Khotbah Idul Adha 10 Dzulhijjah di Mesjid Al-Hidayah Kebayoran Lama Selatan, Kamis (20/12) pukul 7 pagi





kenyang.gif Kamis (20/12) pagi lalu, الحمد الله, dapat Salat hari Raya Idul Adha di Mesjid Al-Hidayah Kebayoran Lama. Isi Khotbah yang disampaikan Mln Idris adalah sebagaimana yang akan saya posting di bawah ini sebagai berikut:

icon_idea.gif

بِسْـمِ اللهِ الرَّحمْـٰنِ الرَّحِـيْمِ

نحَـْمَدُه وَنُصَلِّى وَنُسَلِّمُ عَلىٰ محُـَمَّد رَسُولِهِ الْكَريمِ وَعَلَىٰ عَبْدِهِ المْـَنْصُورِ
المْـَهْدِيِّ المْـَعْهُودِ وَالمْـَسِيحِ المْـَوْعُودِ

“DENGAN Mengerti akan Ruh Hakiki Pengorbanan dan dengan Mempercayai Duha ini, maka jika kita Merayakan Idul Adha, Allahswt. akan Menerima Pengorbanan kita”

“DENGAN belajar dari pengorbanan Hadhrat Ibrahim a.s. dan Hadhrat Ismail a.s. dan dari para Sahabat Hadhrat Nabi Besar Muhammad-mustafa Rasulullah saw. [r.a.] yang menetapkan standar dan teladan pengorbanan-pengorbanan di mana mereka memperoleh manfaat Duha tersebut yang menerangi setiap hati dalam berkeinginan melihat cahaya, [maka] cahaya yang melalui Imam Zaman-lah yang akan memberikan penerangan kepada orang-orang yang membuka pintu jendela hati.”

“HADHRAT Masih Mau’ud a.s. bersabda, selama orang tidak berjuang di jalan Allah swt. lalu ia tidak berdoa, maka di dalam hatinya ada noda yang tidak dapat dihilangkan. Baik Jemaat maupun perseorangan, tidak akan dapat melakukannya. Karena, seseorang akan berubah di dalam karakternya hanya jika mereka melakukan mujahadah, bersujud dan berdoa. Jadi, hanya dengan memberikan korban kambing, domba dan sapi itu, Anda tidak akan mendapatkan segala sesuatunya. Setelah memberikan pengorbanan ini, kita hanya akan mendapatkan berkah-berkah jika kita mensucikan diri serta membuka pintu jendela kita agar dapat menerima nur tersebut masuk dan menghilangkan kekotoran yang ada di dalam hati serta melakukan sebuah perjuangan.”

KHOTBAH Idul Adha Imam Jemaat Islam Ahmadiyah Sedunia Sayyidina Hadhrat Amirul Mukminin Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih V atba.—Ahad, 31 Desember 2006 di Grosz-Graw, Jerman

Penerjemah: H. Syarief Ahmad Lubis Sahib “JAI Serua” (3 Januari 2007) & H. Pipip Sumantri “JAI Jakarta Barat” (6 Januari 2007);

icon_redface.gif Editor: A. Shaheen Ali “JAI Kebayoran” (12 Desember 2007)

SETELAH mengucapkan Tasyahud, Taawuz dan menilawatkan QS Al-Fâtiĥah, Hudhur atba. menilawatkan lagi sebuah ayat dari QS [Al-Ĥajj] 22:38.


“SEKALI-kali tidak akan sampai kepada Allah dagingnya dan tidak pula darahnya, akan tetapi yang akan sampai kepada-Nya adalah ketakwaan darimu. Demikianlah Dia menundukkannya bagi kamu, agar supaya kamu mengagungkan Allah karena Dia telah petunjuk kepada kamu. Dan berikanlah kabar suka bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS 22:38)

DENGAN karunia kemurahan Allah, hari ini Dia telah memberikan kemampuan kepada kita untuk merayakan Idul Adha. Banyak di antara Anda yang akan memberikan qurban hewan pada hari ini. Mereka yang tidak dapat melaksanakannya di sini, mereka memberikan pengorbanannya di tempat lain apakah di India atau di negeri-negeri miskin lainnya. Apakah tujuan kita itu akan tercapai dengan memberikan pengorbanan hewan dalam Id ini?

