Kronologi Penyegelen & Rencana Pembongkaran Gereja dan Rumah Ibadah di Aceh Singkil

From: HartoyoDate: 2012/5/14


Kepada Yth:
Bapak / Ibu, Saudara / Saudari
& Para Sahabat

Terlampir kami kirimkan Catatan Kronologis Kasus Penyegelen Gereja dan Rumah Ibadah Agama Minoritas di Kabupaten Aceh Singkil yang dibuat oleh Aliansi Sumut Bersatu.

Melalui email ini kami berharap Bapak / Ibu, Saudara / Saudari dan Para Sahabat yang concern terhadap issu-issu pluralisme berkenan untuk memberikan dukungan sehingga Penyegelen dan Rencana Pembongkaran Rumah Ibadah tersebut yang akan dilakukan oleh Pemerintah Aceh Singkil dapat digagalkan.

Semoga bermanfaat dan terima kasih atas upaya-upaya kita semua menjaga Kebhinnekaan di Indonesia.

Salam Hormat,

Veryanto Sitohang
(Aliansi Sumut Bersatu)
Hp: 08126593680

--
CATATAN KRONOLOGIS
RENCANA PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SINGKIL
PEMBONGKARAN GEREJA-GEREJA / RUMAH IBADAH AGAMA (KEPERCAYAAN) MINORITAS DI KABUPATEN ACEH SINGKIL
Penyegelan gereja-gereja di Kabupaten Aceh Singkil saat ini menambah daftar panjang kasus intoleransi di Indonesia. Upaya-upaya pembatasan jumlah gereja yang kemudian berdampak terhadap penyegelan gereja-gereja di Kabupaten Aceh Singkil telah menjadi issu di tengah-tengah masyarakat sejak lama. Pada tanggal 26 Oktober 2010, Bupati Aceh Singkil Makmur Syahputra mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia perihal Klarifikasi Terhadap Pembangunan Rumah Ibadah (Gereja) di Kabupaten Aceh Singkil.
Pembatasan jumlah gereja dan penyegelan yang terjadi serta ancaman pembongkaran gereja mengakibatkan Umat Kristen dan agama minoritas lainnya merasa tertekan dan terancam. Realitas ini kemudian membuat hak masyarakat atas jaminan kebebasan beribadah sesuai agama dan keyakinan tidak terpenuhi bahkan dirampas oleh pengambil kebijakan. Hal ini bertentangan dengan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia UUD 1945 khususnya Pasal 28 dan 29 dan melanggar UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya Pasal 4 dan 22.
Aliansi Sumut Bersatu (ASB) mengetahui dan mendapatkan informasi melalui email yang dikirimkan oleh Bapak  Pendeta Elson Lingga (Pendeta Ressort GKPPD – Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi di Wilayah Kuta Karangan Kecamatan Simpang Kanan Kab. Aceh Singkil) kepada Veryanto Sitohang (Direktur ASB) pada tanggal 21 November 2011.
Penyegelan akhirnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil terhadap 15 gereja dan 1 rumah ibadah agama local / aliran kepercayaan PAMBI pada tanggal 1 Mei 2012 dan 3 Mei 2012. Rencana pemerintah untuk membongkar gereja-gereja tersebut yang diawali dengan penyegelan akibat adanya tekanan dari sekelompok organisasi Islam yang menyebut namanya FPI (Front Pembela Islam).
