pemaksaan pelajaran agama islam di sekolah katolik blitar

From: ICRP
Date: 2013/1/29


Hasil pertemuan ICRP dengan Mahkamah Konstitusi terkait Kasus Blitar


Walikota Blitar, Samahudi Anwar, mengancam penutupan Sekolah-sekolah Katolik di wilayahnya karena tidak memberikan pelajaran agama Islam bagi siswanya yg Muslim. Sebelumnya, dia telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 8 Tahun 2012 yang mewajibkan setiap anak didik beragama Islam di Kota Blitar harus mampu membaca Al Quran. SK tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama.

Atas tindakan walikota tersebut, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dipimpin Ketuanya, Musdah Mulia bersama para tokoh agama dan pimpinan LSM lintas agama membahas persoalan ini bersama Ketua MK, Mahfud MD.

Berikut pandangan Mahfud MD dan press release ICRP.

1.      Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan yang menyelesaikan masalah dengan sebuah keputusan. Sesuai dengan UU, kewenangan MK terbatas pada beberapa persoalan yakni Judicial Review UU, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta memberikan keputusan atas pemakzulan presiden.

2.      Agama merupakan persoalan yang tidak diotonomikan. Dilihat dari sejarah pembahasan UU otonomi daerah, pada kesepakatan awal, yang menjadi urusan pusat adalah persoalan luar negeri, pertahanan, peradilan, dan keuangan. Kemudian pada saat akhir, datanglah menteri agama (Malik Fadjar) didampingi Majelis Ulama, NU, Muhammadiyah, dll waktu itu mengajukan permintaan agar persoalan agama menjadi urusan pusat. Itulah kenapa agama tidak masuk di dalam UU otonomi daerah. Harapanya agar setiap daerah tidak membuat peraturan daerah berdasarkan agama tertentu, dan menjaga NKRI.

3.      Indonesia bukan negara agama, oleh sebab itu tidak boleh diatur berdasarkan hukum agama tertentu. Bukan juga negara sekuler, karena negara di dalam negara sekuler, agama tidak ada fungsinya. Indonesia adalah religius nation state (negara kebangsaan yang beragama), oleh sebab itu negara tidak memberlakukan hukum agama tetapi melindungi hukum agama bagi para pemeluknya masing-masing.

4.      Secara politik, Indonesia memandang agama itu penting karena masyarakat hidup berdasarkan kemuliaan nilai-nilai agama. Agama secara konstitusional adalah forum internum, sesuatu yang dipercayai seseorang dan keberadaan agama tidak terkait jumlah penganutnya. Oleh sebab itu tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan agama. Negara tidak berhak menentukan mana agama yang sah dan tidak sah (resmi atau tidak resmi).

5.      Karena agama itu penting, maka pendidikan agama wajib dilaksanakan di sekolah-sekolah. Adapun kemudian muncul persoalan-persoalan teknis di lapangan, seperti kasus di Blitar, di mana walikota setempat memaksa sekolah untuk mengadakan pelajaran agama bagi siswa muslim. Mestinya muncul jalan tengah, misalnya sekolah yang berafiliasi terhadap agama tertentu, maka pelajaran agama utk siswa yang beragama lain bisa dipelajari di tempat lain dengan sistem pengkonversian nilai yang disepakati.

6.      Judicial review  UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional memang memungkinkan, namun Judicial Review tersebut harus diajukan oleh kelompok atau orang yang merasa dirugikan atas UU tersebut. Karena sesuai dengan UU, MK tidak bisa mereview UU kecuali ada gugatan atas UU yang dinilai merugikan.

7.      Perda-perda bermasalah dan melanggar hak-hak masyarakat, menurut UU No. 32, bisa dibatalkan oleh pemerintah pusat sampai waktu 60 hari sejak UU tersebut ditetapkan. Kalau pemerintah pusat tidak menganggap bermasalah, maka UU tersebut sah. Kalau lewat dari masa tersebut, masyarakat bisa mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung sampai tenggat waktu 180 hari.

8.      Yang menjadi masalah sebenarnya di negeri ini adalah seringkali pejabat negara kalah sama preman. Negara diberikan hak oleh konstitusi untuk memegang senjata dan menggunakan senjata untuk menertibkan keadaan agar menegakkan hukum.

9.      Cara menyelesaikan persoalan tidak hanya dengan jalur hukum semata, bisa juga menggunakan cara lain. Seperti, tekanan publik, cara-cara persuasi, serta jalur politik.


Press Release ICRP

Dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan dan dengan berdasarkan pada aturan-aturan yang ada, maka ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) bersikap sebagai berikut:

1.      Mendesak semua pihak untuk menghormati hak-hak peserta didik untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan yang dianut oleh masing-masing peserta didik.

2.      Dalam hal pemenuhan hak peserta didik, setiap pihak juga harus menghormati kekhususan setiap satuan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai luhur yang menjadi asal pendirian satuan pendidikan, sebagaimana juga telah diamanatkan oleh UU No. 20 Tahun 2003 pasal 55 ayat 1.

3.      Bahwa penyelenggaraan pendidikan agama selain agama yang menjadi kekhususan satuan pendidikan hendaknya dilakukan diluar satuan pendidikan dimaksud untuk menghormati nilai-nilai keagamaan yang menjadi dasar falsafah penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan dimaksud.

4.      Penyelenggaraan pendidikan agama maupun pendidikan keagamaan seharusnya menjadi hak setiap warga negara, dan tidak terbatas pada agama tertentu saja. Untuk itu, pemerintah harus mengakomodir terselenggaranya pendidikan agama untuk peserta didik dari semua agama, termasuk penganut kepercayaan dan penganut agama lokal.

5.      Mendesak pemerintah untuk bersikap adil kepada semua pihak dan memberikan penghormatan yang selayaknya kepada setiap satuan pendidikan yang bersifat khusus.

6.      Mendesak semua pihak agar tidak menjadikan agama dan pendidikan sebagai komoditas politik praktis, supaya agama dan pendidikan tetap menjadi penjaga peradaban dan mercusuar bagi perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang nantinya akan menjadi pemimpin bangsa.

7.      Meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar meninjau kembali UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara keseluruhan, struktur dan logika hukumnya, sehingga di kemudian hari tidak menimbulkan kekacauan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat agar menjadi perhatian pihak-pihak terkait.

--
Sekretariat ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace)
Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta Pusat 10520
Telp. 021-42802349 / 50
Fax. 021-4227243
http://icrp-online.org/
Twitter: @ICRP_Jakarta
email: icrp@cbn.net.id
HP: 0852-81481413