[Khotbah Jumat Imam Jemaat Islam Ahmadiyah Internasional] [Tanggal 5 Juni 2009] Hikmah Ayat Kursi

km5
Khotbah Jumat Imam Jemaat Islam Ahmadiyah Sedunia Hadhrat Sayyidina Amirul Mukminin Khalifatul Masih V—Mirza Masroor Ahmad atba. Tanggal 5 Juni 2009 dari Baitul Futuh London, Inggris Raya


«Tasyahud, taawud, dan QS [Al-Fâtiĥah] 1:1—7»
«Tasyahud, taawud, dan QS [Al-Fâtiĥah] 1:1—7»

qs002 256
“«Allâhu lâ ilâha illâ huwa`l-ĥayyu`l-qayyûm[u], lâ ta`khudzuhû sinatu`w-walâ naum[un], lahû mâ fi`s-samâwâti wa mâ fi`l-`ardh[i], maŋ-dza`l-ladzî yasyfa’u ‘indahû illâ bi`idznihî, ya’lamu mâ bainâ aidîhim wa mâ khalfahum, walâ yuĥîthûna bisyai`im-min ‘ilmihî illâ bimâ syâ`[a], wasi’a kursiyyuhu`s-samâwâti wa`l-ardh[a], walâ ya`ûduhû ĥifzhuhumâ, wahuwa`l-‘aliyyu`l-‘azhîm[u]»—Allah, tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Tegak atas Zat-Nya sendiri dan Penegak segala sesuatu. Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur. Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Siapa dapat memberi syafaat di hadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya? Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka; dan mereka tidak menguasai barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi; dan tidaklah memberatkan-Nya menjaga keduanya; dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS [Al-Baqarah] 2:256)

Setelah melafalkan tasyahud dan taawud kemudian tilawat ayat-ayat QS 1:1—7 dan 2:256 tadi, Hudhur atba. bersabda:


AYAT tadi dikenal sekali dengan nama Ayat Kursi.

Ada sebuah hadis yang Hadhrat Abu Hurairah r.a. riwayatkan bahwa Hadhrat Rasulullah saw. bersabda, “Setiap benda mempunyai bagian tertinggi sebagai puncaknya. Bagian puncak tertinggi adalah QS Al-Baqarah. Di dalamnya terdapat sebuah ayat yang menjadi penghulu semuanya yaitu Ayat Kursi.”

Ada lagi sebuah riwayat, Hadhrat Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang tidur setelah membaca sepuluh ayat dari Surah Al-Baqarah, maka syaitan tidak akan masuk ke dalam rumah itu sampai tiba waktu subuh. Di antara sepuluh ayat itu adalah Ayat Kursi.”

Sabda Hadhrat Rasulullah saw. ini bukan setakat membaca ayat saja terus langsung tidur, namun—ayat ini dan yang lainnya—harus seseorang baca sambil memperhatikan dan merenungkan makna dan kandungan tafsirnya. Kemudian, mengintrospeksi diri dan bermuhasabah sampai di mana ia telah mengamalkan hukum-hukumnya sesuai ayat tersebut dan sampai di mana telah mengadakan perubahan diri dan telah berusaha mensucikan diri. Setelah bermuhasabah dan mengenal diri, ia harus berjanji dalam hati untuk mengadakan perubahan dan mensucikan dirinya. Tekad serupa itu yang mampu menjauhkan diri dari syaitan.

Di antara sepuluh ayat yang telah disebutkan tadi, ada empat ayat pertama dari Alquran Surah Al-Baqarah (QS 2:2—5) yang di dalamnya terlukis tentang amal suci ‘orang yang beriman’ (mukmin). Sesudah itu adalah Ayat Kursi ditambah Dua-ayat-berikutnya yang di dalamnya tergambar sifat-sifat Allah swt.. Dan tiga lagi adalah Ayat-terakhir-Surah-Al-Baqarah (QS 2:285—287). Ayat terakhir dari ketiga ayat itu telah saya jelaskan tafsirnya pada khotbah jumat lalu (29/5) beserta kutipan sabda-sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s..