Mencermati situasi tersebut, maka Aliansi Sumut Bersatu melakukan pertemuan dengan 23 orang (21 orang laki-laki dan 2 orang perempuan) Majelis Gereja yang ada di Kabupaten Aceh Singkil, yang terancam di bongkar. Pertemuan dilaksanakan di Gereja GKPPD Kuta Karangan Kab. Aceh Singkil Kamis 10 Mei 2012. Dalam pertemuan tersebut, ASB secara bersama-sama dengan Majelis-Majelis Gereja merumuskan kronologis dan strategi advokasi untuk membatalkan rencana  Pemerintah Kab. Aceh Singkil.
Berikut merupakan catatan kronologis yang berhasil direkam dan dicatat oleh ASB pada tanggal 10 Mei 2012 dalam pertemuan bersama majelis-majelis gereja dan hasil kunjungan lapangan serta wawancara bersama masyarakat, Kepala Desa dan Jemaat di gereja-gereja yang disegel:
  • Tanggal 28 April 2012 beredar luas di kalangan masyarakat Aceh Singkil SMS yang berbunyi: diharapkan kepada umat islam di Kabupaten  Aceh Singkil di manapun berada agar berkenan hadir pada Hari Senin 30 April 2012 pukul 08.30 WIB, tempat Kantor Bupati Aceh Singkil acara aksi damai kpd pmda Aceh Singkil agar gereja yang tidak punya ijin untuk segera di bongkar. Memakai pakaian putih tidak dibenarkan membawa senjata tajam (tolong sampaikan ketiap babinsa, supaya diarahkan kecik masing-masing jangan ikut ikutan dan terpropokasi). Informasi yang diterima oleh ASB bahwa SMS tersebut juga turut didistribusikan oleh beberapa pejabat pemerintah termasuk pejabat setingkat Camat.
  •  Pada malam hari, Minggu 29 April 2012 Majelis Gereja mengadakan rapat di Gereja GKPPD Kuta Kerangan membahas sikap yang perlu diambil untuk menghadapi kemungkinan demo yang akan diadakan sebagaimana direncanakan tgl 30 April 2012. Dalam rapat tersebut ditekankan agar jangan ada tindakan anarkis seandainya mereka yang berdemo kecewa bahwa Pemerintah Kabupaten tidak merespon permintaan mereka dan kemudian berusaha menghancurkan gereja-gereja tersebut. Upaya yang bisa dilakukan adalah membentuk Tim Penjagaan Gereja dengan meminta satu atau dua orang anggota gereja secara bergantian.
  • Senin 30 April 2012 terlihat rombongan masyarakat menuju Kota Singkil (ibu kota Kab. Aceh Singkil) untuk melakukan aksi demonstrasi. Menurut beberapa saksi mata jumlah mereka lebih dari 300 orang, bahkan ada yang mengatakan jumlah mereka sampai 1000 orang. Perkiraan ini mengacu kepada informasi yang beredar bahwa ada pengerahan massa sekitar 100 orang per kecamatan.
Setibanya di  kantor Bupati massa berorasi menuntut ketegasan Pemerintah Aceh Singkil untuk menerapkan perjanjian tahun 1979 yang membolehkan 1 gereja dan 4 undung undung (setikat musolah dalam pemahaman islam) untuk Aceh Singkil. Mereka sangat kecewa dengan lembaga FKUB dan MPU yang tidak bertindak demi Islam tapi membiarkan gereja menjamur di mana-mana.

