Ucapan Terimakasih dari Bapak Pendeta Gomar via email atas Ungkapan Belasungkawa Kewafatan Ayahanda beliau



---------- Forwarded message ----------
From: Gomar Gultom <gomar_gultom@yahoo.com>
Date: 2012/6/28

 

Dear all,
Melalalui email ini saya hendak menyampaikan terimakasih atas dukungan dan topangan doa dari kawan-kawan, yang mengiringi kami sekeluarga selama menjalani masa-masa pemberangkatan ayah saya beberapa hari lalu. Berbagai ungkapan keprihatinan baik melalui milis ini maupun karangan bunga, sms, bahkan dalam bentuk kehadiran secara langsung; semuanya itu kami pahami sebagai kemahabaikan Tuhan yang menempatkan oran-orang di sekitar kami untuk menopang kami di saat-saat mana kami membutuhkannya. Pengalaman ini makin menguatkan iman kami dan saya makin meyakini bahwa tangan Tuhan senantiasa menatang kehidupan kita, dalam bentuk yang sering sekali di luar kemampuan kita berpikir.
Secara khusus saya menyampaikan terimakasih atas sapaan Rahmat Ali, Nia, Yendra, Ulil, Trisno, Shirley, Rumadi, Sylvana, Evelyn, Martin Sinaga, Nurcholish, Mubarik, Romo Benny, Jonazh, Zuhairi, Thowik, Saidiman, Wida, Jeirry, Frangy, Fajar, Mas Suaedy, mbak Eva Sundari dan kawan-kawan di Madia dan ICRP.
Ayah saya menghembuskan nafas terakhir pada , Selasa, 12 Juni 2012, pukul 10.21 di RSUP Fatmawati, pada usia 90 tahun, setelah dirawat selama tiga bulan karena serangan stroke. Sejak 13 Maret 2012 memang kami berada pada pergumulan etis yang cukup pelik berhubung dengan keputusan-keputsan yang harus kami ambil sekaitan dengan proses penanganan penyakit beliau. Kami hars berhadapan dengan kenyataan bahwa pilihan terlalu banyak, dengan berbagai implikasinya. Pada saat-saat akhir hidupnya, misalnya, kami bergumul apakah akan meneruskan intervensi medis (operasi) dengan berbagai peralatan yang sangat canggih, mengikuti pengobatan konvensional saja, atau bahkan menyerah saja. Kami sangat banyak dibantu dengan diskusi dengan tenaga medis, tetapi juga para sahabat dan saudara.
Pada akhirnya kami memutuskan mempertahankan kehidupan orangtua kami ini, dengan segala kemajuan pengobatan yang ada. Selama 3 bulan telah kami tempuh dengan rupa-rupa cara, walaupun praktis kami tak lagi dapat erkomunikasi dengannya. Tetapi kami syukuri, bahwa dia tetap ada bersama kami, dengan kehidupannya yang terbatas.
Dengan sengaja saya ungapkan ini sebagai kesaksian kami sekeluarga, bahwa kami memilih mengutamakan kehidupan; bukan karena kebetulan isteri saya dan 3 adik saya pernah melafaskan sumpah hypokrates sebagai seorang dokter; tetapi terutama adalah karena kami meyakini bahwa Tuhan selalu berpihak pada kehidupan, dan justru datang ke dunia ini adalah untuk membawa dan mempertahankan kehidupan.
Kalau akhirnya ayah saya tiba padakematian, kami menerimanya sebagai anugerah Tuhan. Karena dengan itu, dia telah kembali ke asal. Kembali ke asal yang saya maksudkan adalah kembali ke kasih karunia Tuhan yang sempurna. Bagi saya, itulah makna kematian yang terdalam.
Ayah saya meninggalkan tujuh anak, 23 cucu dan 10 cicit. Beliau kami makamkan pada Minggu, 17 Juni di Rahutbosi, Pangaribuan, desa tempat kelahirannya, sebuah desa di pedalaman Tapanuli Utara, setelah sempat 3 hari disemayamkan di kediaman beliau selama hidupnya di Kayu Mas, Pulo Gadung, Jakarta.
Sekali lagi, terimakasih kepada semua teman-teman di AKKBB.
 
Salam,
Gomar