SEBELUM saya jelaskan Ayat Kursi, terlebih dahulu akan dijelaskan ‘empat ayat pertama surah Al-Baqarah’ itu. Berikut ini akan saya bacakan sebuah kutipan sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tentang tafsir keempat ayat yang memberi bimbingan kepada kita guna memahami maksud serta tujuan dan tafsir ayat-ayat itu:

QS002 002-005
«[Pertama]», Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Selama tidak ada‘ilal arba’ah (empat keistimewaan) di dalam sebuah kitab, maka kitab itu tidak bisa dikatakan sebuah kitab yang sempurna. Maksud dari ‘ilal arba’ah adalah empat keistimewaan dasar. Jika terdapat keempat asas keistimewaan itu dalam sebuah kitab, barulah kitab itu disebut kitab yang kamil atau sempurna.

“Itu sebabnya, Allah swt. telah menguraikan ‘ilal arba’a dalam ayat-ayat Alquran ini, yaitu ada empat macam. Pertama, ‘illat fa’il; kedua, ‘illat madhi; ketiga, ‘illat suri; dan keempat, ‘illat ghaii.

“Semua ‘illat itu mencapai kesempurnaannya. Maka, «الۤمّۤ [alif -lâm-mîm]» mengisyaratkan pada [kaidah] ‘Illat Fa’il [dalam tata bahasa Arab], yang artinya: Anâ Allâhu a‘lamu—Aku Allah Yang Maha Mengetahui, Yang telah menurunkan Kitab ini.
“Jadi, oleh karena Allah swt. adalah ‘Illat Fa’il, maka pelaku Yang telah Menurunkan Kitab Alquran ini adalah Zat Yang Maha Gagah Perkasa dan Kamil (sempurna) yang tiada tandingan-Nya. Sehingga, dalil kesempurnaan Kitab Alquran dan tantangan terhadap lawan telah diberikan Allah swt. dimulai dari permulaan tiga huruf «الۤمّۤ» ini.

“Orang-orang yang beriman kepadanya tidak boleh merasa takut dari apa pun dan jangan terpengaruh oleh rasa rendah diri. Sebab, surah ini terdapat di dalam Kitab Allah Yang tidak bisa dipahami setiap orang.

“Terdapat tantangan terbuka terhadap lawan bahwa tidak ada satu surah pun di dalam Alquran yang bisa ditiru sekalipun semua lawan bersatu-padu untuk membuatnya, mereka samasekali tidak akan bisa membuatnya. Ringkasnya, mengapa Alquran disebut Kitab yang Kamil, sebab Yang telah Menurunkan Kitab Alquran ini adalah Tuhan Yang Kamil, Yang Memiliki semua Kudrat dan ‘Alimul Ghaib.”

Yang «kedua», beliau (Hadhrat Masih Mau’ud) a.s. bersabda, “Perkataan yang mengisyaratkan kepada ‘Illat Mâdhi yaitu: «ذٰلِكَ اْلكِـتٰبُ [dzâlika`l-kitâb]»; yakni, inilah Kitab yang telah diturunkan Tuhan Yang Kamil, Yang memiliki semua ilmu yang sempurna. Bahkan, Allah swt. berfirman, ‘Ilmu-Ku sangat luas tidak terbatas.’ Manusia tidak bisa meliput ilmu-Nya. Allah swt. telah memberi tahu sebagian dari ilmu-Nya yang sangat luas itu kepada kita melalui Hadhrat Nabi Muhammad saw..”

Hal «ketiga» yang telah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. jelaskan adalah, “Perkataan yang mengisyarahkan kepada Illati Suri adalah «لاَ رَيْبَ فِيْهِ [lâ raiba fîh]», yakni: Kitab ini suci tiada keraguan di dalamnya. Apa pula yang akan diragukan jika Kitab ini telah turun dari Allah swt. Yang Maha Mengetahui, yang kesahihan dan kesucian serta kebersihan isinya tiada tanding, tidak mengandung barang keraguan sedikitpun? Kesempurnaannya tidak mengandung keraguan dan sangat kokoh.”

Selanjutnya, beliau a.s. bersabda tentang hal «keempat», yakni Illat Gha`ii yang mengisyaratkan kepada perkataan «هُدًى لِّلْمُتَّقِـينَ [hudal-li`l-muttaqîn]» bahwa Kitab ini merupakan petunjuk sempurna bagi para muttaqi (orang yang bertakwa). Melalui Alquran ini, manusia memperoleh hidayah sebanyak-banyaknya untuk menjadi muttaqi.

Dengan merenungkan ajaran Kitab Suci Alquran dan mengamalkannya, akan terbuka jalan-jalan baru tentang hidayah dan irfan Ilahi.

