12 Butir Penjelasan PB JAI, di bawah tekanan politis Pemerintah-CS, so far--faktanya tetap (!)--tidak merubah keyakinan-keyakinan maupun sikap-sikap teologis Jemaat Ahmadiyah di Indonesia selama ini. Mereka mau 'nyerang atau 'nentang kita dr sisi telogis-kek, politik-kek atau apa pun nantinya, ayo aja deh! Silahkan! Toh-percuma, kagak bakalan mempan! Lha-wong kita bukan ancaman. Lagian, siapa-'ngancam-siapa.
Pernah suatu kali, seorang tokoh pemuda dan aktivis MKAI (sebut saja namanya AW) pernah ditanya oleh aktivis JIL bahwa mungkinkah suatu saat Ahmadiyah bisa menjadi seperti Wahabi. Dan, ternyata jawaban beliau hampir nggak jauh beda ama di benak saya. Memang, Umat Islam di Indonesia selama ini, ada yang sangat Arabi sebagaimana warga Muslim Ahmadi Indonesia ada yang sangat Pakistani. Hal yang jamak adalah dimana-mana Wahabi 'ngancam-sana 'ngancam-sini melalui metode pentakfirannya yang menggelikan. Lha kalau Ahmadi menjadi ancaman, apakah bisa? How come?
Tergantung. Tergantung psikis Ahmadi itu sendiri bagaimana ia menghayati asas ketakwaan dan makna transendental atas seluruh ibadah dan profesionalitas yg ia sandang. Ini yg hrs dicapai scr hakiki dan harus dipahami setiap Muslim Ahmadi sbgmn yg sering didengang-dengungkan Hadhrat Khalifah atba. dlm setiap khotbah beliau: Tercapainya tazkiyatu`n-nafs pd ranah "khalaqtu`l-jinn wa`l-ins illaa liya'buduun". Artinya, setiap ibadah harus berdasar pada motif tertinggi, yaitu teraihnya pencapaian hakiki yang ukhrowi yang totalitasnya mempengaruhi psikis mental dan perilaku yang lebih estetis, memberikan kontribusi kehidupan sosial yang lebih bermakna, lebih rasional, dan menjunjung nilai kebenaran luhur.
Nah-lantas, kita sebagai warga Ahmadi, mau akan/bisa diserang dari mana jika kita memiliki entitas tauhid macam itu? Apalagi, jika suatu Jemaat telah memiliki jaringan atau ikatan ukhwah sosial kemasyarakatan yang solid dg masyarakat maupun perilaku yang ramah terhadap ruang dan lingkungan hidup. Sungguh suatu akhlak yang mencerminkan perilaku "rahmatan lil-'aalamiin", bukan? Artinya, bukan "rahmatan lil-muslimiin", bukan "rahmatan lil-ahmadiyyiin", bahkan (ehm!) "rahmatan lil-Kebaayuuriin" (JAI-Kebayoran). ;-) Dan pasti--walhasil, kita nggak bakalan dituding mempraktekkan dakwah yg berparadigma sempit.
Yakni, kita pakai itu "Dakwah Ilallaah", bukan Dakwah Ilal-Islam, bukan Dakwah Ilal-Ahmadiyyah.
Dan pula, sungguh merupakan Dinamika Entitas Tauhid Ahmadi Kontemporer, yang membawa Wacana Kerahmatan Membangun Peradaban dunia yang humanis. Jadi, Ahmadiyah seharusnya bukanlah suatu ancaman. Kita 'nggak 'ngancam mereka--sejak dulu. Dan memang sudah begitulah seharusnya. ;-)
O ia, ... Artikel-FWD di bawah ini--tentunya--tdk mewakili pemikiran Jemaat Ahmadiyah.
Selamat membaca.
BAHAN Pengajian Tauhid Wahdatul Ummah ke-166
MASALAH Ahmadiyah (III)
Assalaamu'alaikum War. Wab..
Bismillaahi`r-rahmaani`r-rahiim
... [cutted] ...
DALAM perkembangan modern dewasa ini, agama Islam yang merupakan salah satu agama baru yang paling cepat pertumbuhannya di dunia selama 15 abad
terakhir, ternyata tidak sepi dari fenomena gerakan sempalan. Sebut saja
Ahmadiyah yang kini merupakan gerakan sempalan utama dalam Islam. Berpusat
di London, dengan rentang organisasi kurang lebih di 180 negara, terutama
di Eropa dan Afrika, maka Ahmadiyah adalah sebuah gerakan sempalan yang
eksis.