Pengorbanan Hadhrat Ibrahim a.s. dan Hadhrat Ismail a.s. sudah kita dengar dari berbagai khotbah. Kita juga mengetahui bahwa [sang] ayah dan anaknya sudah menyediakan diri mereka sendiri untuk pengorbanan yang besar baik berupa pengorbanan dari jiwa atau dengan ketakutan atau kelaparan dan kehausan. Dengan mendengarkan sejarah ini, maka untuk sementara waktu, perasaan kita secara emosional menjadi tersentuh.

Tetapi setelahnya itu, ada banyak dari antara kita yang ketika sudah meninggalkan tempat ini, mereka pun sudah kehilangan rasa kepentingannya terhadap pengorbanan ini. Mereka menjadi lupa akan kepentingannya, bahwa mengapa kedua manusia ini yang telah menjalankan pengorbanannya atau siap sedia secara tulus dan sungguh-sungguh untuk memberikan pengorbanan tersebut, telah memberikan tingkatan dan standar yang demikian besar dalam pandangan Allah, bahwa pengorbanan beliau-beliau itu sudah diterima dan diperingati di dalam Islam?

Jadi, ini merupakan satu perkara yang perlu untuk direfleksikan dan direnungkan sehingga kita dapat memperoleh manfaat dari berkah-berkah Idul Qurban yang hakiki ini.

Dengan mengingatkan kepada kita tentang hal tersebut, Pendiri Jemaat Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad—Imam Mahdi dan Masih Mau’ud a.s. bersabda, Idul Adha ini adalah lebih besar daripada Idul Fitri. Banyak orang yang mengatakannya sebagai Id yang Lebih Besar. Mereka harus merenungkannya: Berapa banyak orang yang memfokuskan diri pada penyucian hatinya dan ikut serta dalam berkah kerohanian dan berusaha mendapatkan nur cahaya dan berkah-berkah yang dimasukkan dalam pengorbanan ini—pada Idul Adha ini?

Id inilah, yang juga dinamakan Id Yang Besar, yang mengandung suatu realitas hebat di dalamnya. Inilah apa yang Hadhrat Masih Mau’ud a.s. katakan bahwa hal (Id) itu memiliki realitas yang besar.

Tetapi sayangnya, banyak orang-orang yang tidak menaruh perhatian pada hal tersebut. Maka, tujuan inilah yang harus kita capai. Karena, diperlukan penyucian diri sendiri. Dan tanpa mensucikan hati, maka Anda tidak dapat mengembangkan tingkat kerohanian. Jadi, pengertian atas hal penting ini dan dengan merayakan Id pada setiap tahun atau dengan memberikan korban hewan, kita harus menganalisa diri sendiri apakah kita sudah berusaha maju dalam kerohanian?

Di saat Duha (Dhuhâ') yang Allah Taala kirimkan itu, apakah kita mendapatkan berkah-berkahnya dari situ? Duha berarti: Hati yang bersinar dan cemerlang. Jadi, apa pun yang Allah telah janjikan kepada Hadhrat Nabi Besar Muhammad-mustafa Rasulullah saw., bahwa: “Setelah kegelapan malam itu, satu hari baru akan terbit di dalam umat-mu.”

Dengan karunia kemurahan Allah, bahwa hari itu akan terbit dan kita yang menamakan diri Ahmadi, sudah dapat melihatnya di mana kita pun ingin memperoleh manfaat dari cahayanya. Tetapi, apakah cukup dengan hanya punya keinginan saja? Apakah kita juga perlu mengadakan usaha untuk bisa memperoleh cahaya dan berkah-berkah tersebut?

Allah swt. telah membuatnya wajib bagi seseorang bahwa ia harus “Bergerak maju menuju kepada-Ku di mana Aku pun akan berjalan lebih cepat menuju kepadanya.”

Setelah mewujudkan kerohaniannya, Dia berfirman bahwa “Jika engkau ingin memperolehnya, ingin mendapatkan nur tersebut, maka engkau harus mengadakan usaha dan terus maju ke depan.”