Itulah «empat macam perkara» yang harus selalu kita ingat saat mengkaji Kitab Suci Alquran. Kita harus beriman serta yakin secara sempurna kepadanya. Baru, kita akan memperoleh bimbingan Allah swt. guna mendapat pengertian yang sebenarnya akan kandungan rahasia Alquran.

BAIKLAH, sekarang akan saya jelaskan tentang Ayat Kursi. Dalam ayat ini pun, terdapat pokok pembicaraan tentang jamî’u`s-sifât (kumpulan sifat-sifat) Allah swt. yang mendalam.

Pada permulaan, Ayat [Kursi] ini dimulai dengan nama Allah swt.. Apa Allah itu?
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Allah adalah nama Zat Tuhan, Yang menjadi wujud, Yang merangkum semua sifat-sifat-Nya. Itulah yang disebut `Ismu ‘Azham, yang mengandung berkat-berkat sangat Agung.

“Akan tetapi, bagi orang yang sama-sekali tidak ingat kepada Allah, faedah serta berkat apa yang akan ia ambil dari-Nya? Maka, apabila seorang mendakwakan diri sebagai mukmin yang benar, harus meyakini Tuhan sebagai sumber semua kekuatan dan ia harus beriman kepada semua sifat-sifat-Nya yang demikian luas melingkupi segala sesuatu tanpa batas sehingga pikiran manusia tidak bisa menjangkaunya. Bila iman sudah mencapai tahapan demikian, maka barulah manusia akan selalu ingat kepada Tuhan.

“Banyak sekali manusia yang terlibat di dalam berbagai macam keburukan atau timbul kemalasan dan kelengahan dalam menjalankan perintah-perintah Tuhan atau dalam menunaikan hak-hak Allah swt. dan hak-hak sesama hamba-hamba-Nya karena manusia sudah tidak ingat lagi kepada Tuhan. Manusia tidak tahu bahwa pandangan Tuhan, setiap saat atau setiap detik, selalu tertuju kepada gerak-gerik manusia.”

Pada suatu ketika, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Tuhan berfirman kepada saya agar saya memberi tahu jemaat saya, barangsiapa yang telah beriman dan imannya tidak dicampuri dengan keduniaan, dan imannya itu tidak dicampuri kemunafikan dan sifat penakut, yaitu iman yang mempunyai kualitas, orang demikianlah yang disukai Allah swt..

“Allah swt. berfirman, ‘Langkah seperti itu merupakan langkah yang memiliki nilai kebenaran.’”

Kita harus berusaha sekurang-kurangnya meraih ‘iman kepada Allah swt.’ yang demikian dan berusaha melangkah demi memperoleh derajat yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. jelaskan.

PADA permulaan Ayat [Kursi] yang telah Allah swt. firmankan «اللهُ لاَ إِلٰه إِلاَّ هُـوَ [Allâhu lâ ilâha illâ huwa]», maksudnya adalah hanya kepada Tuhan-lah kita harus pusatkan perhatian, sebab hanya Dia-lah Tuhan Yang patut kita sembah; tiada Tuhan lain yang patut disembah.”

Telah diterangkan dengan jelas bahwa Allah swt. merupakan Jamî’u`s-sifât dan Pemilik semua qudrat (ketetapan) dan kekuasaan. Setiap orang harus menghindar diri dari semua sesembahan palsu. Hanya Dia satu-satunya Zat Yang patut disembah.

Bila Anda telah sungguh-sungguh bersujud kepada Tuhan Yang Esa ini, maka Anda akan menjadi penerima berbagai macam nikmat dan berkat dari-Nya.

Di dunia ini, setiap benda ada gantinya, namun bagi Allah swt. tiada gantinya. Bila orang sudah tahu bahwa bagi Tuhan tiada ganti, maka alangkah bodohnya manusia jika Tuhan Yang Tiada gantinya ini ditinggalkan atau merubah prioritas dengan wujud lain sekalipun hanya sementara.

Bagi seseorang yang tak bertuhan bisa saja ia lakukan demikian sambil berkata “Saya tidak percaya kepada Tuhan, mengapa saya harus hadir di hadapan-Nya?”. Namun, bagi seseorang yang mengaku diri muslim yang mengatakan «اللهُ لاَ إِلٰه إِلاَّ هُـوَ» tetapi dia memberikan prioritas lebih banyak kepada hal-hal duniawi dibanding kepada Allah, maka nasibnya sungguh malang sekali.