( perlu diberitahu bahwa gereja sebenarnya telah ada sebelum SKB 2 Menteri terbit dan sekarang diperkirakan orang Kristen ada 1700 kk (10.000 jiwa  dan pertumbuhan inilah yang mengakibatkan bertambahnya gereja, walaupun tidak diakui dan tidak pernah bisa mendapat ijin).

Perjanjian tahun 1979 dibuat pada saat itu untuk mencegah konflik yang terjadi antara Umat Islam dan Kristen, dimana pada saat itu terjadi pembakaran gereja. Ironisnya isi perjanjian tersebut kemudian membatasi pendirian gereja dan pelarangan kunjungan rohaniawan Kristen (pastor / pendeta) ke wilayah aceh Singkil untuk melaksanakan tugasnya.
Perjanjian tahun 1979 tersebut kemudian diperkuat dalam Pernyataan Bersama Umat islam dan Kristen pada tahun 2001. Bedasarkan informasi yang diperoleh dari saksi hidup dalam pembuatan Pernyataan Bersama tersebut, terungkap bahwa Umat Kristen dipaksa untuk menandatangani pernyataan bersama yang telah dikonsep pemerintah sebelum ditandatangani.
  • Setelah berorasi lebih kurang 1 jam, AKBP Bambang Syafrianto SiK, Kapolres pun tampil mengusulkan: bagaimana kalau kita berikan toleransi bagi umat kristen membongkar gerejanya yang tidak berijin 3 x 24 jam, dan kalau tidak kita bentuk tim untuk membongkar? Tawaran itupun langsung disetujui peserta demonstrasi. Pernyataan tersebut kemudian menjadi keputusan yang diambil, dengan maksud bahwa pembongkaran ini adalah penertiban bangunan, namun sebelum pembongkaran tokoh-tokoh Islam bersama muspida dan muspika memberikan penjelasan perihal maksud pembongkaran gereja  terhadap umat Kristen pemiliki gereja-gereja yang menjadi sasaran pembongkaran.
  • Senin 30 April 2012 (tertulis 30 Mei 2012 / kesalahan penulisan tanggal), Bupati Aceh Singkil kemudian mengeluarkan surat Nomor: 451.2/450/2012 kepada Ketua Panitia Pembangunan / Pimpinan Gereja perihal pemberitahuan  bahwa pada tanggal 1 Mei 2012 Jam 09.00 Wib akan diturunkan Tim Penyelesaian Sengketa Pembangunan Rumah Ibadah di Wilayah Kabupaten Aceh Singkil untuk melakukan penertiban / penyegelan rumah ibadah yang tidak memiliki izin pendirian rumah ibadah.
  • Selasa 1 Mei 2012  pukul 11.00, rombongan MUSPIDA dan MUSPIKA beserta ormas FPI Aceh Singkil dan SATPOL PP bergerak menuju kecamatan Simpang Kanan dan langsung memasuki halaman gereja GKPPD Siatas yang telah dipenuhi warga jemaat semenjak pagi. Tim kemudian menanyakan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Tim juga menanyakan sumber keuangan pembangunan apakah ada yang berasal dari luar negeri dan menjawab tidak ada. Rombongan ingin segera menyegel gereja.  Melihat tindakan bahwa akan diadakan penyegelan, sekitar 60 orang ibu-ibu histeris menangis bahkan 1 orang ibu kemudian pingsan.
Sehubungan dengan itu ketua pembangunan Jirus Manik dan Guru Jemaat St. Norim Berutu beserta Kepala Desa Siatas dan Pertabas tampil berbicara dengan mengatakan bahwa alangkah tidak baiknya kalau gereja di Segel, sebab kemanalah warga gereja akan melakukan ibadah. Bahkan guru jemaat menegaskan kalau gereja di segel itu telah menempatkan GKPPD Siatas beserta warganya telah dipeti matikan, dan efeknya akan sangat buruk ke depan, dimana warga akan tidak lagi beribadah dan bisa saja menjadi sesat. Kedua kepala desa juga menegaskan bahwa tidak pernah ada masalah di desa tersebut sebab semuanya warga memiliki ikatan kekeluargaan walaupun ada yang Kristen, ada yang Islam. Harmoni di tengah masyarakat telah terbangun puluhan tahun. Masih ada persoalan-persoalan seperti perjudian dan maksiat yang sepatutnya di tangani, bukan menangani masalah gereja tersebut.

Melihat betapa ketatnya pengawasan warga jemaat, Ketua Tim Monitoring meminta kepada ketua pembangunan bersama dengan guru jemaat dan 3 kepala desa ( Kepala desa Siatas, Pertabas dan Kuta Kerangan agar besok Tanggal 2 Mei 2012 jam 10.00 Wib  menghadap Bupati (ketiga kepala desa ini tersebut dipanggil karena dengan warga GKPPD Siatas berasal dari ketiga desa yang mereka pimpin. Penyegelan gereja kemudian batl dilakukan karena adanya perlawanan dari Jemaat khususnya aksi dari ibu-ibu jemaat GKPPD Siatas.

Di GKPPD Biskang (Kecamatan Danau Paris) Tim Monitoring juga disambut oleh warga jemaat dan melakukan perlawanan. Pdt. Ien bor Sinamo menjelaskan  karena kapasitas ruangan yang tidak memungkinkan lagi karena buruk dan terlalu kecil untuk menampung kegiatan ibadah maka gereja perlu dibangun untuk diperbesar. Pembatasan kegiatan di gereja bertentangan dengan semangan Negara pancasila dan muatan UUD 45.

