MISI 27 Negara Menyelamatkan Makhluk Penyu

PENYU adalah jenis hewan bersisik berkaki empat yang termasuk dalam golongan reptil. Hewan ini berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar). Bangsa hewan (ordo) yang disebut Testudinata (atau Chelonians) ini khas dan mudah dikenali dengan adanya ‘rumah’ atau batok (bony shell) yang keras dan kaku. Batok yang terdapat pada penyu ini terdiri dari dua bagian. Bagian atas yang menutupi punggung disebut karapas (carapace) dan bagian bawah (ventral, perut) disebut plastron.

Setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting. Sementara, lapis bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung. Perkecualian terdapat pada jenis penyu belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya.

Walau selama bertahun-tahun berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru. Penyu pada umumnya bermigrasi dengan jarak yang cukup jauh dengan waktu yang tidak terlalu lama. Jarak tiga ribu kilometer dapat ditempuh 58-73 hari.

Penyu hidup sepenuhnya di lautan, kecuali yang betina ketika bertelur, sehingga penyu boleh dikatakan tidak pernah lagi menginjak daratan setelah dia mengenal laut semenjak menetas. Kepala, kaki, dan ekor penyu tidak dapat ditarik masuk ke tempurungnya.

Laut Indonesia merupakan salah satu perairan yang menjadi habitat penyu. Dari tujuh spesies penyu, ada enam spesies yang hidup di perairan Indonesia, yaitu penyu hijau atau dikenal dengan nama green turtle (Chelonia mydas), penyu sisik atau hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing atau leatherback turtle (Dermochelys olivacea), penyu pipih atau flatback turtle (Natator depressus) dan penyu tempayan atau loggerhead turtle (Caretta caretta). Dari jenis ini penyu belimbing adalah penyu terbesar dengan ukuran mencapai dua meter dengan berat enam hingga sembilan ratus kilogram. Yang terkecil adalah penyu lekang dengan ukuran paling besar sekitar lima puluh kilogram.

Makanan favorit penyu di antaranya adalah ubur-ubur dan lamun. Selain itu, penyu juga memakan ketam, udang, sponge, batu karang lembut, kepiting kecil, jenis siput, ikan-ikan kecil dan rumput laut.

Jenis kelamin penyu yang akan lahir salah satunya ditentukan oleh suhu pasir tempat telur-telur itu tersimpan. Pada kebanyakan jenis penyu, suhu di atas rata-rata akan menghasilkan penyu betina. Sebaliknya, suhu di bawah rata-rata cenderung menghasilkan penyu jantan.

MENGAPA penyu semakin langka dan harus dilindungi? Beberapa peneliti pernah melaporkan bahwa prosentase penetasan telur hewan ini secara alami hanya sekitar beberapa persen atau dengan kata lain dari ratusan butir telur yang dihasilkan, paling banyak hanya belasan yang berhasil sampai ke laut dan kembali dan tumbuh dewasa. Hal ini belum ditambah dengan adanya beberapa predator-predator lain saat mulai menetas dan saat kembali ke laut untuk berenang. Predator alami di darat misalnya kepiting, burung, dan tikus. Di laut, predator utama hewan ini antara lain ikan-ikan besar yang hidup di lingkungan perairan pantai.

Selain predator seperti kepiting, burung, dan sebagainya, yang siap memakan penyu ketika ia baru menetas, faktor lain disebabkan oleh manusia. Faktor pertama yang menyebabkan menurunnya populasi penyu yaitu adanya penangkapan penyu dengan sengaja yang bertujuan mengambil telur serta dagingnya untuk dijual dan dikonsumsi.

Tidak cukup hanya telur dan dagingnya saja yang diambil, tempurung atau karapas penyu juga dijadikan alat untuk kepentingan berbisnis. Tempurung penyu diambil untuk dijadikan bahan baku kerajinan tangan karena memiliki motif dasar yang khas dan menarik. Umumnya tempurung yang digunakan adalah tempurung penyu sisik karena motif sisiknya yang unik dan indah. Sisik kerapas penyu sisik atau dalam bahasa Inggris disebut tortoishell atau bekko dalam bahasa Jepang ini bisa dibuat aneka cinderamata yang di sebagian masyarakat memunculkan kesan eksotik. Cinderamata yang dibuat antara lain cincin, gelang, sisir, korek api, dan kotak perhiasan.

SELAIN ditangkap dengan sengaja, terkadang penyu juga tertangkap secara tidak sengaja. Sejumlah penyu mati karena terperangkap secara tidak sengaja di alat penangkap ikan seperti pukat yang digunakan oleh nelayan. Karena penyu tidak dapat bernafas di dalam air, ia harus naik ke permukaan untuk bernafas. Pada saat itulah ia bisa tertangkap ke dalam jala atau pukat nelayan kemudian mati.

Faktor kedua yaitu karena perusakan pantai tempat penyu bertelur. Pembangunan berbagai resort, hotel dan kawasan perumahan di pantai mengancam kawasan penyu bertelur. Ini disebabkan penyu sangat sensitif terhadap cahaya, keramaian, dan bunyi bising sehingga membuat penyu takut mendarat untuk bertelur. Kehadiran manusia yang melakukan kegiatan di sekitar kawasan penyu bertelur juga meningkatkan kadar gangguan terhadap penyu. Misalnya, gangguan yang ditimbulkan oleh lampu-lampu yang ada di pinggir pantai, menyalakan api unggun, mengambil gambar dengan blitz kamera, gangguan suara yang ditimbulkan oleh suara nyanyian orang-orang yang sedang mengadakan api unggun di pantai, olah raga air seperti jetski, dan kendaraan bermotor. Kegiatan lain seperti menambang pasir pantai, membuang sampah sembarangan juga merusak kawasan penyu bertelur.