Sehubungan dengan itu, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Tuhan, tiada sekutu bagi-Nya. Selain Dia, tiada yang patut disembah dan patut ditaati. Hal tersebut dikatakan demikian sebab bila ada sekutu bagi-Nya, barangkali kekuatan musuh akan mengungguli kekuatan-Nya. Dalam keadaan demikian makrifat Ilahi akan berada pada posisi yang berbahaya.

“Kedudukan Allah swt. dan makrifat-Nya akan berada dalam posisi yang berbahaya. Apa yang difirmankan «اللهُ لاَ إِلٰه إِلاَّ هُـوَ—selain Dia, tiada yang patut disembah», maksudnya adalah:

“Dia-lah Tuhan Yang Kamil, Yang sifat-sifat-Nya, kemuliaan-Nya, dan kesempurnaan-Nya demikian luhur dan agung. Sekalipun, umpamanya dari benda-benda yang nampak, disebabkan sifat-sifat benda itu begitu kamil dan sangat agung, seseorang ingin memilihnya sebagai tuhan atau di dalam hati seseorang timbul perkiraan adanya tuhan lain yang sifat-sifatnya sangat tinggi dan luhur, maka Allah swt.-lah Pemilik sifat-sifat yang paling tinggi.

“Tiada yang lain yang lebih tinggi dan lebih agung dari Allah. Dia-lah Tuhan. Walau, hanya sedikit menyekutukan-Nya dengan sesuatu merupakan dosa besar.”

Maka, di dalam hati seorang mukmin akan timbul rasa takut (baca: “cinta”—Ed.) kepada Tuhan jika sabda Hadhrat Masih Mau’ud a.s. tersebut selalu diingat dalam hatinya, “Dia-lah Tuhan. Walau, hanya sedikit menyekutukan-Nya dengan sesuatu merupakan dosa besar.” Dia akan selalu bermuhasabah.

Banyak sekali hal yang nampak di hadapan kita setiap hari yang tanpa disadari kita berbuat aniaya terhadap diri sendiri karena menyekutukan Tuhan. Kita lupa bahwa Allah adalah Rabb kita Yang rububiyat-Nya tersebar luas memenuhi semesta langit dan bumi.

Semoga Allah swt. menutupi kelemahan kita seperti itu dengan selimut magfirat dan rahmat-Nya kepada kita.

QS021 088

“…Lâ ilâha illâ anta, subĥânaka, innî kuntu mina`zh-zhâlimîn[a]—Tiada Tuhan selain Engkau, Engkaulah Maha Suci. Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang aniaya.” (QS [Al-`Anbiyâ`] 21:88)

Untuk memperoleh bimbingan lurus ke arah tauhid «اللهُ لاَ إِلٰه إِلاَّ هُـوَ», maka doa ini sangat penting sekali dan harus dibaca sebanyak-banyaknya, yaitu:

QS021 088

Artinya, setelah berfirman «Allah adalah Tuhan kalian yang patut disembah dan Tuhan Yang Maha Sejati», Dia berfirman, “«الحـيّ القيّوم [al-Ĥayyu`l-Qayyûm]», yakni Tuhan Yang Maha Hidup selama-lamanya dan Maha Berdiri sendiri di atas Zat-Nya.”

«الحـيّ [al-Ĥayy] artinya, bukan hanya Dia sendiri Zat Yang Maha Hidup, melainkan Dia Pemberi kehidupan kepada semua makhluk-Nya.

Dan, «القيّوم [al-Qayyum]» artinya, bukan hanya Tuhan Yang Berdiri sendiri pada Zat-Nya, melainkan Dia Penegak setiap makhluk dan benda pada alam semesta ini.
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Arti harfiah ayat “«الحـيّ القيّوم» ini adalah Tuhan Yang Maha Hidup dan Yang Maha Berdiri pada Zat-Nya.

“Jadi, jika «Dia-lah Yang Hidup dan Dialah Berdiri di atas Zat-Nya», maksudnya adalah bahwa setiap benda yang nampak kepada setiap orang mendapat kehidupan dari-Nya. Setiap benda yang berada di langit dan bumi ini, telah berdiri karena Zat-Nya.

“Sehingga, dengan mengatakan hidup dan berdiri-Nya Tuhan, meyakinkan para mukmin dengan firman-Nya, ‘Jangan sekali-kali terlibat dalam desakan dan keserakahan duniawi. Yakinlah sepenuhnya terhadap janji-janji yang telah Aku berikan kepada para mukmin. Kehidupan anak-keturunan engkau dan kelanggengan mereka terpulang kepada sangat eratnya hubungan mereka dengan Aku dan dengan Jemaat-Ku juga. Disebabkan keadaan sarana duniawi yang tidak menentu, jangan libatkan diri hanya sibuk dalam memikirkan hal itu. Beribadah (baca: “bekerja keras”—Ed.)-lah terus demi Aku dan berdoalah selalu kepada-Ku. Agar dengannya, engkau mendapat kehidupan dan kebaikan yang kekal.’