Mendengar perlawanan dari pelayan dan wargta, tim segera meninggalkan gereja tersebut menuju desa Sikoran dan langsung menyegel gereja Katolik yang ada didesa tersebut dengan mengatakan bahwa gereja tersebut tidak boleh dipakai mengingat gereja tersebut tidak ada dalam permufakatan tahun 2001.
  • Mengetahui bahwa telah diadakan  monitoring terhadap beberapa gereja ( GKPPD Siatas, GKPPD Biskang dan Gereja Katolik Si Koran) pimpinan resort GKPPD Ressort Kuta Kerangan dan GKPPD Ressort Kerras mengundang para guru jemaat dan beberapa tokoh masyarakat untuk menyikapi monitoring yang dilakukan MUSPIDA, MUSPIKA, SATPOL PP dan FPI. Rapat itu diadakan  pada Hari Senin 30 April 2012 pukul 17.00-22.00 wib bertempat di GKPPD Kuta Kerangan. Pertemuan ini dipadati peserta dari  jemaat-jemaat, ditambah dengan pengurus  gereja Katolik, HKI dan Jemaat Kristen Indonesia (JKI). Pada pertemuan ini  dibicarakan dan disepakati beberapa hal:
1.    Setiap jemaat hendaknya menerima tim monitoring dengan baik dan ramah jangan ada yang anarkhis serta mampu mejelaskan sejarah gereja masing-masing.

2.    Di harapkan setiap jemaat segera menyiapkan photo kopi KTP warga dan membundel serta mempersiapkan surat mohon ijin bagi bupati. Ini perlu kalau tim datang jemaat bisa menjawab bahwa pengurusan ijin sedang diupayakan.

3.    Dalam pertemuan tersebut juga disepakati agar memenuhi panggilan Tim Monitoring untuk datang ke Kantor Bupati Aceh Singkil Tanggal 2 Mei 2012. Selain ketiga kepala desa yang dipanggil, pendeta juga diminta untuk menghadiri undangan tersebut.
  • Rabu 2 Mei 2012 setiap kecamatan merayakan Hari Pendidikan Nasional maka keberangkatan ke Singkil terpaksa menunggu ke tiga kepala desa selesai mengikuti acara perayaan tersebut. Ketiga Kepala Desa bersama pendeta akhirnya berangkat Pukul 10.30 dan sampai di Kantor Bupati Aceh Singkil Pukul 11.30.  Pertemuan tersebut diikuti 9 orang dari  gereja (tetapi telah ikut 3 kepala desa) dan dipimpin oleh Bupati dan didampingi Kapolres, KASDIM, ketua MPU, perwakilan DPRK Aceh Singkil dan staf pemkab Aceh Singkil.
Dalam pertemuan itu Bupati Aceh Singkil menyampaikan:

-          Bahwa masyarakat Singkil adalah masyarakat yang sangat toleran, terbukti puluhan tahun masyarakat berbagai agama tinggal di daerah tersebut, walau ada beberapa kali riak terjadi seperti pada tahun 1979 dan tahun 2001, justru riak riak terjadi karena orang Kristen melanggar perjanjian dengan melnggar perjanjian yang dibuat bersama tahun 1979 dan 2001 (perjanjian itu ditanda tangani bersama tokoh Islam dan Kristen yang hanya memberi toleransi 1 gereja yang telah memiliki ijin dan 4 undung-undung setingkat mushola dalam Islam).

-          Keistimewaan aceh yang diakui pemerintah membuah provinsi ini berbeda dengan provinsi lain termasuk dalam pengaturan rumah ibadah, hal ini terbukti walau ada SKB 2 Menteri masih ada Pergub. Jadi tidak mudah untuk secara bebsa membangun rumah ibadah.

-          Tgl 30 April 2012, telah terjadi aksi damai dari umat Islam dan meminta supaya isi perjanjian itu ditegakkan kembali dan meminta pembongkaran gereja-gereja yang tidak memiliki ijin.

-          Sehubungan dengan hal tersebut siapa yang melanggar akan menadapat sanksi dan kalian sebagai umat Kristen harus membongkar gereja-gereja tersebut, kalau tidak sesuai dengan msyawarah bersama kami maka dalam tempo 2 minggu ini itu akan dibongkar semua. Ini harga mati yang tidak bisa ditawar tawar.

-          Hari ini kita bukan ada dialog tapi menyampaikan penjelasan musyararah itu dan tanggal pembongkaran dan gereja mana. demikian. Tapi kalau ada sedikit tanggapan kepada saudra-sudara kami berikan waktu.

