Hudhur atba. masih melanjutkan topik Asma Ilahi Al-Mu'min atau Yang Maha Melimpahkan Keamanan pada khotbah jumat yang beliau sampaikan melalui siaran satelit Muslim Television Ahmadiyya (MTA) dari Mesjid Baitul Futuh London, minggu lalu (13/7). Pada khotbah kali ini, Hudhur menguraikan beberapa karakteristik yang harus dipenuhi oleh seorang mukmin atau yang beriman menurut Alquran Surah ke-2 Al-Baqarah ayat 4 dan 5 (QS 2:4-5). Ayat-ayat tersebut berbicara mengenai dasar-dasar keimanan—yaitu beriman kepada kebenaran meski hal itu masih gaib, mendirikan salat, pembelanjaan sebagian hal-hal yang telah Allah swt. rezekikan, keyakinan masalah wahyu dan kehidupan hal-hal yang akan datang.
Berkenaan dengan beriman kepada yang gaib, Hudhur atba. mengartikannya dengan keyakinan terhadap wujud Allah swt.. Demikian pula, beriman kepada hal-hal yang masih gaib meliputi dengan kepercayaan adanya para malaikat, kehidupan sesudah mati dan lain-lain. Seseorang harus berpegang teguh kepada ajaran tersebut sekokoh mungkin. Karena, keimanan inilah yang mampu meraih keridaan Allah swt., Dia dapat mengetahui keadaan setiap hati manusia di setiap situasi dan kondisi.
Seseorang yang mendirikan salat, lanjut Hudhur atba., merupakan salah satu ciri khas seorang yang beriman. Ia akan bekerja keras untuk itu dan berusaha terus-menerus konsentrasi penuh menghadap Allah swt.. Bagi beberapa orang, ada yang sulit untuk bangun salat Subuh. Tapi, mereka harus berusaha keras mendirikan salat ini begitu mereka bangun. Tidak mendirikan salat pada waktunya, akan menggerakkan beberapa bentuk penyesalan mendalam pada hati. Atau kemungkinan besar, mereka akan merasa malu nantinya mendirikan salat dibanding waktu yang ditetapkannya sebelum anggota-aggota rumah tangga lain, dan besar kemungkinan ini akan mendorong mereka berusaha bangun tepat waktu. Demikian halnya, sering terjadi bahwa orang-orang yang bekerja tidak peduli mendirikan salat Zuhur dan Asar. Surah ke-70 Al-Ma’ârij ayat 24 (QS 70:24) melukiskan bahwa pribadi seorang mukmin adalah
Pada Surah ke-4 An-Nisâ' ayat 104 menyebutkan bahwa seorang mukmin adalah orang yang mendirikan salatnya dengan tepat waktu. Di samping itu, orang yang mendirikan salat berarti juga mengerjakan salat dengan penuh konsentrasi dan berjamaah. Makna lain dari mendirikan salat—sebagaimana yang Surah Al-Ma’ârij ayat 35 dan Surah ke-6 Al-An’âm ayat 35 sebutkan—adalah orang yang memelihara dan menjaga salatnya. Meski begitu, ia harus memotivasi
Beranjak kepada ayat “Wa mimmâ razaqnâhum yunfiqûn” di awal-awal ayat QS Al-Baqarah, Hudhur atba. bersabda bahwa memaknainya tidak hanya sekedar membelanjakan di jalan Allah swt. begitu saja, tapi lebih kepada membantu saudara-saudara maupun karib kerabat kita. Hal-hal ‘yang telah direzekikan Allah swt.’ itu tak hanya sebatas pada harta kekayaan berupa uang saja. Tapi, kemampuan maupun bakat yang telah Allah swt. anugerahkan kepada kita, harus kita infakkan di jalan-Nya. Hal tersebut bisa berupa pengkhidmatan tanpa pamrih kepada sesama manusia yang dapat menimbulkan ikatan cinta kasih, persaudaraan, persatuan dan kesatuan.
Jika konsep cinta kasih tersebut diterapkan pada tatanan masyarakat yang lebih luas sebagai bentuk pemenuhan atas perintah-perintah Allah swt., maka akan menjadi model kehidupan sosial yang maju dan ideal. Hudhur atba. menyontohkan, antara lain pada hubungan suami isteri, anak dan
Mengenai infak harta, Hudhur atba. menyebutkan bahwa Jemaat menjadi saksi atas pengorbanan harta para Ahmadi di seluruh dunia. Pada Juni yang lalu terlihat, ketika tahun anggaran keuangan jemaat akan berakhir, setiap jemaat lokal tidak hanya ada yang berusaha mencapai anggaran penerimaan-nya, namun ada yang telah jauh melampaui target. Hal ini terjadi di
Hudhur atba. bersabda bahwa seorang mukmin adalah se
Seorang mukmin adalah
Hudhur atba. menambahkan bahwa seorang mukmin adalah orang meyakini teguh tentang kehidupan ‘yang akan datang’. Mengutip dari Tafsir Kabir yang disusun Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., kehidupan ‘yang akan datang’ merupakan keyakinan adanya lagi seorang nabi sesudah Hadhrat Rasulullah saw., dan keyakinan adanya Hari Pembalasan. Menjelaskan makna ‘yang akan datang’, Pendiri Suci Jemaat Islam Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad—Imam Mahdi dan Masih Mau’ud (Almasih Yang Dijanjikan) a.s. bersabda bahwa hal tersebut merupakan wahyu-wahyu yang akan senantiasa turun terus-menerus.
Ke poin berikutnya, merujuk QS Al-Baqarah ayat 166, Hudhur bersabda bahwa seorang mukmin harus meletakkan kecintaan Allah swt. jauh di atas segalanya. Seluruh hidupnya harus menggantungkan diri pada keberadaan Allah swt.. Semuanya bakal bermakna jika memiliki kecintaan kepada Allah swt.. Wujud suci Hadhrat Rasulullah saw. merupakan contoh sempurna tentang kecintaannya kepada Allah swt.. Sehingga, para penentang beliau pun mengakuinya. Untuk meraih cinta ini, seseorang harus senantiasa kembali atau rujuk atau tobat kepada Allah, dan berdoa khusyuk kepada-Nya.
Makna lain dari orang yang beriman sebagaimana yang termaktub di Surah ke-8 Al-Anfâl ayat 3, adalah sorang yang tatkala nama Allah disebut, maka hatinya akan bergetar. Seorang mukmin harus mengamalkan perintah-perintah Allah swt. guna meraih kedekatan dengan-Nya. Selamanya, ia harus memperhatikan tentang kedudukannya di pandangan Allah swt. dan senantiasa bekerja keras dalam rangka meningkatkan keimanannya.
Hudhur atba. menekankan bahwa seorang mukmin adalah
Seseorang yang beriman adalah yang takut atau cinta kepada Allah dan berusaha keras meningkatkan keimanannya. Seorang mukmin adalah