“Allah swt. berfirman,

“[Wa tawakkal ‘ala`l-hayyi`l-ladzî lâ yamûtu wa sabbiĥ biĥamdihî]—Dan bertawakallah kepada Dia Yang Maha Hidup kekal dan Dia-lah sumber segala kehidupan, Yang tidak mati. Dan sanjung Dia dengan memuji-Nya….” (QS [Al-Furqân] 25:59)

Jadi, setiap mukmin, sekalipun dalam keadaan sangat susah dan sulit, jangan menaruh keraguan sedikitpun tentang Zat Allah swt. atau tentang sesuatu sifat-Nya. Melainkan, [dengan] adanya kesulitan tersebut, [ia] harus memicu diri agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Ĥayyu Qayyum sambil merundukkan kepala di hadapan-Nya.

DAN, Allah swt. dengan firman-Nya, “ …لاَ تَأْخُذُه’ سِنَةٌ وَّلاَ نَوْمٌ…‌ [lâ ta`khudzuhû sinatuw-walâ naum]—…Kantuk tidak menyerang-Nya dan tidak pula tidur…)”, telah menjelaskan bahwa jangan sekali-kali timbul pikiran di dalam benak para mukmin bahwa Tuhan Yang Ĥayyu Qayyum bisa lengah dipengaruhi kantuk dan tidur.

Ingat, sifat Allah swt. tidak terbatas dan tidak pula Dia dipengaruhi kelemahan sehingga hilang kestabilan perhatian-Nya. Allah tidak memerlukan rehat. Kekuatan dan kemampuan-Nya tidak seperti yang dimiliki oleh manusia, karena manusia memerlukan rehat dan tidur.

Sesungguhnya, Allah merupakan Pemilik segala macam kudrat. Oleh sebab itu, Dia tidak memerlukan tidur dan tidak pula mengantuk dikarenakan penat atau lelah. Tiada alasan mengapa Dia harus lalai terhadap kehidupan dan kelanggengan hidup hamba-hamba-Nya.
Pada hukum-hukum alami dan sifat-sifat-Nya, Allah pun selalu menguji dan mencoba hamba-hamba-Nya. Namun, Tuhan pun telah mengumumkan akan adanya kehidupan hakiki yang akan dijalani para hamba-Nya. Dan pula, orang-orang yang mati pada jalan-Nya mendapat kehidupan yang kekal. Dan, ketika Tuhan mengumumkan bahwa “Para Utusan-Ku dan Jemaat-Ku akan hidup dan mendapat kemenangan”, Dia telah membuktikan kesempurnaan-Nya. Jemaat-Nya selalu mendapat kemenangan.

SETELAH Tuhan berfirman “……لَه’ مَا فىِ السَّمٰوٰتِ وَمَا فىِ اْلأَرْضِ [Lahû mâ fi`s-samâwâti wa mâ fi`l-ardh]—…Kepunyaan Dia-lah apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi…”, siapa pun tidak boleh ragu tentang kebenaran ‘pernyataan Allah swt.’ dalam ayat tersebut. Dan, firman-Nya, “Aku dan Rasul-Ku [pasti] akan mendapat kemenangan.”
Bagaimanakah kemenangan itu akan terjadi? Sebab, jika melihat dari sisi dunia dan memperhatikan sarana-sarana yang dimiliki oleh Jemaat-Nya, kemenangan yang dimaksudkan itu sangat tidak mungkin dan sulit untuk diperoleh. Bahkan, nampaknya sangat jauh dan tidak mungkin.

Namun, bila Allah swt. berfirman kepada Hadhrat Rasulullah saw. dalam Alquran Karim—“«كَتَبَ اللهُ َلأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِىْ‌ إِنَّ اللهَ قَوِىٌّ عَزِيْزٌ [Kataba`l-Lâhu la`aghlibanna anâ wa rusulî, inna`l-Lâha qawiyyun-’azîz]―Allah telah menetapkan, Aku dan Rasul-Ku amat pasti akan menang; sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa»” (QS [Al-Mujâdalah] 58:22)—sekalipun keadaan yang sangat tidak memungkinkan, Allah swt. telah memperlihatkan kebenaran janji-Nya.

