah kapan tuh selebaran diterbitin dan saya pun sudah tidak menyimpannya lagi—tercantum bahwa “Kitab Suci orang Ahmadiyah adalah Al-Tadzkirah yaitu Wahyu Yang Suci.”

Asal tahu saja ya, bahwa Tadzkirah itu merupakan kumpulan wahyu, ilham, kasyaf, dan ru'ya yang dikutip dan dihimpun dari berbagai buku, buku harian, catatan dan salinan sabda, maupun selebaran yang diterbitkan oleh pendiri Jemaat Ahmadiyah arat Mirzā Ghulām Amad a.s..

Buku Tadzkirah sendiri diterbitkan pertama kali menjadi sebuah buku adalah pada tahun 1935, yaitu duapuluh tujuh tahun setelah wafatnya pendiri Ahmadiyah.


Pendiri Ahmadiyah menegaskan, “Tidak ada yang masuk ke dalam jemaah kami, kecuali orang yang telah masuk Islam dan mengikuti kitab Allāh al-Qur'ān dan sunah-sunah Junjungan kami, Muammad «olla'l-Lāhu ‘alaihi wa ālihi wa sallam» yang merupakan sebaik-baiknya ciptaan serta telah yakin benar berkenaan dengan Allāh ‘Yang Maha Mulia-dan-Maha Pengasih’, dan Rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat, Surga, dan Neraka;

“dan, ia (setiap Ahmadi) berjanji dan berikrar tidak akan memilih agama selain agama Islam, serta ia akan mati di atas agama ini, yaitu agama fitrah dengan berpegang teguh kepada kitab Allah Yang Maha Tahu dan mengamalkan setiap apa yang terbukti sebagai sunah, al-Qur'ān dan Ijma’ para Sahabat-Nabi-Muammad saw.-yang mulia;

“dan, siapa yang mengabaikan tiga hal ini, sungguh, ia telah membiarkan jiwanya dalam api Neraka.” (ānī Khazā'in Jilid XIX, halaman 315, tahun …?)

Adapun kata-kata “Tadzkirah yakni wahyu muqaddas, ru'ya, wa kusyuf”—dan seterusnya, yang terdapat di halaman depan buku Tadzkirah, ini mengandung arti:

Bahwa, «kata “muqaddas” yang artinya adalah suci» ini, memiliki pengertian betapa jemaah Ahmadiyah meyakini: segala wahyu dari Allah itu memiliki sifat yang suci, jauh dari sifat syaitani.

Akan tetapi, bukan berarti bahwa kumpulan wahyu suci tersebut dapat disebut Kitab Suci, contohnya seperti hadis qudsi. Kata “kitab” di dalam Bahasa Arab maupun Urdu, berarti “buku”—termasuk buku pada umumnya.

Nah, ada pun mengenai masalah Wahyu, di dalam sejarah Islam, dijumpai banyak sekali ulama-ulama ‘masa awal’, yaitu ulama-ulama yang kezuhudan dan kesuciannya tidak diragukan lagi. Para ulama masa awal ini mengemukakan pengalaman-pengalaman rohani mereka bahwa mereka menerima wahyu dari Allah swt..

Di dalam wahyu yang mereka terima, ada beberapa bagian memiliki persamaan dengan ayat-ayat al-Qur'ān. Sebagiannya lagi, campuran kata-kata lain yang tidak sama dengan ayat-ayat al-Qur'ān.

Allāh swt. berfirman di dalam al-Qur'ān surah asy-Syūrō ayat ke-52 (QS 42:52):

“And it is not for a man that Allāh should speak to him except by revelation od from behind a veil or by sending a messenger to reveal by His command what He pleases. Surely, He is High, Wise.” (ENGLISH translation by Maulwi Syēr ‘Alī «roiya'l-Lōhu ‘anhu»)—“Dan tidaklah mungkin bagi manusia agar Allāh berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu langsung, atau dari belakang tabir, atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan izin-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya, Dia Mahaluhur, Mahabijaksana.”

