Aktualisasi Mensublimasikan Puncak-puncak Peradaban Materialisme itu dengan Nilai-nilai Islam yang Memiliki Trace Rasio dan Non Rasio, Bisakah?

Kata kuncinya adalah “akal sehat”. Akal sehat adalah syariat yang sejati, alat yang akan membuat kita secara jantan mampu menghadapi perubahan zaman, bukan lari dari kenyataan, lalu bersembunyi di balik jargon-jargon Islam ekstrem. Sikap yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Islam sebagai agama yang terbuka dengan prinsip egalitarianisme, demokrasi dan keadilan, sesungguhnya memiliki kemampuan asli untuk beradaptasi dengan modernisme bahkan dengan postmodernisme sekalipun. Bahkan Islam memiliki kemampuan mensublimasikan puncak-puncak peradaban materialisme itu dengan nilai-nilai Islam yang memiliki trace rasio dan non-rasio.

--
Filsuf Friedrich Nietzsche merupakan filsuf awal postmodernisme. Ada dua filsuf postmodernisme mutakhir, yaitu Susan Sontag dan Jacques Derrida.


Susan Sontag. "Cantik, euy!"

Susan Sontag, lahir di New York City 16 Januari 1933 dan wafat di kota yang sama 28 Desember 2004. Penulis Against Interpretation (Melawan Interpretasi) dianggap sebagai penulis terpenting abad ke-20-21 ini. Against Interpretation dianggap sebagai sejarah lahirnya postmodernisme. Beliau berpendapat, tidak ada hakikat bentuk yang dapat dipahami (termasuk pencitraan tuhan), manusia kehilangan ciri dan dikuasai oleh segala sesuatu yang menjadikannya kehilangan otoritas individunya.

Sontag mempertanyakan mengapa revolusi sains dan teknologi produk era modernisme tak membuat dunia dan kehidupan manusia menjadi lebih berbahagia dan terhormat?

Beliau lalu mengurai kembali semua tatanan ini, untuk kembali diteliti, dibahas, dicari semua tanda dan mata rantainya tanpa diarahkan kesuatu bentuk baru yang koherensif. Melainkan dibiarkan lepas bebas sebagai suatu konstruk yang otoritatif dengan makna-maknanya yang inheren. Artinya kehidupan harus diawali dan dilalui tanpa eksploitasi apapun, baik oleh agama maupun oleh ilmu pengetahuan.

Bermula dari lahirnya gerakan pencerahan (humanisme) Barat yang menjadikan manusia sebagai pusat. Dengan menegaskan rasionalitas dan kemampuan yang melampaui diri dan lingkungannya, tanpa mengetahui hal-hal yang bersifat non-rasional, manusia menyatakan eksistensi dirinya secara penuh sebagai faktor pusat yang menggantikan tuhan. Artinya, segala sesuatu dimulai dari manusia, bukan dimulai dari tuhan. Paradaban rasional-modern ini dimulai dengan pengumuman “matinya tuhan”, tetapi kini, diakhiri secara tragis dengan pencabutan otoritas manusia, menjadi decenter.

Kaum modernis semula beranggapan bahwa teknologi akan menjadi sumber kebahagiaan manusia dan menjanjikan dunia yang lebih baik. Tetapi kenyataan, itu tak berlangsung lama, ketika kemudian ditemukan begitu banyak dampak negatif sains dan teknologi bagi kehidupan dan dunia. Teknologi mutakhir ternyata sangat memusnahkan dalam peperangan, dan efek samping dari kimiawi ternyata merusak lingkungan hidup. Belum lagi dampak negatif dari minyak fosil, teknologi industri dan otomotif serta perilaku ekonomi kapitalis yang cenderung amoral. Ini akhirnya memupus mimpi kaum modernis, dan dunia berjalan tidak sesuai harapan mereka, dan akan berakhir dengan kehancuran manusia sendiri. Inilah yang mendorong lahirnya postmodernisme yang mendekonstruksi tatanan modernisme.



Jacques Derrida

Adalah Jacques Derrida yang menjadi pelopor dekonstruksi. Genius Yahudi Perancis ini lahir di negeri Muslim Aljazair tahun 1930 dan wafat di Paris tahun 2004. Dekonstruksi dan post-strukturalis merupakan ciri filsafat Derrida. Sebagaimana Sontag dan pendahulunya Nietzsche, Derrida tidak mempercayai tatanan mapan modernisme yang memiliki watak hegemonik. Oleh karena itu, bersama-sama dengan pemikiran kedua rekannya itu Derrida mengurai kembali semua yang sudah mapan, untuk menuju penggalian nilai-nilai baru, varian-varian baru yang lepas, bebas tak terhingga tanpa perlu ikatan dan dasar. Relatif tanpa perlu koherensi. Karena koherensi dan pengkategorian itu sebenarnya tidak ada. Fitrah dunia ini berubah dan berubah. Postmodernisme sering dituding anarki karena mengabaikan struktur dan hirarki. Tetapi, kalau cermat kita mendalami semangat postmodernisme, sesungguhnya inilah tangga bagi manusia untuk menuju pada tingkat kebenaran yang lebih tinggi.