Demikian pula, bila Allah swt. berjanji kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s., Dia telah memperlihatkan kebenaran janji-janji-Nya tersebut dan sampai sekarang selalu memperlihatkan kebenaran-Nya.

Manusia terpaksa berpikir, melihat kenyataan sarana-sarana yang dimiliki oleh Jemaat ini, mungkinkah janji-janji itu akan sempurna? Yakni, zahirnya sangat jauh dan tidak mungkin Jemaat ini akan menang secara sempurna. Namun, Allah swt. berfirman, “…Apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi….”

Bumi dan Langit ini bukan tanpa pemilik. Semua makhluk yang tinggal di dalam dunia ini berada dalam genggaman qudrat tangan-Nya. Dan, Dia-lah Pemilik kekuasaan yang sangat luas dan tak mengenal batas. Dan, pandangan-Nya senantiasa tertuju kepada dunia ini. Kehidupan dan kematian, fana dan baqa, berada di tangan-Nya. Semua kekayaan di dalam bumi yang tersembunyi maupun yang nampak, berada di dalam kekuasaan-Nya.

Maka, apabila Dia telah memutuskan bahwa “Rasul dan Jemaat-Ku akan mendapat kemenangan”, maka tidak ada kekuatan di dunia ini yang mampu menghalang-halanginya. Kekuatan-kekuatan adikuasa atau pemerintahan besar atau orang yang menamakan diri ‘pembela agama’ pun, tidak akan mampu menghalanginya. Keputusan Allah swt. pasti akan benar dan sempurna. Padahal, sejak permulaan, telah dijelaskan kepada para mukmin bahwa kemenangan, kehidupan kekal, dan abadi akan diperoleh orang-orang yang yakin sepenuhnya kepada Tuhan Jamî’u`s-Sifât. Dan mereka itulah orang-orang yang menunaikan ibadah kepada-Nya. Maka, inilah kewajiban setiap Muslim Ahmadi untuk memahaminya. Dan, hal itu sangat penting sekali bagi mereka.

SELANJUTNYA, berfirman “…مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَه’ إِلاَّ بِإِذْنِه،… [maŋ-dza`l-ladzî yasyfa’û ‘indahû illâ bi`idznihî]—Siapakah yang dapat memberi syafaat dihadirat-Nya kecuali dengan izin-Nya?”, maka syafaat macam apa pun tidak akan berfaedah di hadirat-Nya, kecuali dia yang akan diberi ilmu atau izin oleh Allah.

Terdapat riwayat dalam hadis bahwa Allah swt. akan memberi ilmu kepada Hadhrat Rasulullah saw., kemudian beliau saw. akan memberi syafaat kepada umat beliau.
Apa yang dimaksud dengan syafaat itu? Tentang ini, terdapat berbagai macam penjelasan dari Hadhrat Masih Mau’ud a.s..

Beliau a.s. bersabda, “Pemberi syafaat yang benar dan kamil adalah Hadhrat Rasulullah saw. yang telah membersihkan kekotoran kaum pagan (penyembah berhala), pembuat berbagai macam kejahatan, dan kejahilan, menjadi bangsa yang bermartabat sangat tinggi. Jadi, telah diketahui dari hadis ini bahwa dengan izin dan ilmu Allah swt., beliau saw. akan memberi syafaat hanya kepada orang-orang yang bersih dari syirik, yaitu orang-orang yang beribadah kepada Keesaan Allah swt., orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan buruk dan kejahatan. Dan, orang-orang yang melakukan kesalahan atau kejahatan sekecil apa pun akan mendapat syafaat dari beliau saw..
Lebih jelas lagi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Jangan mengira bahwa syafaat itu tidak berarti apa-apa. Kita mengimani bahwa syafaat adalah benar. Dan, terdapat nas yang nyata dari firman Allah bahwa “صَلِّ عَلَيْهِمْ‌ إِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لهَـُمْ‌ وَاللهُ سمَـِيْعٌ عَلِيْمٌ [shalli ‘alaihim inna shalâtaka sakul-lahum, wa`l-Lâhu samî’un ‘alîm].”