Jadi, dengan mengadakan usaha itu, inilah tugas kita untuk membersihkan dan mensucikan diri. Hukum syariat terakhir yang penuh dengan berkat-berkat serta ilmu, ada dalam bentuk Alquran Karim dan Nabi-Nya yang sempurna dan yang terakhir Khâtamu'l-Anbiyyâ'. Kehidupan beliau saw. ada di hadapan kita dan kita memberikan penyataan bahwa kita percaya dan beriman kepada beliau saw.. Jika hati kita tidak dibersihkan dan tidak disucikan di mana Id Qurban atau Id Pengorbanan ini tidak mengingatkan kita pada hal tersebut, itu bukanlah kesalahan Duha. Kesalahannya bukanlah terletak pada Duha. Tetapi, karena kita menutup semua jendela dan pintu kita dan memasang kain hitam pada pintu dan jendela kita ini. Itulah sebabnya.

Orang-orang Ahmadi yang tidak mengimani Hadhrat Masih Mau’ud a.s. itu, pintunya ditutup rapat. Tetapi apa yang kita lihat ialah bahwa dengan jatuh pada pangkuan untuk mengejar duniawi apakah kita juga menutup jendela-jendela itu yang dengan cahayanya ini dapat membersihkan hati kita? Jadi, tugas dari setiap Ahmadi ialah agar introspeksi diri.

Ketakwaan yang Penting, bukan Darah maupun Daging Hewan Qurban-nya

Id ini tidaklah membawa kegembiraan secara fisik. Atau, bahwa dengan menghiasi domba untuk dijadikan hewan qurban atau dengan mengorbankan hewan-hewan ini, belumlah Anda melaksanakan tugas Anda. Id kita ini, akan menjadi Id yang hakiki jika kita mengerti falsafah pengorbanan: Kita akan membersihkan hati kita dan mengadakan pensucian diri.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, selama orang tidak berjuang di jalan Allah swt. lalu ia tidak berdoa, maka di dalam hatinya ada noda yang tidak dapat dihilangkan. Baik Jemaat maupun perseorangan, tidak akan dapat melakukannya. Karena, seseorang akan berubah di dalam karakternya hanya jika mereka melakukan mujahadah, bersujud dan berdoa. Jadi, hanya dengan memberikan korban kambing, domba dan sapi itu, Anda tidak akan mendapatkan segala sesuatunya. Setelah memberikan pengorbanan ini, kita hanya akan mendapatkan berkah-berkah jika kita itu mensucikan diri kita serta membuka pintu jendela kita agar dapat menerima nur tersebut masuk dan menghilangkan kekotoran yang ada di dalam hati serta melakukan sebuah perjuangan. Dengan perjuangan dan pengorbanan ini serta menghiasinya dengan doa-doalah kita akan mempersembahkannya kepada Tuhan di mana kemudian Allah akan memberikan kemampuan kepada kita untuk merayakan Idul Adha yang hakiki yaitu Idul Qurban, Id pengorbanan. Kita akan menjadi pewaris yang menerima berkah-berkah ini yang Allah menyertakannya bersama mereka. Jika tidak demikian, Allah dengan secara jelas telah menyebutkannya: Lay-yanâla'l-Lâha luhûmahâ wa lâ dimâ'uhâ. Bahwa, tidak daging maupun darahnya dari hewan korban ini yang akan sampai kepada Tuhan.

Kalian dapat menimbang berat dagingnya di mana kalian berpikir bahwa dengan mengorbankan hewan tersebut kalian akan mendapatkan berkah-berkah dari Allah. Kemurahan Allah hanyalah dapat diperoleh jika Anda menjaga Innama'l-a‘malu bi'n-niyyât” di dalam hati kita. Itulah alas an motif yang akan diperhitungkan. Jadi, Allah berfirman, “Jika engkau menginginkan agar Aku menerima pengorbanan kalian, maka kalian harus memeriksa hatimu, apakah ada ketakwaan di dalamnya?”

Adakah rasa takut kepada Tuhan di dalam hatinya? Atau apakah mereka memberikan pengorbanan itu hanya—dan hanyalah—untuk mendapatkan kesenangan dan rida Allah? Jika mereka memberikan pengorbanan dengan hati yang dipenuhi ketakwaan, maka Allah berfirman bahwa pengorbanan Anda sudah diterima. Jadi, ketakwaan inilah dan ketulusan hatinya-lah dan keinginannya untuk mendapatkan ridha Allah itulah, “Yang Aku terima.”

Setelah dikatakan bahwa daging kambingmu dan darah kurbannya itu tidak sampai kepada-Ku, maka apakah yang sampai kepada Allah itu? Yaitu, Wa laaki'y-yanâluhu't-taqwâ miŋkum”tetapi, ketakwaan dan kesucian-mu itulah yang akan sampai kepada Tuhan.