Kepada para Sahabat-Nabi-Muammad-saw., Allāh swt. pernah memberikan wahyu, sebagai berikut:

اغسلو رسول الله صل الله عليه وسلم وعليه ثيابه.
(رواه البيهقي عن عائشه, تاريخ الكامل جلد ٢ صف ١٦ ومشكوة باب الكرامات ص ٥٤٥)

Artinya: “Mandikanlah Rasūlu'l-Lāh «olla'l-Lōhu ‘alaihi wa ālihi wa sallam» bersama pakaiannya!” (HR al-Baihaqī, dari arat ‘Ā'isyah «roiya'l-Lōhu ‘anha»; lihat: Tārīkhu'l-Kāmil Jilid II, halaman 16; lihat pula kitab hadis Misykāt “Bābu'l-Kirāmāt”, halaman 545).

Inilah wahyu pertama dari Allah Yang Maha Mulia yang turun kepada para Sahabat «roiya'l-Lōhu ‘anhum» setelah wafatnya Rasūlu'l-Lōh saw..

Sementara itu, kata “wahyu” tidak harus berarti syariat atau hukum baru. Mari kita perhatikan QS [an-Nal] 16:69—70, sebagai berikut:

«Wa auā robbuka ila'n-nali ani'ttakhidzī mina'l-jibāli buyūta'wwa mina'sy-syajari wa mimmā ya’risyūn[a]. Tsumma kulī miŋ kulli'ts-tsamarōti fa'slukī subula robbiki dzululā[n], yakhruju mim-mbuūnihā syarōbum-mukhtalifun alwānuhū fīhi syifā'ul-lu'n-nās[i], inna fī dzālika la'āyatal-liqoumiy-yatafakkarūn[a]»

“Dan Tuhan engkau telah mewahyukan kepada lebah, ‘Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada kisi-kisi yang mereka buat; kemudian makanlah dari segala macam buah-buahan, dan tempuhlah jalan yang ditunjukkan Tuhan engkau dengan rendah hati.’ Keluarlah dari perut mereka minuman (madu) yang warna-warni. Di dalamnya ada daya penyembuh bagi manusia. Sesungguhnya dalam yang demikian itu ada tanda bagi orang-orang yang mau merenungkan!”

Di tempat lain, QS [Al-Qoo] 28:8, memfirmankan tentang turunnya wahyu Allāh ibunda Nabi Mūsā a.s.:

“Dan, Kami wahyukan kepada Ibu Musa, ‘Susuilah dia, lalu lemparkanlah dia ke dalam sungai dan janganlah engkau takut, dan jangan pula engkau berduka cita; sebab, sesungguhnya, akan Kami kembalikan dia kepada engkau, dan akan Kami jadikan dia salah seorang dari para Rasul.’”

--
Bilakhir:

#1 «Wa lā taqfu mā laisa laka bihī ‘ilm[un], inna's-sam’a wa'l-bashoro wa'l-fu'āda kullu ulā'ika kāna ‘anhu mas'ūlā[n]»

“AND follow not that of which thou hast no knowledge. Verily, the ear and the eye and the heart—all these shall be called to account.” QS [Banī Isrā'īl] 17:37)

“Dan, janganlah engkau ikuti apa yang tentang itu engkau tidak mempunyai pengetahuan. Sesungguhnya, telinga dan mata dan hati, tentang semuanya ini akan ditanya.” (QS 17:37—mushaf JAI)

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS 17:36—mushaf Depag RI)


#2 «Yā'ayyuha'l-ladzīna āmanu-jtanibū katsīrom-mina'zh-zhonn[i], inna ba’o'zh-zhonni itsmuw-walā tajassasū wa lā yaghtab-ba’ukum ba’ō[n], …»

“O YE WHO BELIEVE! Avoid most of suspicions; for suspicion in some cases is a sin. And spy not, nor back-bite one another. …” (QS [Al-ujurāt] 49:13—mushaf Jemaat Ahmadiyah Inggris Raya)

“Hai orang-orang yang beriman. Jauhilah banyak berprasangka, karena sebagian prasangka itu adakalanya merupakan dosa. Dan, janganlah kamu saling memata-matai, dan jangan pula sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. …” (QS 49:13—mushaf JAI)

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. …” (QS 49:12—mushaf Depag RI)