tarawih keliling di gang haji pekir

SENIN (22/7) malam, saya bersama Bahri dan Faqih menemani pak Yaqub dalam rangka tarawih keliling. Tarwih keliling bertempat di Grogol Utara, mengambil tempat di salah satu rumah kosong yang belum ditempati oleh yang punya.

Saya dan kawan-kawan berangkat sejak usai shalat maghrib di Kebayoran Lama. Kami mengendarai motor. Ada dua motor yang dipakai. Motor Faqih yang berboncengan dengan pak Yaqub dan motor milik Bahri yang memboncengi saya.

Rute keberangkatan dari masjid Alhidayah di Gang Sekolah No. 18 (GS18): http://goo.gl/maps/qV7Yw.


View Driving directions to Jl. Pluis in a larger map

Kami sampai di Grogol Utara, Gang Haji Pekir, pada saat adzan shalat isya belum berkumandang. Lingkungan pemukimannya ramai dengan orang-orang yang berkerumun, duduk-duduk sambil merokok sambil menghadap ke lapangan badminton. Pula, ada anak-anak yang pada main kejar-kejaran dan juga yang pada memainkan bedug yang terletak di depan masjid. Lapangan badminton sendiri berada di depan masjid.

Kami sampai persis di depan sebuah warung kelontong. Warung itu milik keluarga mang Otay. Dan kami disambut oleh mang Otay. Spek-speak sebentar, basa-basi, dan seterusnya, kami langsung diantar menuju sebuah rumah kosong milik tetangganya yang belum rapih untuk shalat berjamaah.

Ada dua ruangan yang kami pakai untuk shalat berjamaah. Yang satu, kamar pertama, adalah berukuran '2-setengah kali 3' meter persegi. Yang satunya lagi, di belakang sebelum dapur, berukuran enggak jauh berbeda dari yang satunya.

Ruangan di rumah kosong itu memiliki dua lantai. Ia pun masih belum dipasang ubin. Lampu sebagai penerangan hanya berdaya 5 watt. Toilet yang dipakai ada di belakang, bersatu dengan dapur yang luasnya cuma 2 kali 3 meter persegi.

Para jemaahnya, selain kami berempat, ada mang Otay, pak Dulloh, kang Oman, pak Iding, dan Rafi (anaknya mang Otay). Ya, cuma segitu, sembilan orang.

Ruangan tempat shalat yang kami pakai itu adalah tempat tidur para tukang. Malam itu para tukangnya sedang ada pekerjaan membangun dan menukangi lantai dua dari mesjid yang dikelola Ahmadiyah di kelurahan Serua, Ciputat. Para tukang itu berasal dari kampung Wanasigra, desa Tenjowaringin, kecamatan Salawu, Tasikmalaya.

Ruangan pertama hampir mirip kayak panggung. Ia terbentuk dari tonggak-tonggak kayu kaso, tertutup kayu-kayu triplek, lalu dilapis bahan plastik (alih-alih tikar) yang membel. Hangat memang. Tapi kehangatan itu jadi agak berbeda saat saya rasa dipojok dalamnya ada sedikit lembab karena air. Rupanya ada yang bocor. Hujan dari pagi benar-benar membuat air merembes ke dalam dan menetesi ruangan tersebut. Hujan hari itu sampai sore, benar-benar awet, kata orang-orang.

Kelembaban sebagian ruangan itu tidak didiamkan berlama-lama. Mang Otay bergegas mengambil potongan kardus bekas makanan dan snack dari warungnya, sebagai penutup lembabnya lantai. Setelah ditutup kardus, baru bisa dialasi lagi dengan keenam sajadah milik mang Otay-dan kawan-kawan.

Masih ada waktu untuk menunggu tibanya adzan isya. Ngobrol lah kami ngalor ngidul untuk mencairkan suasana. Obrolan bermula dari bagaimana perkuliahan Rafi yang mengambil jurusan sastra Jepang di Universitas Al-Azhar Jakarta, hingga kegiatan bisnis dan pekerjaan para Ahmadi yang tinggal di sekitar gang Haji Pekir itu.

Rafi bercerita sedikit, dibantu oleh mang Otay, bahwa Rafi baru saja selesai dengan urusan ujian akhir semesternya. "Lancar kan?" tanya pak Yaqub.

"Ya, kalau masalah mah ada saja," jawab Rafi rendah hati.

Mang Otay bersyukur bahwa sejak hari pertama Ramadhan, ia belum bolong atau terlewat satu malam pun ibadah tarawihnya meski keadaan di kelompok jamaah mereka belum memiliki shalat center atau musholla. Manga Otay masih bisa berusaha sekuat mungkin menyempatkan diri untuk bertarawih dan/atau tahajud.

Para Ahmadi lain belum tentu beruntung seperti mang Otay. Mereka ada yang pada bekerja di kantor maupun bisnis di pasar sebagai penjual pakaian.

Salah satunya adalah Arif Rahman, ia termasuk sibuk. Tapi masih bisa lah satu atau dua malam menyempatkan tarawih di masjid Alhidayah.

