Sekilas Tentang Wacana Perempuan: "Siapakah perempuan? Siapakah ibu? Siapakah isteri? Ia adalah sebuah konstruksi yang terlembaga dari ..."




Alquran Surah (QS) ke-28 (Al-Qoshsosh) ayat ke-24 versi atau mus'haf http://Alislam.org.

Terjemahan bebas bahasa Indonesia:

“Dan, tatkala ia sampai ke [sumber] air Midian, ia dapati di sana sekelompok dari manusia sedang memberi minum [ternaknya]. Dan, ia dapati pula selain mereka itu dua perempuan yang menahan [ternaknya]. Ia berkata, "Ada apa dengan Anda-berdua?" Keduanya berkata, "Kami tidak dapat memberi minum [ternak kami] sebelum gembala-gembala itu pergi, sedang ayah kami sangat tua."”


--
Hari Sabtu tanggal 19 Februari 2011, pukul 22.28 WIB.

SAAT sedang mumet-mumetnya dengan beberapa kerjaan mengetik, iseng, aku berjalan ke ruang sebelah, lalu melihat ke lemari [yang di dalamnya tersusun beberapa] buku. Aku ambil satu. Ah, ternyata sebuah majalah. Nama majalahnya adalah Driyarkara, sebuah majalah jurnal filsafat, edisi nomor 3, tahun ke-28 (XXVIII), 2006. Aku jadi kangen untuk membacanya lagi. Judul edisinya adalah “Wacana Perempuan”.
Bolak-balik lembar demi lembar edisi nomor 3 itu, aku tercenung dengan beberapa paragraf di halaman 8 dan 9 yang ditulis oleh ibu Karlina Supelli. Menarik nih, saat itu batinku mengatakan demikian. Begitu menggugah! Semoga menginspirasi kita semua. Selamat membaca ya.

“…Bahwa, bukan hanya perempuan, tetapi laki-laki pun bisa berpartisipasi di dalam upaya memahami titik pijak perempuan. Perempuan tidak dapat dihidupi, diresapi, dimengerti, atau dibicarakan, lepas dari pemahaman yang ditimpakan atau bahkan dipaksakan oleh masyarakat. Dengan menyadari situasi ini, mereka bisa mulai mengajukan pertanyan-pertanyaan berikut:
“Apa artinya mengetahui bahwa seorang perempuan adalah perempuan (dan bukan the second sex)? Apa rasanya menjadi obyek seksual? Bagaimanakah menata praktek pemerolehan dan pengembangan pengetahuan sehingga juga menampung pengalaman perempuan? Upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, mungkin secara perlahan akan menghapus mitos tentang perempuan, feminitas, ibu, pengibuan yang
demikian membebani perempuan. Siapakah perempuan? Siapakah ibu? Siapakah isteri? Ia adalah sebuah konstruksi yang terlembaga dari hubungan-hubungan kesejarahan, tradisi, dan fakta reproduksinya. Dengan ini, meletak pula anggapan bahwa perempuan dan keperempuanannya, ibu dan pengibuan, lebih menuntut insting daripada intelegensianya, selfness (pengosongan diri) daripada realisasi diri, penyerahan total kepada hub
ungan dengan orang lain daripada penciptaan diri. (Adrienne Rich; Of Woman Born: Motherhood as Experience and Institution; London: Virago, 1991)

Severed Heart karya J. Echergray melukiskan mitos dan fantasi mengenai perempuan dan keperempuan, ibu dan pengibuan, yang sedemikian ideal seakan setelah tergeletak mati pun, hatinya masih gelisah oleh kondisi anaknya.
“There was a young man loved a maid
Who taunted him. "Are you afraid,"
She asked, "to bring me today
Your mother's head upon a tray?"
He went and slew his mother dead,
Tore from her breast her heart so red,
Then towards his lady love he raced,
But tripped and fell in all his haste.
As the heart rolled on the ground
It gave forth a plaintive sound.
And it spoke, in accents so mild:
"Did you hurt yourself, my child?"


“Kenyataannya adalah perempuan, oleh tugas yang ditimpakan sejarah kepadanya, terbiasa untuk melindungi dan melanggengkan, serta menyuburkan pertumbuhan kehidupan. Dengan perkataan lain, apa yang nampak khas perempuan adalah sebuah olahan belajar dari sang pengalaman yang terbenam di dalam sosialitasnya. Tidak ada 'diri' yang tidak tertanam dalam 'sosialitas'. Masalahnya bagi perempuan adalah ketika 'sosialitas' mengubur 'diri'. Itulah saat ketika pengalaman perempuan tidak diizinkan bahkan untuk menata isi kawasan kesadarannya sendiri.”[]



Subscribe