Pernyataan Bupati tersebut kemudian ditanggapi oleh perwakilan gereja yang akan dibongkar. Berikut pernyataan tersebut:

a.    Pdt. E. Lingga:
Indonesia turut meratifikasi dokumen hak azasi manusia bersama negar di dunia, dan juga Negara kita menjunjung nilai pancasila dan UUD 45 yang member ruang kepada 5 agama untuk melakukan ibadahnya. Kalau gereja kami dibongkar dan tidak bisa beribadah lagi, dimanakan pelaksanaan kebebasan beragama tersebut. Bahkan di Qanun-Qanun keistimewaan Aceh juga tidak ada pernah kami dengar pembatasan kaku seperti yang terjadi saat ini. Mengenai perjanjian damai Tahun 1979 dan 2001 yang memberi kebebasan 1 gereja dan 4 undung undung, kami mengkuinya tapi apakah tidak ada lagi toleransi bagi Bapak – Bapak dan saudara kami Islam melihat perkembangan keluarga kami sekarang ini yang telah lebih dari 1500 kk di berbagai desa? Apakah permufakatan itu lebih tinggi dari UU? Apakah keadaan yang begitu toleran dan kondusif selama ini akan ternoda di mata masyarakat Indonesia dengan pembongkaran gereja tersebut. Tolonglah pak dengan penuh arif dan bijaksana, jembatani kami untuk berembuk kembali dengan saudara-saudara kami umat islam mungkin masih banyak titik-titik temu yang bisa kita bangun bersama.

b.    Pdt. Erde Berutu
Saya tau sejarahnya pak bahwa perjanjian damai itu berada dibawah tekanan, tidak murni hasil musyawarah.  GKPPD adalah gereja yang berbasis budaya tersebar di Sumatera Utara Aceh bahkan Jawa. Dalam arti telah menyebar ke seluruh Indonesia. Kalau diadakan pemaksaan dan peruntuhan ini bisa berakibat lain, bukan menyelesaikan masalah melainkan menambah masalah. Kalau jemaat bertahan dan aparat datang merubuhkan bukankah mungkin terjadi seperti Ambon? Tolong dipikirkan. Kalau memang ini harga mati, dan tidak ada toleransi lagi, sepatutnya pertemuan ini harus resmi mengundang tokoh-tokoh kami dari semua gereja yang akan di bongkar, bukan hanya beberapa orang. Sebab kami sebenarnya tidak ada mendapat undangan. Kehadiran kami sebenarnya hanya untuk menemani saudara kami yang dari Desa Siatas saja.

c.    Ketiga Kepala Desa kemudian menyatakan bahwa di derah tersebut tidak ada umat islam keberatan mengenai keberadaan gereja. Bahkan kalau ini dipaksakan bisa menimbulkan perpecahan di desa dan permasalahan-permasalahan akan datang. Apa salahnya gereja sebgai tempat beribadah itu dibiarkan, dan lebih baik mengurus permasalahan umat yang sekarang ini masih terjadi seperti perjudian, pencurian maksiat dll.
d.    St. Norim Berutu
Menjelaskan secara teknis bagaimana gereja itu telah berupaya memenuhi persyaratan yang diminta SKB 2 Menteri dan FKUB, termasuk rekomendasi-rekomendasi yang telah didapat dari berbagai instansi di kab Aceh Singkil. Hanya ijin yang belum keluar.

Setelah memberi perwakilan gereja memberikan respon, setelah berbisik-bisik dengan Unsur MUSPIDA Bupati  kemudian menyampaikan: yang saya maksud harga mati adalah SKB 2 Menteri dan PERGUB Aceh. Untuk selanjutnya kami serahkan kepada bapak Kapolres.
-          Kapolres:
Mohon kata seperti ambon jangan diucapkan lagi. Ini akan menjadi catatan bagi kami. Kami akan menyampaikan ini ke provinsi untuk meminta petunjuk pelaksanaan eksekusi. Biarlah mereka yang menentukan.
Klarifikasi:

Pdt. Erde Berutu: Mohon jangan salah tanggap pak, yang saya maksud seperti Ambon bukan memancing amarah, hanya keprihatinan kami kalau itu timbul. Kalau ada salah ucap saya mohon di maafkan.

Kapolres: kalau demikin kami maafkan, mohon para wartawan jangan mencantumkan kata-kata itu lagi.

