[ePaper.Tempo.co] Soninggi: MENU ANDALAN DARI SAGU

LINK >  http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2012/04/08/ArticleHtmls/Soninggi-MENU-ANDALAN-DARI-SAGU-08042012012010.shtml?Mode=0

Rumah makan di Jalan Sorumba, dekat Universitas Muhammadiyah Kota
Kendari, Sulawesi Tenggara, ini memang ramai pengunjung, terlebih saat
jam makan siang. Puluhan pengunjung penuh menempati bangku-bangku yang
disediakan, menunggu menu andalan.

Ya, seperti tertulis di papan namanya, warung ini menyediakan menu
sinonggi, masakan khas Kendari. Sinonggi serupa dengan pupoeda di
Ternate atau papeda di Papua, terbuat dari sagu. Semangkuk sinonggi
panas disajikan beserta lauk ikan palu mara, sayur bening, sambal
rica-rica, dan potongan jeruk.

Rumah makan ini buka sejak setahun lalu.

"Setiap hari sekitar empat karung aci sagu dihabiskan untuk diolah
menjadi menu sinonggi," tutur Ratih, manajer rumah makan ini.

"Agar pelanggan tak bosan, menu campuran sinonggi kami buat variatif.
Ada kuah daging ayam dan sapi," kata Ratih.

Satu paket menu sinonggi di rumah makan ini berharga Rp 20 ribu sampai
Rp 35 ribu, bergantung pada pilihan lauk dan sayur.
Selain sinonggi, warung makan ini menyediakan menu masakan rumahan lainnya.

Untuk membuat sinonggi dibutuhkan tepung sagu basah. Tepung sagu
disiram dengan air mendidih dan diaduk pada wadah mangkuk atau loyang.
Sepintas penampilan sinonggi tak ubahnya seperti lem, bening dan
lengket. Rasanya pun tawar. Karena itu, dibutuhkan campuran lain untuk
menambah kelezatannya. Agar lebih menggugah selera, umumnya orang
menyantapnya dalam kondisi masih hangat.

Saat ini sinonggi telah menjadi salah satu makanan khas yang populer
dan telah dikonsumsi hampir seluruh masyarakat Kota Kendari. Awalnya,
sinonggi hanya dikonsumsi oleh masyarakat suku Tolaki, yang mendiami
daratan dan pegunungan daerah Sulawesi Tenggara.

Menurut Muslimin Su'ud, tokoh masyarakat Tolaki yang juga Ketua Dewan
Pakar Lembaga Adat Tolaki Sultra, sebelum mengenal sagu, orang-orang
Tolaki mengkonsumsi beras dari padi ladang dan uwi koro, sejenis ubi
liar yang tumbuh di hutan, sebagai bahan
pangan mereka.

Sekitar abad ke-7 orang Tolaki yang tinggal di sekitar sungai
Sourere-Napooha, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka, yang kembali
dari perantauan di Pulau Maluku membawa tanaman sagu yang selanjutnya
dikembangkan oleh warga sebagai bahan makanan tambahan.

"Sinonggi menjadi makanan yang dikonsumsi masyarakat luas karena
proses asimilasi dan akulturasi masyarakat Tolaki dengan warga
pendatang," ujar Muslimin.

Muslimin mengungkapkan, ada peneliti Jepang yang datang beberapa waktu
lalu untuk meneliti tanaman sagu di Sulawesi Tenggara. Keunggulan
tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya
adalah tumbuh di lahan rawa, tak mengenal musim, mengeluarkan tunas
baru tanpa harus ditanam kembali, serta tidak rentan terhadap hama dan
parasit.

Selain sinonggi, menu yang bisa diolah dan dikembangkan dari aci sagu
adalah produk makanan jajanan, seperti bagea, dangi, sakosako, dan kue
kering lainnya. Produk-produk jajanan ini pun bahkan menjadi oleh-oleh
khas yang biasanya dicari pengunjung yang datang ke Kendari. ●
ROSNIAWANTY FIKRY