Berikut ini merupakan ‘falsafah syafaat’. Yakni, desakan hawa nafsu yang timbul untuk melakukan perbuatan dosa-dosa akan menjadi kembali reda. Sebagai natijah dari syafaat adalah kehidupan yang penuh dengan dosa akan mengalami ‘kehidupan seperti keadaan mau mati’. Dan, timbulnya ‘desakan-desakan hawa nafsu dan perasaan-perasaan yang memanas’ akan berubah menjadi reda dan dingin. Karenanya, kecenderungan berbuat dosa hilang lenyap dan timbullah keinginan untuk berbuat kebaikan. Maksudnya, kecenderungan manusia berbuat dosa semakin berkurang. Sebaliknya, mulailah timbul keinginan melakukan kebaikan.

Jadi, dalam masalah syafaat, amal perbuatan manusia tidak disia-siakan bahkan dianjurkan untuk melakukan amal saleh, sebagaimana Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Dalam masalah syafaat, amal perbuatan manusia tidak menjadi sia-sia, bahkan dianjurkan untuk selalu melakukan amal-amal saleh.”

Maka, syafaat Hadhrat Rasulullah saw. bermula dari kehidupan di dunia ini. Dan syaratnya, manusia harus beramal saleh. Syafaat tidak bisa ditandingi dengan sistem kafarah.

‘Filsafah kafarah’ menimbulkan keberanian manusia untuk berbuat dosa semakin bertambah. Sedangkan pada falsafah syafaat timbul perhatian manusia untuk melakukan amal-amal saleh dan perhatian untuk mengamalkan hukum-hukum Allah swt. serta perhatian manusia semakin terpusat kepada Allah swt..

Dan, pada zaman sekarang, melalui doa ini, izin syafaat telah diberikan kepada Hadhrat Rasulullah saw.. Hadhrat Masih Mau’ud a.s bersabda, “Saya—dan kebanyakan dari orang-orang terhormat di dalam Jemaat saya—sangat mengerti bahwa dengan syafaat saya, banyak orang-orang mendapat keselamatan dari berbagai macam musibah dan penderitaan-penderitaan penyakit.

“Akan tetapi, selain dari menjelaskan tentang syafaat, Allah swt. pun berfirman bahwa Dia mengetahui apa hakikat sebenarnya tentang [hal] itu. Firman-Nya, “يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ‌ [ya’lamu mâ baina aidîhim wa mâ khalfahum]—Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka.”

Jadi, Tuhan kita adalah ‘Âlimu`l-Ghaib (Maha Mengetahui yang ghaib). Karenanya, orang-orang yang terlibat dalam kejahatan dan terbenam pada lembah dosa, mereka tidak ada hubungannya dengan syafaat baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Demikian yang kita ketahui dari Alquran Karim.

SETELAH itu, sambil mengingatkan pengetahuan-Nya yang sangat luas, Allah swt. berfirman, “وَلاَ يحُـِيْطُوْنَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۤ إِلاَََّ بمِـَا شَآءَ [Wa lâ yuĥîthûna bisai`im-min ‘ilmihî illâ bimâ syâ`]—Dan mereka tidak menguasai barang sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki.”

Di dalam ayat ini, Allah swt. telah menerangkan dengan sangat jelas bahwa, “Tidak akan ada orang yang menguasai Ilmu-Ku.” Namun, Hadhrat Rasulullah saw. sebagai seorang Rasul yang paling dicintai Allah swt., dan tentang beliau, Allah swt. berfirman kepada para mukmin, barangsiapa yang hendak mencintai Allah ia “Harus mengikuti langkah kekasih-Ku (Muhammad saw.)”, yang kepadanya telah diserahi segenap ilmu pengetahuan oleh Allah swt..

Pula, melalui beliau saw. telah diberitahukan keadaan tentang zaman yang akan datang, dan untuk mendapatkan dan memahaminya pun telah diberitahukan kepada Hadhrat Rasulullah saw.. Pada zaman itu banyak sekali perkara yang tidak dapat dipahami para Sahabah r.a. (radhiya`l-Lâhu ‘anhum—Ed.), namun Hadhrat Rasulullah saw. mendapatkan pemahaman dan penjelasannya. Tapi, tentang yang demikian, Allah swt. berfirman, “Itu semua bukanlah ilmu kamil. Tidak akan ada yang mampu menguasai atau menjangkau luasnya ilmu pengetahuan-Ku.”