Mereka yang sungguh-sungguh punya rasa takut (baca: “cinta”) kepada Tuhan dan bekerja mengikuti perintah-Nya, walaupun jika mereka itu tidak memberikan seekor hewan qurban pun, tetapi dia sudah punya maksud untuk itu bahwa “Jika saya memiliki uang atau sarananya, saya ingin memberikan korban beberapa ekor hewan di mana saya dapat menjawab panggilan Tuhan ini”; kemudian, jika ia tidak dapat memberikan hewan qurban, tetapi dikarenakan motif/niat mereka, maka pengorbanan mereka diterima oleh Tuhan.

Di dalam hadis, Hadhrat Rasulullah saw. mengatakan kepada kita bahwa jika Anda memiliki niat sungguh-sungguh serta tulus dan Anda tidak dapat memenuhinya; walaupun demikian, Tuhan memberikan ganjarannya untuk itu karena niat Anda itu mulia. Jadi, dengan tetap memperhatikan ketakwaan, jika akan memberikan pengorbanan dengan motif ini, bahwa dengan mengambil pelajaran dari mereka untuk mendapatkan rida Allah ini kita berserah diri kepada Tuhan, kita siap untuk melaksanakan semua perintah Tuhan dan kita akan berusaha dengan sekuat tenaga. Kita tidak akan mencari-cari alasan mengapa kita tidak akan atau tidak dapat melakukannya.

Tetapi dengan belajar dari pengorbanan Hadhrat Ibrahim a.s. dan Hadhrat Ismail a.s. dan dari para sahabat Hadhrat Rasulullah saw. yang menetapkan standar dan teladan pengorbanan-pengorbanan di mana mereka memperoleh manfaat Duha tersebut yang menerangi setiap hati dalam berkeinginan melihat cahaya, [maka] cahaya yang melalui Imam Zaman-lah yang akan memberikan penerangan kepada orang-orang yang membuka pintu jendela hati.

Dengan mengerti akan ruh hakiki dari pengorbanan dan dengan mempercayai pada Duha ini, maka jika kita merayakan Idul Adha, Allah akan menerima pengorbanan kita. Karunia dan kemurahan-Nya juga, akan memberikan manfaat cahaya dan penerangan Allah, akan terus melakukannya yang dihubungkan dengan Imam Zaman. Tetapi yang hakikinya adalah ketakwaan itu.

Id ini harus mengingatkan kita pada ruh hakiki dari pengorbanan dengan ketakwaannya ini. Jika tidak demikian, orang-orang lain pun merayakannya juga dan mereka pun memperlihatkan kegembiraannya. Beberapa hari yang lalu, mereka (umat Kristiani) telah merayakan Hari Natal. Apakah perayaan tersebut sudah mengingatkan kepada orang-orang untuk berbuat sesuatu yang baik? Jika Anda menanyakannya kepada kebanyakan dari mereka itu, ternyata mereka tidak diingatkannya. Apakah itu berarti bahwa mereka itu menjadi dekat kepada Tuhan? Apakah ada terdapat di dalamnya yang akan membawa mereka kepada Tuhan? Yang kita lihat adalah: Sama sekali bertentangan dengan tujuan tersebut. Jadi, di negeri-negeri ini, mereka yang mengikut agama-agama lain, bilamana mereka bergerak menjauh dari agama, maka yang harus kita periksa adalah tingkat ketakwaan kita.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa pengorbanan kambing untuk pengorbanan jiwa adalah merupakan contoh dan berupa satu tanda. “Kambing yang dikorbankan merupakan bayangan tubuh Anda. Jika seseorang lari mengejar bayangannya, maka ia tidak akan pernah mendapatkannya; orang-orang yang mengikut pada bayangan mereka ini, akan kehilangan jalan. Jadi, dengan mengadakan perubahan dalam ketakwaan diri kita, hal ini akan membuat ruh dan jiwa Anda menjadi pantas dalam pengorbanan, sehingga Anda dapat meraih kedekatan kepada Tuhan.”

