HKBP Filadelfia "Gugat" Tuhan di Wantimpres; {Sejuk.org; bit.ly/K3FioH}

From: thowik anwary; date: 2012/5/16

"YA Tuhan, yang sedang kami bangun adalah rumah-Mu. Kami ingin membangun gereja. Mengapa begitu rupa ujian yang harus kami tanggung untuk bisa mendirikannya?" Protes Pendeta Palti Panjaitan, Pimpinan HKBP Filadelfia, kepada Tuhan ketika pada suatu waktu ia pernah merasa hampir putus asa menghadapi penolakan dari kelompok massa Jejelen Jaya yang intoleran dan Bupati Bekasi yang tidak mematuhi amar putusan PTUN Bandung yang berketetapan hukum inkrah.

"Tuhan, mengapa pula kami dilahirkan di Indonesia, bukan Amerika yang warganya diberikan jaminan hak dan kebebasan dalam menjalankan ibadah?" tambah Pendeta Palti. Namun begitu, Pendeta Palti selalu meneguhkan dirinya dan jemaatnya agar terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak konstitusionalnya: kemerdekaan beribadah dan mendirikan gereja. "Tuhan pasti punya skenario yang lebih adil buat kami."
Gugatan-gugatan atas ketidakadilan yang setiap hari Minggu menimpa jemaatnya itu ia sampaikan kepada Albert Hasibuan, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bagian Hukum, bersama staf-stafnya di kantor Wantimpres, Jl. Veteran III, Kamis, 14 Mei 2012. Ia dan salah seorang jemaatnya menghadap Wantimpres, didampingi kuasa hukumnya, Thomas E. Tampubolon, Saor Siagian, dan Judianto Simanjutak, untuk mengadukan pengabaian hukum Pemerintah Kabupaten Bekasi, dalam hal ini Bupati Bekasi Sa'aduddin, terkait penyegelan gereja HKBP Filadelfia di Jejalen Jaya, Tambun Utara, Bekasi dan pelarangan ibadah terhadap jemaatnya. Kontras dan SEJUK juga hadir dalam audiensi yang berlangsung pkl. 11.00 sampai 12.00 itu.

Pada kesempatan itu ia juga menguraikan mahalnya ongkos-ongkos sosiologis dan psikologis akibat dari kebijakan diskriminatif dan pelanggaran hukum yang dilakukan Bupati Bekasi. Sebab, jemaat HKBP dan kelompok warga yang intoleran setiap harinya hidup berdampingan dan saling berinteraksi. Bahkan, secara umum, menurut uraian Pendeta Palti, masyarakat dan kepala desa Jejalen Jaya sangat baik terhadap warga yang merupakan jemaat HKBP Filadelfia. Setiap ada hajatan mereka selalu mengundang jemaat, begitupun sebaliknya. Setiap pagi jemaat tetap saja membeli sayur dari warga yang jelas-jelas menentang jemaat HKBP Filadelfia beribadah. Jemaat juga dari Senin sampai Sabtu tetap mempekerjakan mereka untuk kerja-kerja rumah tangga ataupun ojek mengantar anak-anak jemaat HKBP Filadelfia ke sekolah.

"Dari Senin sampai Sabtu kami dengan kelompok warga yang intoleran pun berbaur, hidup damai. Tetapi, kalau hari Minggu mereka sangat membenci dan berusaha memerangi kami." Ia sangat menyayangkan mengapa situasinya dibiarkan pemerintah sampai berkembang menjadi aksi-aksi intoleran. Hal tersebut yang kemudian menumbuhkan trauma dan salah paham dari generasi-generasi yang masih belia. Akibat kebijakan yang salah dari pemerintah, kebencian tertanam dalam diri anak-anak.

"Ada anak-anak muslim yang sebenarnya tidak berdosa tetapi setiap Minggu ikut menentang kami beribadah. Mereka mulai terpengaruh memusuhi dan meneriakkan kata-kata yang tidak semestinya terhadap kami. Sebaliknya, di antara anak-anak kami ada yang setiap menyaksikan berita di televisi yang menayangkan Presiden SBY sampai harus menutup mata karena menganggap SBY telah membiarkan gerejanya ditutup dan setiap hari Minggu dilarang beribadah. Ada pula yang sampai berani mengusir tamu muslim kami yang memakai jilbab, padahal yang bertamu itu bukan orang yang menghadang kami beribadah." Pendeta Palti prihatin sekali dengan situasi-situasi intoleransi yang semakin meninggi. Tetapi, ia senantiasa mengabarkan kepada jemaatnya sikap-sikap penghargaan dan penuh kasih kepada sesama manusia, meskipun berbeda iman dan membenci kami. Ia pun menuturkan, "Kami tidak mau anak-anak tumbuh dalam atmosfer permusuhan."

Pembiaran pemerintah terhadap berbagai aksi kekerasan atas nama agama membuat kelompok-kelompok intoleran merasa kebal hukum. Akibatnya, mereka terus mengulangi aksi-aksinya. Sehingga semakin menjadi-jadi ragam kasus yang menimpa jemaat Ahmadiyah, Syiah, GKI Yasmin, sampai yang terkini, pembubaran paksa diskusi Irshad Manji di Salihara dan penyerangan di LkiS. Itulah yang sedang menggejala dalam kehidupan bangsa ini.

Karena itu, terkait kasus HKBP Filadelfia, Presiden SBY harus tegas memerintahkan Bupati Bekasi agar mematuhi keputusan PTUN Bandung. Presiden juga mesti mengevaluasi kinerja kepolisian, Kapolri, Polsek Tambun dan Polres Kota Bekasi, yang tidak menindak para pelaku yang mengancam (hate speech), seperti anjuran pembunuhan terhadap Pendeta Palti, dan berbagai tindak intoleransi sekelompok warga yang menghalang-halangi jemaat HKBP untuk menunaikan kebaktian, ibadah, yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Negara harus hadir. Presiden tidak boleh berpangku tangan lagi.

Penyampaian informasi kasus pengabaian hukum beserta harapan-harapannya terhadap presiden itulah yang dititipkan pimpinan jemaat HKBP Filadelfia kepada Dr. Albert Hasibuan, S.H, selaku Wantimpres bagian hukum.

Albert Hasibuan dalam pertemuan tersebut berjanji merespon harapan-harapan dari pihak HKBP Filadelfia dan mempelajari seluruh informasi yang masuk untuk kemudian dijadikan advice buat Presiden SBY. Sebab, Albert Hasibuan menyadari betul, berdasarkan data-data yang ia peroleh, fakta kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia semakin memburuk.

Pernyataan masygul Albert Hasibuan pun memungkasi audiensi itu, "Saya tahu masyarakat internasional memantau meningkatnya intoleransi atas nama agama di Indonesia. Untuk itu, semua informasi dan bahan-bahan yang ada tentang HKBP Filadelfia, Bekasi, akan saya cerna secara mendalam agar mendapatkan solusi menyeluruh yang mampu menjangkau semuanya." [SEJUK]

Sumber:
http://www.sejuk.org/berita/61-berita/226-hkbp-filadelfia-menggugat-tuhan-di-wantimpres.html