·         Kamis, 3 Mei 2012 tim Monitoring kemudian melanjutkan penyegelan beberapa gereja. Berikut adalah daftar gereja yang telah disegel Tim Monitoring yang dibentuk oleh Pemerintah pada tanggal 1 Mei 2012 dan 3 Mei 2012:

1.    GPPD Biskam di Nagapaluh (Disegel Pada Tanggal 1 Mei 2012).
2.    Gereja Katolik di Napagaluh (Disegel Pada Tanggal 1 Mei 2012).
3.    Gereja Katolik di Lae Mbalno (Disegel Pada Tanggal 1 Mei 2012).
4.    JKI Sikoran di Sigarap (Disegel Pada Tanggal 1 Mei 2012).
5.    GKPPD Siatas (Disegel Pada Tanggal 1 Mei 2012 dengan perlawanan)
6.    GKPPD Kuta Tinggi (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
7.    GKPPD Tuhtuhen (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
8.    GKPPD Sanggabru (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
9.    JKI Kuta Karangan (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
10. HKI Gunung Meriah (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
11. Gereja Katolik Gunung Meriah (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
12. GKPPD Mandumpang (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
13. GMII Mandumpang (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
14. Gereja Katolik Mandumpang (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
15. GKPPD Siompin (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).
16. Rumah Ibadah Pambe – Agama Lokal / Aliran Kepercayaan (Disegel Pada Tanggal 3 Mei 2012).

Sementara gereja yang diakui oleh pemerintah berdasarkan Perjanjian Tahun 1979 dan Surat Kesepakatan Bersama Tahun 2001 adalah: GKPPD Kuta Kerangan dan 4 Undung-Undung yaitu:

1.    GKPPD Biskang Kecamatan Danau Paris.
2.    GKPPD Gunung Meriah Kecamatan Gunung Meriah.
3.     GKPPD Keras Kecamatan Suro
4.    GKPPD Lae Gecih Kecamatan Simpang Kanan.

·         3 Mei 2012, pagar gereja GKPPD Siatas juga dirobohkan anggota jemaat atas permintaan Kepala Desa yang telah diperintahkan oleh Kapolsek.

·         5 Mei 2012, Pimpinan Pusat GKKPD yang berkantor di Sidikalang Kabupaten Dairi mengirimkan surat kepada Kapolda Provinsi Aceh untuk meminta perlindungan hukum atas penutupan gereja di Kabupaten Aceh Singkil. Surat tersebut ditandatangani oleh Pdt. Elias Solin (Bishop GKPPD) dan Pdt. Jhonson Anakampun (Sekjend)

·         Minggu 6 Mei 2012, Gereja Katolik Napagaluh kemudian melakukan Kebaktian Minggu di Halaman Rumah Salah Seorang Majelis Gereja (Vorhanger) dan GMII Mandumpang melaksanakan Kebaktian Minggu di halaman TK Tunas Harapan Bangsa karena ketakutan terhadap penyegelan Tim Monitoring pemerintah.

·         9 Mei 2012, Forum Komunikasi Umat Kristen Aceh Singkil (FKUKAS) mengirimkan surat kepada Bupati Aceh Singkil menyatakan penolakan penyegelan gereja-gereja di Aceh Singkil dan pencabutan perjanjian tahun 1979 dan tahun 2001. Surat tersebut di tandatangani oleh perwakilan 20 gereja yang ada di Kabupaten Aceh Singkil.

Mencermati kronologis diatas, Umat Kristen dan Penganut Agama Minoritas lainnya di Kabupaten Aceh Singkil membutuhkan partisipasi pemerintah pusat untuk mengembalikan jaminan kebebasan beribadah sesuai agama dan keyakinannya. Hal ini sesuai dengan mandat Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005. Nota Kesepahaman tersebut mengeaskan bahwa Undang-Undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik yang akan diselenggarakan bersama dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ihwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, di mana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
Sehubungan dengan hal tersebut Aliansi Sumut Bersatu dan Umat Kristen korban penyegelan gereja memohon kepada para tokoh agama, negarawan, aktivis, cendekiawan, Lembaga Negara terkait dan pihak-pihak yang concern terhadap Kebhinnekaan di Indonesia untuk berkenan memberikan pandangan kepada pemerintah Republik Indonesia khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Gubernur Aceh, Bupati Singkil dan Aparat Kepolisian untuk memberikan perlindungan dan jaminana kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.
Berikut kami informasikan No. Faks Kantor Bupati Aceh Singkil: 0658 – 21019 dan 0658 – 21217, No.Faks Kapolres Singkil: 0658 – 21393. Demikian catatan kronologis ini kami sampaikan, atas perhatian dan dan komitmen kita semua kami ucapkan terima kasih.
Medan, 14 Mei 2012.
Salam Hormat
Veryanto Sitohang
Direktur Aliansi Sumut Bersatu