Hadhrat Masih Mau’ud a.s., dengan merujuk pada ayat Kitab Suci Alquran mengatakan bahwa Allah di dalam Syariat Islam itu telah memberikan tanda-tanda dan contoh-contoh untuk berbagai perintah. Orang diperintahkan dengan segala kekuatan dan kemampuannya ia itu harus berkorban di jalan Allah. Untuk pengorbanan fisik telah diberikan tandanya untuk itu. Tetapi mengenai tujuan hakiki pengorbanan ini adalah—sebagaimana Allah berfirman: Lay yanâla'l-Lâha luhûmahâ wa lâ dimâ'uhâ, wa lâki'y-yanâluhu't-taqwâ miŋkum—bahwa, Allah tidaklah menerima daging ataupun darah dari pengorbanan-mu itu, yang demikian ini tidak sampai kepada Allah; tetapi, ketakwaanmu-lah yang sampai kepada-Nya.

Anda harus sedemikian besarnya takut kepada-Nya, seolah-olah Anda menghadapi maut di jalan-Nya. Pada saat Anda menyembelih hewan qurban dengan tangan Anda, secara itu pula Anda mematikan keinginan Anda demi Fîsabîli'l-Lâh. Jika ketakwaan itu tidak ada dalam tingkatan yang demikian, maka terdapat kekurangan di dalam kualitasnya.

Anda harus mengorbankan segala-galanya untuk bekerja mengikuti perintah Allah. Dengan berusaha, Anda harus membuat perubahan sedemikian rupa di dalam hati Anda di mana Anda melihat contohnya pada hewan-hewan qurban tersebut. Dengan melihat pada hewan yang Anda sembelih itu, demikianlah yang seharusnya dan demikian pulalah keinginan Anda seharusnya. Jika tingkatan ini masih kurang, maka ketakwaannya masih diperlukan.

Standar Ibadah Hadhrat Nabi Ibrahim a.s.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa dengan mendapatkan kedekatan kepada Tuhan, inilah jalan di mana yang Anda harus memperlihatkan ketulusan dan kesungguh-sungguhannya kepada-Nya. Hadhrat Ibrahim a.s. ketika beliau telah memperoleh kedekatan kepada Tuhan, inilah sebabnya. Maka Dia berfirman:


Wa ibrâhîma'l-ladzî waffâ—Dan, tentang Ibrahim yang memenuhi perintah Allah?” (QS [An-Najm] 53:38)

Bahwa, Hadhrat Ibrahim a.s. adalah [wujud suci] yang membaktikan diri kepada Tuhan. Beliau a.s. adalah pengkhidmat Tuhan. Untuk memperlihatkan ketulusannya kepada Tuhan, diperlukan penderitaan seolah-olah menghadapi maut. Selama orang-orang itu tidak membuang semua keinginan pribadinya, sifat mementingkan diri sendiri dan tidak siap untuk menghadapi kerja keras dan jalan yang sulit, kehidupan yang sukar demi untuk Tuhan, maka seseorang belum dapat meraih tujuannya. Segala hal yang menghentikan Anda dari jalan Tuhan untuk mencapai Tuhan adalah merupakan berhala. Jadi, bukannya berhala secara fisik [maupun] berhala materil, tetapi itulah berhala yang ada di jalan Tuhan.

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa seseorang yang memiliki banyak patung berhala di dalam dirinya, di mana—bahkan—ia tidak menyadarinya bahwa ia merupakan seorang penyembah berhala. Selama dia tidak mengeksklusifkan diri untuk Tuhan dan tidak bersiap untuk menghadapi setiap kesulitan di jalan-Nya, maka sulitlah baginya untuk menciptakan ketulusan dan kesucian pikiran.

Pernyataan yang disampaikan kepada Hadhrat Ibrahim ini, tidak didapatkannya dengan tanpa sesuatu. Suara dari Ibrahim: Wa ibrâhîma'l-ladzî waffâ (53:38).

Ia mendengarnya ketika Dia mengetahui bahwa ia sudah siap mengorbankan anak laki-lakinya sendiri. Allah menghendaki amalan. Dan perbuatan inilah yang menyenangkan Allah. Dan perbuatan itu datang bersamaan dengan penderitaan. Jika seseorang sudah bersedia menderita di jalan Allah, maka Allah tidak akan membiarkannya untuk menderita.

Ketika Hadhrat Ibrahim a.s. yang mengikuti perintah Allah itu telah siap untuk menyembelih putranya dan sudah benar-benar siap, Allah Taala telah menyelamatkannya. Beliau dilemparkan ke dalam api dan api tidak dapat membakarnya. Jika seorang manusia sudah siap untuk menderita di jalan Allah, maka Allah Taala akan menyelamatkannya dari penderitaan.

