[FPN] Dari ”Novus Ordo Seclorum” Kepada ”E Pluribus Unum”

Secara filosofis, menurut Barat, modernisme adalah satu era yang mengafirmasi eksistensi dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan menggunakan penalaran manusia semata. Maka secara simbolik: Penalaran menggantikan Tuhan, Naturalisme menggantikan Supernatural. Bahkan, Peradaban Modernisme ini diawali dengan satu pernyataan tentang “Matinya Tuhan”. Setelah itu, dunia mengalami kebangkitan peradaban sains dan teknologi dan mencapai tingkat kemajuan serta kemakmuran yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya. Sains dan Teknologi juga telah menembus cakrawala dan mengungkap rahasia terjauh semesta raya. Nah, di bidang ekonomi era modernisme, telah menghadirkan mekanisme pasar bebas dan struktur global yang menjangkau seluruh dunia. Sebuah era globalisme, keragaman dinamika dunia yang terikat dalam ritmik dan mekanisme pasar global dan kekuatan dollar yang tunggal: E Pluribus Unum.


Realistis. Kita melihat kenyataan bahwa sejak abad XVIII, agama tidak lagi berada di puncak peradaban, dan sejak saat itu hingga awal abad XXI ini, mainstream peradaban dunia adalah modernisme, dan kini menapak pada zaman posmodernisme. Akan sirnakah peran agama dalam peradaban dunia?

Menurut Kvale (2006), istilah posmodernisme bisa bermakna sangat luas, kontroversial dan ambigue. Berbeda dengan Rudolf Panwitz (1917) yang menyatakan bahwa posmodernisme menyiratkan pengingkaran terhadap modernisme. Saya cenderung bahwa bahwa posmodernisme lebih menyiratkan suatu pengetahuan lengkap tentang modernisme yang telah terlampaui oleh zaman baru. Nah, kita tengah memulai postmodernisme sebagai zaman baru yang dicirikan melalui bukti perubahan sejarah ekonomi.

Kasus kredit macet property subprime mortgage sebesar 5,4 trilyun dollar AS yang meruntuhkan Bank Hipotik terbesar Bear Sterns, surat utang BS yang kemudian dibeli Lehman Brothers sebesar 1,4 trilyun dollar AS, telah memusnahkan lembaga keuangan raksasa itu kurang dari 24 jam, menyusul rontoknya Merril Lynch dan bank-bank serta lembaga-lembaga keuangan yang berkait dengan sliced surat-surat berharga yang bersumber dari Bear Sterns itu.

Pada gilirannya, telah pula menggoncangkan perekonomian dunia. Pada mulanya, Bank-bank Sentral Eropa masih mengharapkan dapat melindungi kawasan Eropa dari krisis berat ekonomi AS. Namun kenyataannya, harapan itu pupus, Eropa tidak lagi mampu menahan dampak krisis ekonomi AS yang berdampak global. Eropa-pun ikut tergilas. Bahkan Jepang, China, India dan berbagai belahan dunia terkena kontraksi krisis ekonomi yang mengglobal ini, termasuk Indonesia. Dapat dipastikan bahwa pasar ekspor AS dan Eropa sudah hancur bagi Indonesia. Kini andalannya tinggal pasar Asia. Jika pasar Asia ikut hancur juga, maka dipastikan Indonesia akan mengalami krisis lebih hebat dari tahun 1998. Tetapi, konjunktur menurun ini juga membuka peluang bagi terjadinya negasi ke arah perubahan-perubahan besar di AS dan dunia.

Thomas Oden, berpendapat bahwa era modernisme dimulai dari runtuhnya Bastille pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir dengan runtuhnya komunisme dan tembok Berlin pada tahun 1989. Tapi, ekonomi modernisme baru benar-benar runtuh pada 2008 ini.

Secara filosofis, menurut Barat, modernisme adalah satu era yang mengafirmasi eksistensi dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan menggunakan penalaran manusia semata. Maka secara simbolik: Penalaran menggantikan Tuhan, Naturalisme menggantikan Supernatural. Bahkan, Peradaban Modernisme ini diawali dengan satu pernyataan tentang “Matinya Tuhan”. Setelah itu, dunia mengalami kebangkitan peradaban sains dan teknologi dan mencapai tingkat kemajuan serta kemakmuran yang belum pernah dicapai manusia sebelumnya. Sains dan Teknologi juga telah menembus cakrawala dan mengungkap rahasia terjauh semesta raya. Nah, di bidang ekonomi era modernisme, telah menghadirkan mekanisme pasar bebas dan struktur global yang menjangkau seluruh dunia. Sebuah era globalisme, keragaman dinamika dunia yang terikat dalam ritmik dan mekanisme pasar global dan kekuatan dollar yang tunggal: E Pluribus Unum.

Kini, kerajaan ekonomi global yang merupakan realitas kongkrit era modernisme tiba-tiba runtuh. Sebuah era peradaban yang begitu dahsyat tiba-tiba ambruk begitu cepat. Apa yang akan terjadi pada konjunktur kemudian? Tidak mungkin mengulang jalan lama, tetapi akan meretas jalan baru. Inilah yang dimaksud posmodernisme ekonomi. Meskipun merupakan proses yang independen, tetapi tentu tidak terlepas sama sekali dari sejarah dan karakteristik posmodernisme secara keseluruhan.

Posmodernisme memiliki sifat yang fragmentatif. Negasi dari yang serba besar dan mengglobal bisa berbalik menjadi konsentrasi ekonomi sektoral dan domestik dengan mekanisme pelayanan yang simple, tanpa regulasi struktural. Tujuannya ialah untuk kemakmuran lokal saja. Oleh karena itu, kedudukan komunitas-komunitas yang efektif secara ekonomi menjadi penting dan strategis dalam hubungan antar komunitas yang agaknya akan menjadi Sistem Ekonomi Posmo.


Presiden Clinton: Novus Ordo Seclorum; Presiden Obama: E Pluribus Unum.

Kritik keras posmo terhadap kapitalisme yang mereduksi secara gradual individualitas, tentu akan membawa konsekwensi pemulihan otoritas individu sebagai unit ekonomi produktif. Maka secara ekonomik, otoritas individu harus lebih supreme dari otoritas-otoritas non-personal. Ini tentu akan merubah tatanan konvensional, menuju sebuah tatanan baru, yang memang sudah didengungkan sejak kepresiden Bill Clinton, ”Novus Ordo Seclorum” (Tatanan Dunia Baru), dan Obama melanjutkannya dengan pernyataan, ”E Pluribus Unum” (Keragaman dalam Tatanan yang Tunggal) pada pidato 27 Juli 2004. Itu adalah puncak-puncak semboyan Illuminati-Freemasonry.[] (Agus Miftach/A. Shaheen)

Persatuan.web.id