ANAK-anak penyu yang baru menetas akan menuju ke arah pantai air dengan adanya petunjuk cahaya. Ini karena cahaya langit di atas laut lebih cerah daripada langit di daratan dan hal ini berlaku pada waktu siang dan malam. Cahaya buatan manusia pada waktu malam, seperti misalnya lampu dari hotel dan resort membuat anak penyu tersesat dan hilang arah. Sehingga menyebabkan mereka lengah dan mudah menjadi mangsa apabila siang tiba. Oleh karena itu penting untuk tidak memasang lampu yang mengarah ke pantai pada musim penyu bertelur untuk menghindari hal ini terjadi.

Faktor yang ketiga yaitu adanya pencemaran laut karena minyak, sisa toksik, dan bahan plastik. Limbah cair berupa tumpahan minyak dari pengeboran minyak di lepas pantai ataupun minyak buangan kapal-kapal besar yang berlayar di lautan juga limbah padat seperti plastik yang masuk dalam perairan dan habitat penyu berdampak buruk pada populasi penyu. Sisa tumpahan minyak yang akhirnya membentuk tar, pembuangan bahan toksik, logam-logam berat, dan bahan beradioaktif oleh pihak tidak bertanggung jawab ke dalam laut akan mengakibatkan pencemaran laut yang parah.

PENCEMARAN di pantai juga bisa menghasilkan virus ataupun bakteri yang menyebabkan ketahanan tubuh penyu menurun sehingga menjadi lemah lalu mati. Sampah seperti stereofoam bisa menyebabkan kematian penyu dan anak penyu yang berada di kawasan laut dangkal dengan menyebabkan perut penyu tersumbat apabila dimakan. Ini akan mengakibatkan penyu tersebut tidak dapat mencerna makanan dan akhirnya mati kelaparan.

Sampah padat seperti plastik dapat menyebabkan kematian penyu karena penyu mengira sampah plastik tersebut sebagai ubur-ubur, makanan kesukaan mereka, dan ketika dimakan plastik tersebut akan tersangkut di tenggorokan sehingga penyu itu akan tercekik.

Karena faktor-faktor di atas, beberapa tempat yang menjadi habitat penyu membuat penangkaran agar jumlah penyu tidak semakin berkurang. Tempat-tempat ini contohnya antara lain Ujung Genteng di Sukabumi, Kepulauan Derawan di Kabupaten Berau Kalimantan Timur, Taman Nasional Meru Betiri di Banyuwangi, dan Tanjung Benoa di pulau Bali.

Sumber: www.wikipedia.org
Ma’ruf Kasim. September 2005. http://www.profauna-indo.org,
David Peters, 2004. Life in the Sea. London: Gale Research Inc.
Panduan pengamatan penyu. http://www.coralreefalliance.org
"-yuLia bener2 mau teriak2 d atas genteng-" http://rumahijau.multiply.com
▪Milis Jejak Petualang

AKU baca di Kompas.com, dan memberi pujian atas prakarsa pertemuan 27 negara guna penyelamatan Penyu sebagai makhluk lucu yang indah dari ancaman kepunahan di dunia ini.

penyu hijau (Chelonia mydas)

penyu belimbing (Dermochelys coriacea)

penyu pipih (natator depressus)

penyu sisik (Eretmomochelys imbricata)

penyu lekang (Lepidochelys olivacea)

penyu tempayan (Carretta carretta)

--
Link

Perikanan
Pertemuan Guna Selamatkan Penyu
Senin, 18 Agustus 2008 | 03:00 WIB

Jakarta, Kompas -- Sebanyak 27 negara akan menghadiri pertemuan ke-5 tentang Rencana Aksi Konservasi dan Pengelolaan Penyu serta Habitat Penyu di kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara, 18-23 Agustus di Bali. Pertemuan regional itu bertujuan menghambat penurunan populasi penyu.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Syamsul Maarif, Minggu (17/8) di Jakarta, mengemukakan, kerja sama yang digalang dalam forum negara-negara kawasan Samudra Hindia dan Asia Tenggara (IOSEA) itu, antara lain, adalah konservasi habitat kritis, pertukaran data, penyadaran masyarakat, pengumpulan dana, dan promosi kerja sama regional.

Terdapat enam jenis penyu yang dilindungi dalam IOSEA, yakni penyu tempayan (Carretta carretta), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmomochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu pipih (natator depressus). Upaya pelestarian di antaranya mencakup tempat bertelur dan habitat.

Populasi penyu menurun drastis akibat kerusakan habitat dan konsumsi telur penyu besar-besaran. Perburuan penyu di antaranya berlangsung di Sumatera Barat, Sukabumi, Bali, Kalimantan Barat, dan Papua.

Jumlah penyu yang bertelur di Pulau Penyu, Sumatera Barat, misalnya, pada tahun 1980-an mencapai 200 ekor setiap hari dan setiap penyu menghasilkan 200 butir telur. Namun, saat ini jumlah penyu yang bertelur hanya tiga ekor per hari.

Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengemukakan, aturan pemerintah tentang larangan perdagangan penyu belum menyurutkan perdagangan penyu. Maka, diperlukan ketegasan dan penindakan perdagangan penyu. Penanganan dan konservasi penyu membutuhkan koordinasi lintas negara karena penyu cenderung bermigrasi ke perairan luas. (lkt)