Jadi, Hadhrat Masih Mau’ud a.s. telah menerangkan rinci bahwa seseorang bisa mendapatkan qurub Ilahi dan menemukannya, dengan memperlihatkan ketulusan dan kesungguhannya. Standar pengkhidmatan dan pengabdian itu adalah pengabdian seperti yang dilakukan Hadhrat Ibrahim a.s. ketika beliau mendapatkan perintah untuk meninggalkan istri dan anaknya pada suatu tempat terpencil. Beliau tidak mengeluh dan tidak ragu-ragu. Terdapat rasa khawatir dalam hati beliau dan beliau amat tergetar. Tetapi, rasa pengabdian dan kesetiaan beliau memutuskan, bahwa beliau harus mengikuti perintah Allah.

Ketika Allah memerintahkan kepada beliau untuk menyembelih putranya, maka ia pun sudah bersedia sepenuhnya untuk menyembelih putranya itu. Kemudian, barulah Allah mengatakan, “Sekarang engkau telah menetapkan sebuah standar pengabdian dan telah lulus dalam ujian ini, bahkan telah tampil dengan nilai tinggi dari ujian tersebut. Aku sudah melihat ketulusan dan kesungguhan hati-mu. Sekarang, engkau tidak perlu lagi untuk mengorbankan anakmu.”

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjelaskan bahwa Allah “Menginginkan engkau (Ibrahim) untuk berbuat dan Dia tidak mau mendengar alasan-alasan. Jadi, bilamana engkau sudah mendapatkan perintah, maka hendaknya engkau segera melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Jadi, jika memiliki rasa ragu-ragu untuk melakukannya kemudian tidak akan melaksanakannya, itulah sebabnya mengapa kepada Ibrahim diberikan ‘sertifikat pengabdian’ dari Tuhan dan untuk diumumkan kepada dunia bahwa beliau adalah hamba-Ku yang penuh pengabdian. Beliau pun akan terlindungi dari keburukan musuh. Api dinyalakan, tetapi baginya api itu dibuat dingin.”

Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda bahwa seseorang yang siap menderita demi Tuhan, Allah Taala kemudian menghilangkan penderitaan mereka ini dan menghilangkan perasaan penderitaannya. Jadi inilah pelajaran yang kita peroleh dari Id ini. Bahwa, dengan mengikuti ketakwaan itu, kita harus menegakkan standar tinggi dalam pengorbanan dan pengabdian serta terus dan senantiasa melakukannya demikian.

Oleh karenanya, para Ahmadi—yang setiap hari mendapatkan penganiayaan dan penyiksaan—untuk tetap bersabar dan meningkatkan di dalam pengorbanannya. Anda harus banyak-banyak berdoa untuk itu. Karena Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, untuk melakukan usaha itu, maka doalah yang akan menyelamatkan Anda.

Setiap hari ada terjadi kezaliman yang menimpa orang-orang Ahmadi. Baru-baru ini di Jeddah (Arab Saudi), di sana ada orang-orang Ahmadi yang mendirikan salat. Mereka ditangkap dan semuanya dimasukkan ke dalam penjara. Jadi, pengorbanan hakiki itu adalah yang diberikan oleh orang-orang Ahmadi, yang dimasukkan ke dalam penjara untuk satu tujuan mereka. Ini terjadi di Pakistan dan di beberapa tempat lainnya lagi.

Jadi, hendaknya Anda mendoakan mereka yang para pihak memusuhi kita berusaha menyalakan api di mana mereka berusaha untuk menghilangkan dari mereka pengorbanan dan menjauhkan diri dari pengorbanannya. Semoga Allah Taala melindungi mereka dan menyelamatkan mereka dari penderitaan dan mengaruniai kita dengan kedekatan kepada-Nya.

Waqfi Nau, Buah Standar Ibadah Hadhrat Ibrahim a.s.

Hal lain yang ingin saya sebutkan di sini ialah mengenai pengorbanan Waqfi Nau (wakaf baru), sebagian warga Jemaat Ahmadiyah mempersembahkan putra-putri mereka untuk diwakafkan kepada Jemaat dan—insya Allah—akan terus-menerus demikian. Selama contoh-contoh ketulusan dan pengabdian yang akan terus ditegakkan di dalam Jemaat, selama standar pengabdian Hadhrat Ibrahim a.s. akan dijadikan perhatian untuk dipegang oleh Jemaat, kemudian sesuai dengan janji Allah, Nizam (Institusi) Khilafat ini akan terus berlangsung. Dan siapa pun yang menjadi Khalifah, akan terus dan senantiasa mengingatkannya kepada Anda.