Arif punya lapak kakilima berupa jasa servis perbaikan jam atau arloji. Arif bekerja sampingan sebagai tukang loper koran. Setiap hari, Arif mesti mengantar koran dari satu halte busway ke halte busway lain di daerah Jakarta Timur. Arif sudah lama masuk Ahmadiyah pada menjelang tahun 2000. Ia diperkenalkan oleh mang Otay. Arif menikah dengan perempuan yang masih berkerabat dekat dengan mang Otay. Melalui perempuan itu, mereka dikaruniai anak laki-laki. Tapi, karena ada masalah tertentu, mereka bercerai baik-baik. Hak asuh anaknya, baru tahun ini Arif dapat, dan bertepatan dengan ajaran baru sekolah anaknya. Anaknya baru masuk SMP. Ia bersekolah di Pondokaren, Tangerang Selatan.

Ada lagi Sobari atau Obay. Ia baru setahun lalu masuk menjadi Ahmadi karena menikah dengan puterinya pak Iding. Obay bekerja di toko perhiasan milik pamannya. Saya pernah main ke toko di mana ia bekerja. Obay jago banget, bisa menyepuh perhiasan logam biasa menjadi seperti perak maupun emas. Karena ketekunannya, langganan Obay kian bertambah satu per satu. Mendekati lebaran ini, biasanya bakal ramai daripada hari-hari biasanya. Obay ingin sekali punya toko sendiri agar ia bisa seperti para Ahmadi muda lainnya ikut aktif dalam tiap pengajian maupun pertemuan tahunan.

Belum lagi tentang Dodi maupun Tanwir yang jadi karyawan, Doni yang jadi satpam, Supri "lucky man" yang kerja di EO, Hendi sang tukang cukur, dan lain-lain, dan lain-lain. Skip, skip, skip. Tak terasa obrolan sudah berakhir.

Begitu waktu isya sudah masuk, kumandang adzan mulai terdengar dari mesjid yang ada di sekitar pemukiman. Saya bertindak sebagai muadzin. Saya adzan dengan suara yang ditahan agar tidak terlalu keras.

Selesai adzan, kami langsung membentuk saf. Shalat segera dimulai. Pak Yaqub berada di saf depan. Di belakangnya, dari kiri, ada Rafi, saya, mang Otay, pak Iding, Bahri, dan Faqih. Di ruangan satunya lagi, ada pak Dulloh dan kang Oman.

Shalat isya empat rakaat. Usai isya itu, ada yang mengerjakan shalat sunah rawatib ba'diyah sebanyak 2 rakaat. Saya dan Rafi memilih untuk tidak shalat sunah.

Shalat tarawih dimulai. Susunan saf ada perubahan. Kak Faqih pindah ke ruangan belakang, bergabung dengan pak Dulloh dan kang Oman.

Dua rakaat, demi dua rakaat, kami lewati dan shalat tarawih selesai pada dua rakaat yang keempat. Shalat berjemaah berlanjut dengan shalat witir tiga rakaat.

Selesai sudah ritual shalat malam di gang haji pekir tersebut. Saya mengikuti shalat tarawih sambil terkantuk-kantuk pada pertengahan rakaat-rakaatnya. Maklum, mungkin karena terlalu banyak makan pas buka puasa tadi di mesjid Alhidayah. Sore itu, makanan lagi banyak-banyaknya, berlimpah. Ada yang ngasih dari kak Dhani, isteri pak Haji Kandali. Cendol segelas, kolak segelas, risol dua potong, tahu dua potong--beserta cabai rawit tujuh buah, kurma tujuh butir, dan teh manis segelas. Tandas habis, masuk semua ke dalam perut.

Kantuk saya masih bisa ditahan, begitu daras disampaikan oleh pak Yaqub. Darasnya enggak lama-lama, tidak sampai sepuluh menit. Ceramahnya seperti orang ngajak ngobrol atau diskusi.

Saat awal ceramah, mang Otay diam-diam--entah sama siapa--bawain teh botol Sosro dingin dari warungnya untuk para jemaah. Saat teh botol itu datang, mata saya serasa segar kembali. Tidak mengantuk lagi. Mood saya kembali lagi. Tak hanya teh botol, roti dengan berbagai rasa pun terhidang.

Tarawihan selesai. Kami pulang menuju Kebayoran Lama lagi. Rute pulang yang kami pilih adalah melewati Kemandoran, nembus di Permata Hijau-perempatan, lewatin ruko yang ada BCA-nya. Link: http://goo.gl/maps/IIQ2J


View Driving directions to Unknown road in a larger map

Perjalanan pulang tidak langsung menuju GS18. Kami mampir dulu di warung makan seafood kakilima. Makan lagi! Dan, pulang dengan perut yang terisi itu benar-benar luar biasa. Tarawih dapat. Perut kenyang pun terpenuhi. Puji syukur الحمد لله…‼

*diposting via blogger.com