Namun demikian, Allah swt. membukakan jalan-jalan baru bagi orang-orang yang mencari martabat rohani maupun mencari ilmu pengetahuan agama ataupun yang duniawi. Dan, Dia menunjukkan peringkat-peringkat baru kepada mereka. Dan, bila manusia telah sampai kepada tingkatan demikian, akan terbuka jalan-jalan baru bagi mereka. Hal itu menjadi dalil bagi kemajuan sains-dan-teknologi bahwa Allah swt. membuka jalan-jalan baru bagi mereka yang melakukan riset. Dan, pengetahuan tentang alam semesta tidak bisa dihitung banyaknya. Demikian pula tingkatan-tingkatan kerohanian.

Selain itu, ilmu Allah swt. sangat luas sekali, tak terbatas, sehingga tiada yang mampu merangkumnya. Bukan hanya Zat Allah swt. tidak bisa diliput, bahkan alam semesta yang Dia ciptakan pun, tidak bisa manusia liput seluruhnya. Allah-lah yang memanifestasikan rahasia atau memberi sebagian ilmu-Nya kepada manusia sesuai kehendak-Nya. Dan, sesungguhnya, anugerah rahasia-Nya itu harus membuat manusia lebih runduk kepada Tuhan Yang Memiliki semua sifat-sifat-Nya yang ruang lingkupnya tak terbatas.

SESUDAH itu, Tuhan berfirman, “وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَاْلأَرْضَ [wasi’a kursiyyuhu`s-samâwâti wa`l-ardh]—Ilmu-Nya meliputi seluruh langit dan bumi.”

Kerajaan-Nya tersebar ke segenap penjuru langit dan bumi. Dan, Dia-lah Pemberi semua keperluan hidup setiap makhluk serta setiap benda yang berada di alam semesta raya itu. Dan, berapapun banyaknya alam semesta itu, Dia-lah yang menegakkannya.

[Artinya], ilmu kita sangat terbatas dan Dia-lah Yang memberi ilmu pengetahuan kepada kita. Sejauh mana kita memperoleh kemajuan dalam kemahiran atau kita berusaha memperoleh ilmu pengetahuan, ilmu itu terbatas sampai waktu yang dikehendaki oleh Tuhan. Oleh karena itu, Dia-lah Yang Patut kita sembah. Dan, tinggalkan semua bentuk penyembahan terhadap yang lain.

Tatanan/nizam-Nya tersebar luas ke segenap penjuru petala langit dan bumi. Dan, Dia Yang Bertanggung jawab menjaga dan memeliharanya. Tiada yang tersembunyi dari-Nya, semua benda berada di dalam pengawasan-Nya.

Nizam-Nya demikian luas dan kolektif sehingga kekuatan manusia tidak bisa meliput semuanya. Oleh sebab itu, Dia berfirman bahwa layangkan pandangan kita, barangkali kita bisa melihat sesuatu kelemahan atau kekurangan di dalam penciptaan Tuhan. Akan tetapi, manusia tidak berhasil menemukannya.

“Allah swt.-lah Zat Yang menjalankan Kerajaan-Nya ini dan sejak awal Dia menjalankannya. Dan, Dia jalankan Nizam Pemerintahan-Nya ini tanpa mengenal lelah dan tanpa mengenal tidur maupun kantuk. Apa semua perkara tersebut di atas tidak mengundang perhatian kita untuk menundukkan kepala di hadapan Tuhan dan mengurangi pelanggaran?”

PADA akhirnya Tuhan berfirman, “وَ هُـوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ [wa huwa`l-‘aliyyu`l-‘azhîm]—…Dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar.”

Untuk menjalankan semua nizam itu, Tuhan tidak memerlukan pembantu atau penolong pun. Itulah Allah, Tuhan agama Islam. Dia Pemilik semua sifat-sifat yang menyatu dan, sesungguhnya, Dia-lah Tuhan yang patut disembah.

Semoga Allah swt. memberi kekuatan pemahaman kepada kita. Dan, semoga dengan itu, kita bisa mengenal-Nya dan menjadi orang-orang yang selalu tunduk di hadapan-Nya dan yang selalu beribadah kepada-Nya. Dan, dengan keyakinan kepada Allah sebagai Pemilik semua sifat-sifat yang paripurna, semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa meraih berkat dan rahmat dari sifat-sifat-Nya itu. Amin.[•]

Penerjemah: Hasan Basri Syahid/Singapura, 15 Juni 2009; editor: Rahmat Ali D.M. «R.ALI.BT@GMAIL.COM»/Cisalada, 20 Juni 2009—Kebayoran, 13 Juli 2009

Risalah ini boleh di[foto]kopi ulang


SocialTwist Tell-a-Friend