Perhatian dari Nizam Khalifat dan Jemaat atas kemajuan rohani, hanya ini yang dapat memberikan pertumbuhan agama yang subur, yang akan membuat agama memberikan kembang dan buahnya. Jemaat orang-orang mukmin akan terus maju pada jalan kemajuannya. Oleh karena itu, pada umumnya, dengan setiap Ahmadi yang maju dalam pengorbanannya, maka tingkat kerohanian mereka akan semakin meningkat.

Yang kedua, sebagaimana yang saya baru katakan bahwa para orang tua yang sudah mewakafkan putra-putri mereka untuk Waqfi Nau atau mereka yang berniat untuk melakukannya, mereka ini harus ingat bahwa akan tiba saatnya bagi mereka untuk siap berkorban.

Kepada Hadhrat Ismail a.s., Hadhrat Ibrahim a.s. bertanya kepada beliau bahwa “Saya sudah melihat dalam mimpi bahwa saya mengorbankan engkau, maka coba katakan apa menurut pendapat Ananda?”

Dikarenakan doa-doa orang-orang tua suci ini, maka sebagai hasilnya, Hadhrat Ismail a.s. mengatakan, “Wahai Ayahanda-ku, kerjakanlah itu. Dan Anda akan mendapatkan Ananda termasuk dalam orang-orang yang bersabar dan siap sedia untuk memberikan pengorbanan.”

Jadi, dengan mengikuti ketakwaan ini, para orang tua Waqfi Nau harus senantiasa ingat bahwa jangan hanya karena meniru-niru lainnya atau hanya dengan semangat yang sementara saja di dalam mewakafkan anak-anak mereka. Mereka harus selalu ingat bahwa di sana harus ada kesucian dan kesabaran yang bekerja pada latar belakangnya. Anda harus melihat pada pengorbanan Hadhrat Ibrahim a.s. dan pengorbanan [isteri beliau] Hadhrat Hajar r.a..

Jika para orang tua ini tidak memperhatikan setiap perbuatan dan amalannya, maka pengorbanan ini akan mahrum (luput) dari ketakwaan. Dengan konsekuensi bahwa jika nanti, ketika anak-anaknya dewasa, mereka akan berkata, “Saya tidak mau mewakafkan diri.” Atau, tingkatan karakter anak-anak ini sedemikian rendahnya. Sehingga, Jemaat harus berpikir: Apakah mereka akan tetap mempertahankannya sebagai Wakifin?

Jadi, jika para orang tua menginginkan agar anak-anaknya tetap berada dalam Waqfi Nau, maka mereka perlu menerapkan standar diri sendiri untuk itu dan menegakkan keteladanan diri untuk itu. Hanya dengan cara demikian, “wujud Ismail a.s.” yang demikian akan dilahirkan, yang akan memiliki hubungan dengan Tuhan dan tanpa ragu-ragu lagi mereka maju ke depan menyerahkan leher untuk disembelih. Ketika mereka dewasa, mereka tidak akan mengatakan bahwa “Kita akan bekerja dengan profesi ini atau sebagai profesi itu.” Tetapi, sesuai dengan keinginan Jemaat-lah mereka akan menjalani kehidupannya.

Keteladanan dan Tanggung Jawab Orang Tua

Jadi sejak hari pertamanya itu, kepada Waqfi Nau ini, Anda harus mengatakan kepada mereka mengenai pentingnya aspek pengorbanan ini dan dengan memberikan keteladan yang baik di hadapan mereka yang harus mereka ikuti. Dan Anda harus menekankan tentang pentingnya pengabdian terhadap keimanan, sehingga mereka memiliki gairah semangat untuk itu.

Jika Anda hendak mengikuti metode keduniawian, metode materialisme dan Anda harus bekerja demi mereka ini, maka apa pun yang anak-anak pada umumnya kerjakan, bahwa jika Anda menanyakan kepadanya tentang profesi apa yang kalian ingin kerjakan, anak-anak ini akan mengatakan “Ingin menjadi seorang pemain sepakbola” atau “Ingin menjadi seorang pilot” atau “Ingin menjadi profesi ini, profesi itu”, yang tidak ada kaitannya dengan pengabdian pada keimanan, atau profesi lain yang menghubungkan mereka dengan kemajuan [misi Islam yang dibawa] Ahmadiyah.

