Memaknai kembali peringatan hari Mi‘rāj dan Isrā’

Sabtu (14/4) ini bertepatan hari peringatan Mi‘rāj dan Isrā’-nya Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh yang berdasarkan kalendar bulan Islam kita peirngati di Indonesia pada tanggal 27 Rajab 1439 Hijriyah. Hari peringatan ini menjadi hari libur nasional di Indonesia. Penasaran sama Mi‘rāj dan Isrā’, saya buka-buka lagi Al-Qur’ān.

Peristiwa Mi‘rāj (kenaikan rohani) dan Isrā’ (perjalanan rohani) merupakan dua peristiwa penting bagi umat Islam. Hikmah tersembunyi tentang Mi‘rāj dan Isrā’ ini masing-masing ada dalam Al-Qur’ān Sūrah (QS) An-Najm dan QS Banī Isrā’īl atau Al-Isrā’.

Untuk Isrā’, pada awal-awal sūrah Al-Isrā’, termaktub peristiwa Isrā’ sebagai perjalanan rohani Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh di waktu malam guna menunjukkan bahwa kedudukan beliau adalah sebagai pelanjut dan permisalan dari Ḥaḍrat Nabi Mūsa a.s.. Para pengikut beliau akan menaklukkan negeri-negeri yang telah dijanjikan kepada Nabi Musa a.s.. Seperti Nabi Musa a.s., beliau akan terpaksa meninggalkan tanah tumpah darah beliau. Tetapi hijrah beliau akan membawa kemajuan dan kelajuan amat pesat bagi tujuan mulia beliau . Selanjutnya disinggung dengan singkat bahwa pengikut Nabi Harun a.s. memperoleh kekuasaan dan pengaruh besar melalui nabi mereka, meskipun akhirnya mereka mengalami nasib malang karena menentang dan mengabaikan peringatan Allāh. Tetapi Alguran yang merupakan hukum syariat yang jauh lebih sempurna, mampu mendatangkan perubahan yang lebih besar dan lebih sempurna dalam kehidupan para pengikutnya daripada yang telah dibuat oleh kitab Nabi Musa a.s..

Singgungan yang singkat mengenai maju dan mundurnya orang-orang Yahudi ini telah disertai oleh peringatan kepada umat Islam bahwa Allāh akan menganugerahkan kepada mereka karunia-karunia-Nya, dan bahwa umat Islam pun seperti orang-orang Yahudi akan mencapai puncak-puncak kebesaran dan kemuliaan materi yang tinggi. Tetapi sesudah mereka memperoleh kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh. hendaknya mereka jangan lupa kepada Tuhan. Ada ketentuan bahwa suatu kaum dapat mencapai segala martabat kerohanian yang amat tinggi. Tetapi, orang-orang kafir berpaling dari hal tersebut, menolak dan takabur. Mereka diperingatkan bahwa penolakan terhadap kebenaran tidak pernah menimbulkan hasil-hasil baik. dan bahwa mereka akan ditimpa oleh azab Ilahi yang sangat keras, terutama pada Akhir Zaman, ketika dunia akan menyaksikan suatu pertarungan maut di antara kekuatan-kekuatan Cahaya dan Kegelapan, dan pada akhirnya kekuatan-kekuatan syaiṭān akan mengalami kehancuran mutlak.

Kemudian Sūrah Al-Isrā’ ini mencela keras orang-orang kafir atas usaha mereka untuk membinasakan Rasulu'l-Lāh , tetapi Tuhan telah menakdirkan beliau suatu tujuan amat besar lagi agung dan suatu nasib yang penuh kehebatan menantikan beliau. Nama beliau masyhur hingga penjuru-penjuru dunia yang paling jauh dan akan dihormati sampai saat-saat terakhir umur dunia. Dunia akan mengenal beliau sebagai hādi atau ‘penunjuk jalan dan pemimpin terbesar’ untuk umat manusia. Sehingga, umat manusia mengenal Al-Qur’ān sebagai gudang ilmu rohani yang tiada berhingga. Surah Al-Isrā’ berakhir dengan menyebut secara singkat tanda-tanda Akhir Zaman dan keburukan-keburukannya yang merajalela di dunia. Hanya
doa dan hubungan sejati dengan Allāh saja yang dapat menyelamatkan manusia dari dosa.

Awal ayat QS Al-Isrā’ menyebut suatu kasyaf Rasulu'l-Lāh yang telah dianggap oleh sebagian ahli tafsir Al-Qur’ān menunjuk kepada mi‘rajnya beliau . Padahal ayat ini membahas masalah Isrā’ dari Mekkah ke Yerusalem dalam kasyaf, sedang Mi'raj beliau dibahas agak terperinci dalam QS An-Najm. Semua kejadian yang disebut dalam QS An-Najm (ayat-ayat 8—18) yang telah diwahyukan tidak lama sesudah hijrah ke Abessinia, yang telah terjadi di bulan Rajab tahun kelima kenabian, diceriterakan secara terperinci dalam buku-buku hadis yang membahas Mi‘rāj Rasulu'l-Lāh , sedang Isrā’ Rasulullah dari Mekkah ke YerusaIem, yang dibahas oleh QS Isrā’, menurut Ḥaḍrat Imām Muḥammad bin ‘Abdu'l-Baqī az-Zurqani r.h. terjadi pada tahun kesebelas kenabian; menurut Sir William Muir dan beberapa penulis Kristen lainnya adalah pada tahun keduabelas. Tetapi menurut Ḥaḍrat Abu Bakar Aḥmad bin Musa bin Mardawaih r.h.. dan Ḥaḍrat Muḥammad bin Sa‘d r.h., peristiwa Isrā’ terjadi pada 17 Rabī‘u'l-Awwal, setahun sebelum hijrah. Ḥaḍrat Imām Abu Bakar Aḥmad bin Ḥusain al-Baihaqī pun menceriterakan bahwa Isrā’ itu terjadi setahun atau enam bulan sebelum hijrah. Dengan demikian semua hadis yang bersangkutan dengan persaalan ini menunjukkan, bahwa Isra itu terjadi setahun atau enam bulan sebelum hijrah, yaitu kira-kira pada tahun keduabelas kenabian, setelah Ḥaḍrat Khādijah r.a. wafat, yang terjadi pada tahun kesepuluh nabawi ketika Rasulu'l-Lāh tinggal bersama-sama dengan Ḥaḍrat Ummi Hanī r.a., sepupu beliau. Tetapi Mi‘rāj, menurut pendapat sebagian terbesar ‘ulamā’, terjadi kira-kira pada tahun ke-5 nabawi.