Kaum postmodernis menganggap kenyataan dan kebenaran adalah dua konstruk yang berbeda dan tidak perlu disatukan, karena hal itu akan melibatkan pembatasan-pembatasan dan kategori-kategori yang menghegemoni makna dasarnya. Perbedaan yang asli adalah kenyataan yang otoritatif.

Postmodernisme, meskipun masih dalam proses “menjadi”, telah menunjukkan daya kekuatan perubahan yang dahsyat. Tidak lama lagi saya kira akan lahir peradaban baru yang mengubah tatanan dunia. Amerika Serikat di bawah Presiden Barack Obama agaknya akan berada di baris depan dalam proses perubahan ini.

Pergulatan Islam

Sejak abad ke-19 hingga abad ke-21 ini, umat Islam masih bergulat dengan persoalan-persoalan seputar menerima atau menolak modernisasi, demokrasi, kapitalisme, perbankan internasional-dan lain-lain. "Sigh! Capek, deh!" Sebagian secara terbuka menerima modernisme sebagai keniscayaan peradaban manusia. Sedangkan sebagian yang lain, menolak modernisme dengan alasan bertentangan dengan Syariat Islam. Syari’at Islam yang mana, tidak pernah dijelaskan. :-p

Sementara, Dunia Barat bahkan telah beranjak meninggalkan trace modernisme menuju kepada proses yang lebih tinggi yaitu postmodernisme. Artinya, dunia Islam akan terus tertinggal.

Syariat Islam dan sikap ekstrem bukanlah kata kuncinya. Farag Fouda dalam Al-Haqiqah al-Ghaybah (Kebenaran yang Hilang), 2003, mengungkapkan betapa busuk dan jahatnya kaum yang menyerukan pelaksanaan Syariat Islam dengan ekstrem. Dan itu, terjadi sejak awal sejarah umat Islam.

Kata kuncinya adalah “akal sehat”. Akal sehat adalah syariat yang sejati, alat yang akan membuat kita secara jantan mampu menghadapi perubahan zaman, bukan lari dari kenyataan, lalu bersembunyi di balik jargon-jargon Islam ekstrem. Sikap yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Islam sebagai agama yang terbuka dengan prinsip egalitarianisme, demokrasi dan keadilan, sesungguhnya memiliki kemampuan asli untuk beradaptasi dengan modernisme bahkan dengan postmodernisme sekalipun. Bahkan Islam memiliki kemampuan mensublimasikan puncak-puncak peradaban materialisme itu dengan nilai-nilai Islam yang memiliki trace rasio dan non-rasio.

Postmodernisme tak hanya menggunakan akal saja, melainkan juga emosi, intuisi dan kemauan. Sebenanya itu lebih berdekatan dengan substansi pemikiran Islam.

Keinginan Susan Sontag-dan kawan-kawan untuk mengurai kembali kemapanan modernisme yang dianggap gagal itu, tentu tidak merisaukan Dunia Islam, karena sesungguhnya Islam menginginkan alternatif lain dari Tatanan Dunia yang tidak menguntungkan ini. Angin baik juga dikumandangkan oleh Presiden Obama yang menginginkan perbaikan hubungan yang lebih seimbang dengan 1,3 milyar kaum Muslimin di dunia. Sementara, status Israel sebagai 'sekutu' terus dipertahankan.

Saya berpendapat, kita tidak perlu lagi membahas tentang usulan Negara Khilafat, karena itu bagian dari sejarah masa lalu yang kompleks dan jelas tidak kompatible untuk zaman ini.




Farag Fouda, pemikir modern Mesir.





Makam Khalif Umar bin Abdel Aziz di Syria.

Postmodernisme memberikan sinyal yang kuat agar kita melihat prospek ke depan secara tajam, agar kita dapat menempatkan posisi yang equal dalam dunia yang berubah. Islam memiliki segalanya untuk mencapai puncak peradaban dunia sepanjang masa. Tetapi umat Islam sering terjerumus dan tertipu dengan sikap-sikap jahil yang sangat merugikan. Lihatlah sejarah Khulafa`ur-Rasyidin, tiga dari empat khalifah Rasulullah mati dibunuh. Cahaya Umayyah, Khalif Umar bin Abdel Aziz mati diracun; Bintang Abbasiyyah khalif al-Muhtadi Billah dikudeta dan dibunuh dengan kejam; Farag Fouda pemikir Islam modern Mesir dibunuh kelompok Jama’ah Islamiyah.

Nah, jika praktek-praktek jahil semacam itu walaupun berkedok jargon syari’t Islam masih punya ruang gerak di dunia Islam, maka seperti peringatan Ernest Renan kepada Jamaluddin al-Afghani pada medio abad ke-19: Islam akan menjadi dunia yang tertinggal. Tentu, kita membantah prediksi tokoh rasial dunia modern Renan itu dengan meninggikan ilmu pengetahuan kita agar menjangkau tingkatan yang dicapai Susan Sontag.

Yaahhh... Kita setuju dengan dekonstruksi dan pos-struktulisasi tatanan modernisme yang mapan yang "tidak menguntungkan" Dunia Islam. Kita setuju dengan pembaruan trace untuk sampai pada kenyataan: Revolusi ilmu pengetahuan yang benar-benar berguna bagi kebahagiaan umat manusia. Kita "setuju" 'Novus Ordo Seclorum' untuk kebahagiaan bersama.[]

Link