Jadi para orang tua jangan menghindar diri dari tanggung-jawab terhadap mereka. Jika dengan mengikuti ketakwaan, Anda akan melakukan pengorbanan, maka sejak dini sampai waktunya anak itu menjadi dewasa, anak-anak ini akan terus menjadi tanggung-jawab Anda. Terhadap anak-anak ini, bahkan jika mereka itu sudah menjadi dewasa dan menjadi seorang ahli, tanggung-jawab Anda tidak berhenti sampai di sana. Tetapi, Anda harus terus dan senantiasa berdoa bahwa “Anak-ku ini harus senantiasa tampil memenuhi standar yang diperlukan Jemaat.”

‘Mondok di Pesantren/Jamiah Ahmadiyah

Anak-anak yang masuk Jamiah Ahmadiyah, tingkat keimanan dan pengetahuan agamanya harus bagus. Karena kadang-kadang, saya menerima laporan bahwa tingkat kecakapan ilmu agama maupun pengorbanan yang seharusnya mereka miliki tidak terpenuhi. Ada yang membaca Kitab Suci Alquran tidak sebagaimana harusnya.

Saya juga punya pengalaman pribadi yaitu ketika dalam pelaksanaan Perayaan Âmin terkait ‘khatam’-nya membaca Kitab Suci Alquran. Ternyata, anak-anak perempuan memiliki tingkatan yang lebih bagus daripada laki-laki. Jadi, dalam hal ini, saya katakan kepada orang-orang yang sedang belajar pada Jamiah di berbagai belahan dunia, bahwa sekarang, dengan membuat perjanjian di mana Anda telah mewakafkan diri demi agama, maka Anda harus berusaha meraih tingkatan [rohani] yang lebih tinggi lagi. Jika orientasi Anda adalah duniawi dan juga untuk agama, maka Anda tidak dapat mengatakan orang-orang semacam ini sudah memenuhi ketakwaan.

Semoga, Allah Taala memberikan kemampuan kepada mereka untuk dapat meraih ketinggian. Dan juga, semoga Allah Taala membuat Jemaat pada umumnya untuk tetap memperhatikan dan memikirkan hal ini. Kemudian dengan mengikuti ketakwaan, kita akan mempersembahkan pengorbanan kita ini kepada Tuhan. Sehingga, kita dapat memperoleh kegembiraan dari Id ini. Amin.

Sekarang, setelah khotbah kedua, mari kita doa bersama. Dalam doa ini, saya menyebutkan perihal Saudara-saudara kita yang dipenjara karena alasan keimanan mereka di jalan Allah. Supaya Anda mengingat mereka dalam doa. Ingatlah pada isteri dan anak-anak para syuhada Ahmadi dalam mendoakan mereka. Dan [doakan] untuk para Ahmadi yang mewakafkan diri kepada Jemaat serta para karyawan di dalam Jemaat. Bahwa dengan mengikuti ketakwaan, semoga Allah Taala memberikan kemampuan kepada mereka semua untuk dapat mengabdi dan berkhidmat kepada Jemaat dengan semangat dan ruh pengorbanan. Amin.

Jadi, supaya pengkhidmatan mereka, pengorbanan mereka itu, agar diterima dalam pandangan Allah. Mereka harus mawas diri dan banyak-banyak berdoa. Mereka yang menjalankan tugas pekerjaan ini, memiliki tangung jawab yang besar. Maka Anda, perlu untuk senantiasa berdoa bagi semuanya dan bagi diri Anda sendiri.

Semoga Allah Taala membuat Id yang beberkat ini kepada Anda. Dan semoga, Allah Taala menjadikan Id ini beberkat dalam memenuhi berbagai segi kepada semua Ahmadi di seluruh dunia dan juga kepada umat manusia di seluruh dunia, di mana kita mempersembahkan pengorbanan kita di hadapan Tuhan. Semoga Dia menerima semuanya ini. Dan di dalam waktu yang secepatnya, kita dapat melihat kemajuan Jemaat dan kemenangannya di seluruh dunia. Amin.o (MTA/HSA.Lubis/HP.Sumantri/ASh.Ali)

-------oooOooo-------




Shared with Flock - The Social Web Browser
http://flock.com