Dengan berpusat di kota London, maka Ahmadiyah mudah diberi stigma sebagai
alat politik Barat untuk memecah belah umat Islam. Di seluruh wilayah
mainstream kaum Muslimin, Ahmadiyah dilarang, baik oleh pemerintah maupun
oleh otoritas keagamaan lokal.
Ahmadiyah datang ke Indonesia tahun 1925. Terdapat dua kelompok, yaitu
pertama, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) atau Ahmadiyah Qadiyani yang
meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
Markas Pusatnya di Parung, Bogor kini disegel polisi setelah serbuan massa
Islam.
Kedua, Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) atau Ahmadiyah Lahore, berpusat
di Yogyakarta. GAI tidak mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi,
melainkan sebagai pembaharu saja.
Satu catatan, mainstream kaum Muslimin di dunia tidak mengakui MG Ahmad
baik sebagai mujaddid (pembaharu) apalagi nabi. Nabi terakahir adalah
Muhammad saw. Tidak ada lagi nabi sesudahnya, Di Yogyakarta GAI berbaur
dengan masyarakat sekitar, bersifat inklusif, sehingga rumah ibadat dan
fasilitas pendidikan mereka tidak diganggu masyarakat sekitar. Tindak
kekerasan massa Islam terjadi terhadap orang-orang Ahmadiyah Qadian yang
bersifat eksklusif dimana fasilitas ibadat dan kompleks pemukiman mereka
bersifat tertutup.
Berbeda dengan JAI yang memiliki struktur organisasi internasional yang
berpusat di London. GAI merupakan organisasi nasional. Hubungan
internasional dengan GAI di negara-negara lain bersifat jaringan saja,
tanpa otoritas internasional yang terpusat.
Pada tahun 1980, MUI memfatwakan bahwa Ahmadiyah Qadiyani (JAI) adalah
sesat. Sedangkan Ahmadiyah Lahore (GAI) tidak disebut-sebut. Kemudian
dalam fatwa MUI tahun 2005 terjadi perluasan, baik Ahmadiyah Qadiyani
maupun Lahore yang sama-sama mengakui kitab wahyu MG. Ahmad Tadzkirah
sebagai pedoman, keduanya dinyatakan sesat oleh MUI. Satu catatan, bahwa
tindak kekerasan terhadap warga JAI terjadi baik sebelum maupun sesudah
fatwa MUI, sehingga fatwa MUI tidak dapat disebut sebagai satu-satunya
pemicu tindak kekerasan. Faktor eksklusivisme Ahmadiyah Qadiani sendiri
adalah penyebab utama, seperti kasus Sidasari, Majalengka yang terjadi
baru-baru ini (28/1/08) seperti diungkap pada Pengajian ke-165 yang lalu,
penyebab utamanya adalah eksklusivisme kaum Qadiani itu. Ini salah satu
bukti kegagalan implemantasi 12 butir JAI.
Namun, oleh alasan apapun penyerangan itu tidak dapat dibenarkan.
Pada tahun 2005, Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan
Masyarakat) dengan dasar pertimbangan hukum UU PNPS No. 1 tahun 1965 yo UU
No. 5 Tahun 1969, merekomendasikan kepada Presiden Republik Indonesia agar
organisasi, kegiatan, ajaran, dan buku-buku JAI (Qadiani) dan GAI (Lahore)
dilarang di seluruh wilayah hukum NKRI dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia.
Sementara SK Presiden belum turun, dalam rapat tingkat menteri yang
dihadiri Jaksa Agung, Abdurrahman Saleh, disarankan agar terlebih dahulu
dilakukan dialog dengan pihak Ahmadiyah. Sebagai tindak lanjut dalam rapat
interdep tingkat eselon I disepakati untuk melakukan dialog terlebih
dahulu dengan pihak Ahmadiyah sebelum menempuh jalur hukum.
Tetapi Fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005 telah dengan tegas
menyatakan 3 hal, yaitu: 1. bahwa Ahmadiyah sesat, 2. mengajak agar mereka
kembali kepada jalan yang benar, dan 3. meminta Pemerintah membubarkan
Ahmadiyah.
Dengan perkembangan itu, Menteri Agama Maftuh Basuni memerintahkan
Kabalitbang dan Diklat Departemen Agama, Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar,
untuk melakukan dialog dengan JAI untuk mencari solusi terbaik. Ajakan
dialog disambut baik JAI.