Dengan demikian kejadian Mi‘rāj dan Isrā’ itu dipisahkan satu dengan yang lain oleh jarak waktu enam atau tujuh tahun. Oleh karenanya, kedua kejadian itu tidak mungkin sama; yang satu harus dianggap berbeda dan terpisah dari yang lain. Lagi pula, peristiwa-peristiwa yang menurut hadis terjadi dalam mi‘raj Rasulu'l-Lāh sama sekali berbeda dalam sifatnya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Isrā’. Kedua peristiwa itu hanya kejadian-kejadian rohani saja. Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh tidak naik ke langit atau pergi ke Yerusalem dengan tubuh jasmani.

Kecuali kesaksian sejarah via ḥadīts-ḥadīts itu, ada pula kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan peristiwa itu mendukung pendapat bahwa kejadian itu sama sekali berbeda dan terpisah satu sama lain. Dalam menguraikan kejadian mi‘rāj Rasulu'l-Lāh dalam QS An-Najm, sedikitpun tidak menyinggung Isrā’. Dalam QS Al-Isrā’, dibahas soal Isrā’, sedikitpun tidak menyinggung peristiwa mi‘rāj.

Di rumah Ḥaḍrat Ummi Hani r.a., Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh menginap pada malam peristiwa Isrā’ terjadi. Ḥaḍrat Ummi Hani r.a. hanya membicarakan perjalanan Rasulu'l-Lāh ke Yerusalem, sama sekali tidak menyinggung kenaikan beliau secara badan kasar ke langit, terbang. Ḥaḍrat Ummi Hani r.a. itulah yang pertarna kali diceriterakan langsung oleh Rasulu'l-Lāh , menceriterakan perjalanan rohaninya pada waktu malam ke Yerusalem. Paling sedikit tujuh penghimpun riwayat-riwayat ḥadīts telah mengutip keterangan Ḥaḍrat Ummi Hani r.a. mengenai kejadian Isrā’ yang bersumber pada empat perawi berbeda. Semua sepakat bahwa Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh “berangkat” ke Yerusalem dan pulang kembali ke Mekkah pada malam itu juga.

Sekiranya Rasulu'l-Lāh telah membicarakan pula kenaikan beliau ke langit, tentu Ḥaḍrat Ummi Hani r.a. tidak akan lupa menyebutkan hal ini dalam salah satu riwayatnya. Tetapi, beliau r.a. tidak menyebut hal itu dalam satu riwayat pun.

Pada malam terjadinya Isrā’, Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh ditampakkan dalam sebuah kasyaf melakukan perjalanan hanya sampai Yerusalem. Mi'raj tidak terjadi pada ketika itu.


“Masjid Al-Aqṣa” bermakna sebagai masjid yang jauh. Ia menunjuk kepada rumah peribadatan atau Kenisah yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s. di Yerusalem. Kasyaf Rasulu'l-Lāh saw. yang disebut dalam ayat ini mengandung suatu nubuatan yang agung. Perjalanan beliau ke Masjid Aqṣā bermakna bakal hijrahnya beliau ke Medinah, tempat beliau akan mendirikan suatu masjid yang ditakdirkan kelak menjadi masjid pusat Islam. Dalam kasyaf beliau menjadi imam bagi para nabi lainnya dalam ṣalāt adalah mengandung arti bahwa agama baru ialah Islam tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja melainkan akan tersebar ke seantero dunia dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya. Kepergian beliau ke Yerusalem dalam kasyaf dianggap mengandung arti bahwa beliau akan diberi kekuasaan atas daerah yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan ini telah menjadi sempurna pada masa kekhalifahan Ḥaḍrat Sayyidinā Khalifah ‘Umār bin Khaṭṭab r.a.. Kasyaf ini diartikan sebagai menunjuk kepada suatu perjalanan rohani Rasulu'l-Lāh ke suatu negara jauh, di suatu masa yang akan datang. Ketika kegelapan rohani akan menutupi seluruh dunia, Rasulu'l-Lāh akan muncul kembali secara rohani dalam wujud salah seorang pengikut beliau, dalam satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama beliau diutus. Kebangkitan Ḥaḍrat Rasulu'l-Lāh yang kedua—anyway secara terpisah—silahkan lihat QS 62–Al-Jumu‘ah: 3—4. Lihat juga ya ‘QS An-Najm’-nya.

*diposting via blogger.com☺ Suka video musik lagu ini? Enjoy ya!