Dialog berjalan sebanyak 7 kali putaran, yaitu tanggal 7 September, 2
Oktober, 8 November, 29 November, 6 Desember 2007, 19 Desember 2007, dan
14 Januari 2008. Selain dialog keenam tgl. 19 Desember 2007 yang bertempat
di Mabes Polri dan dipimpin oleh Kaba Intelkam Polri, Irjen Pol. Saleh
Saaf, seluruh dialog berlangsung di Kantor Badan Litbang dan Diklat Depag
dan dipimpin oleh Prof. Atho Mudzhar. Dialog dihadiri Ditjen Bimas Islam,
Ditjen Kesbangpol Depdagri, dan Deputi Menko Kesra Bidang Agama, delegasi
JAI yang dipimpin Amir Abdul Basit.
Sejak pertemuan keempat dan seterusnya, dialog dihadiri juga oleh KH. Agus
Miftach mewakili tokoh masyarakat, Badan Intelkam Polri, dan JAM Intel
Kejaksaan Agung, kecuali pada pertemuan ketujuh unsur Kejagung tidak hadir.
Khusus pada pertemuan ketujuh, tgl 14 Januari 2008, dialog dihadiri juga
oleh Deputi Seswapres Bid. Kesra, Prof. Dr. Azyumardi Azra dan 4 orang
wakil dari PB GAI.
Di awal Dialog ke-7, Pemerintah menawarkan sejumlah pilihan bagi pemecahan
persoalan Ahmadiyah di Indonesia, a.l.:
- Pembubaran JAI oleh Pemerintah,
- Pembubaran JAI oleh Pengadilan,
- Warga Ahmadiyah dikategorikan sebagai non-muslim, atau
- Diterima sebagai salah satu aliran dalam komunitas Muslim Indonesia, dsb.
Ahmadiyah memilih ingin diterima sebagai salah satu aliran dalam komunitas
Muslim Indonesia, maka Pemerintah menyarankan agar JAI menjelaskan kepada
masyarakat tentang posisi keyakinan dan kemasyarakatannya. Maka muncullah
12 butir Penjelasan JAI yang ditandatangani pada tanggal 14 Januari 2008
dan diumumkan pada tanggal 15 Januari 2008.
Status 12 Butir Penjelasan itu bukan kesepakatan antara Depag dengan JAI,
melainkan pernyataan JAI sendiri. Fungsi dialog hanyalah memberikan
nasehat kepada JAI mengenai kemungkinan respon masyarakat terhadap setiap
butir Penjelasan JAI. Copy 12 butir Penjelasan JAI telah dikirimkan kepada
Sekum MUI, HM. Ichwan Sam, melalui fax, pada tanggal 14 Januari 2008
sekitar Pukul 19.30 wib dan satu copy lagi dikirimkan kepada Ketua MUI,
KH. Ma'ruf Amin, melalui kurir pkul 21.00 wib hari itu juga. MUI menerima
copy Penjelasan JAI itu langsung dari Departemen Agama pada kesempatan
pertama sebelum diumumkan melalui media massa.
Isi selengkapnya 12 butir Penjelasan JAI adalah sebagai berikut:
1. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua
kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad
Rasulullah SAW yaitu, Asyhadu anlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah, artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada
tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah
Rasulullah.
2. Sejak semula kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad
Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup).
3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah
seorang guru, mursyid, pembawa berita gembira dan peringatan serta
pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin Jemaat Ahmadiyah yang
bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW.
4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai'at yang
harus dibaca oleh setiap calon anggota Jemaat Ahmadiyah bahwa yang
dimaksud adalah Nabi Muhammad SAW, maka kami mencantumkan kata Muhammad di
depan kata Rasulullah.
5. Kami warga Jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa:
a. Tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW;
b. Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah sumber ajaran
Islam yang kami pedomani.
6. Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan
pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan
dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada tahun 1935,
yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).
7. Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan
orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
8. Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut masjid
yang kami bangun dengan nama Masjid Ahmadiyah.
9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola oleh
Jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan
manapun.
10. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sebagai Muslim selalu melakukan pencatatan
perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan
perkara-perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11. Kami warga Jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturrahim dan
bekerjasama dengan seluruh kelompok/golongan umat Islam dan masyarakat
dalam perkhidmatan sosial kemasyarakatan untuk kemajuan Islam, bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
12. Dengan penjelasan ini, kami Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(PB JAI) mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam
umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat
ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tgl 15 Januari 2008, diselenggarakan Rapat Bakor Pakem di Kejagung,
dipimpin JAM Intelijen, Wisnu Subroto. dihadiri: Kabalitbang dan Diklat
Depag, Kaba Intelkam Polri, Direktur Sospol, Kasubdit Pakem, wakil
Depdagri, wakil Kementerian Budaya dan Pariwisata, Deputi II BIN, dan
Asisten Intelejen Kejati DKI Jakarta. Rapat me review hasil Rakor Pakem
tahun 2005, dan 12 butir Penjelasan JAI, 14 Januari 2008. Rapat itu
menghasilkan 5 butir keputusan.
1. Bakor Pakem telah membaca dan memahami isi 12 butir Penjelasan Pengurus
Besar Jemmat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang disampaikan dan ditandatangani
oleh PB JAI atas nama H. Abdul Basit serta diketahui dan ditandatangani
oleh Instansi Pemerintah dan para tokoh Agama Islam pada tanggal 14
Januari 2008.
2. Bakor Pakem setelah membahas isi 12 butir Penjelasan PB JAI menilai
perlu memberikan kesempatan kepada JAI untuk melaksanakan 12 butir
Penjelasan tersebut dengan segala konsekuensinya secara konsisten dan
bertanggung jawab.
3. Bakor Pakem akan terus memantau dan mengevaluasi perkembangan atas
pelaksanaan isi 12 butir Penjelasan PB JAI dimaksud di seluruh wilayah RI.
4. Apabila terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan 12 butir Penjelasan
PB JAI maka Bakor Pakem akan mempertimbangkan penyelesaian lain sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5. Bakor Pakem menghimbau semua pihak untuk dapat memahami maksud dan
tujuan itikad baik PB JAI sebagai bagian dari membangun kerukunan umat
beragama dengan mengedepankan kebersamaan serta menghindari
tindakan-tindakan anarkis dan destruktif.
Pada 16 Januari 2008 pukul 15.30 WIB: Sekjen Depag, Dirjen Bimas Islam,
dan Kabalitbang Depag, serta Kaba Intelkam Polri, bertemu Pimpinan MUI di
kantor MUI untuk menjelaskan posisi 12 butir JAI dan hasil Rapat Bakor
Pakem. Dari pimpinan MUI hadir a.l.: K.H. Ma'ruf Amin, Prof. DR. K.H. Umar
Syihab, K.H. Cholil Ridwan, H. Amidhan dan H. Ichwan Syam. Setelah
pertemuan itu, MUI mengeluarkan Press Release yang ditandatangani K.H.
Ma'ruf Amin (ketua) dan Drs. H.M. Ichwan Sam (Sekretaris Umum),
disampaikan pada konferensi pers, pukul 18.30 WIB sbb.:
1. Bahwa 12 (dua belas) butir penjelasan yang disampaikan Pengurus Besar
Jema'at Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) di hadapan rapat BAKOR PAKEM Selasa,
15 Januari 2008 bukan merupakan kesepakatan antara PB JAI dengan
Departemen Agama RI, tetapi merupakan pernyataan sikap dari PB JAI sendiri.
2. Bahwa BAKOR PAKEM, belum membuat keputusan apapun tentang status hukum
Ahmadiyah.
3. Bahwa BAKOR PAKEM akan terus mengkomunikasikan masalah penyelesaian
Ahmadiyah ini dengan Majelis Ulama Indonesia.
4. MUI berpendapat bahwa 12 butir penjelasan Ahmadiyah tersebut belum
menunjukkan dan mencerminkan adanya perubahan sikap dan keyakinan dari
Ahmadiyah dari sikap dan keyakinan awalnya.
5. Untuk penyelesaian masalah ini, MUI mendorong pemerintah untuk segera
menyelesaikan masalah ini dan menghimbau masyarakat dan ummat Islam untuk
tenang dan tidak melakukan tindakan sendiri-sendiri yang melanggar
hukum.[] (AM/persatuan.web.id)
--
*istgfr+tsbh+slwt+wßlm*
"Don't hate one another and don't be jealous of one another, and don't
boycott one another and be servants of God as brethren." --Muhammad saw.
"Hatred doesn't cease by hatred, but only by love; this is eternal rule."
--Budha a.s.
"Love your enemies!" --Jesus a.s.
"Love for All, Hatred for None!" --Mirza Nasir Ahmad r.h.
--
"Avoid the crowd. Do your own thinking independently. Be the chess player,
not the chess piece." --Ralph Charell