[epaper.tempo.co] Komnas HAM Hadapi Kendala Usut Tragedi 1965

From: Sunny; Date: 2012/5/10

Ref: Dari sejak semula berdirinya Komnas HAM hingga sekarang ini selalu ada kendala terhadap pemeriksaan masalah korban tragedi 1965. Tentu saja dihadapi kendala, karena aktor-aktor rezim berkuasa yang melakukan kejahatan pelanggaran HAM adalah pendiri Komnas HAM. Maksudnya pendirian badan ini tidak lain maksudnya dari pada untuk mempercantik muka rezim berkuasa di mata rakyat dalam negeri maupun dunia internasional bahwa kedailan sosial dan hak azasi manusia berjalan sebagaimana mestinya. Kalau maksud pendirian Komnas HAM sesuai maksudnya,maka sepatutnya dimiliki kekuatan hukum paling setara team investigasi Polri, jadi masalah pelanggaran HAM 1965 mungkin sudah lama bisa diselesaikan sesuai prosedur hukum. Tetapi karena Komnas HAM adalah nama tanpa kekuatan hukum maka kerjanya seperti macan ompong kehilangan cakar, jadi hanya mengaung-aung tanpa bisa menggit. Masalah penyelesasian pelanggaran HAM tidak berhasil. Patut dimengerti bahwa kalau seandainya Komnas mempunyai kekuatan hukum, maka pekerjaannya bisa merusak image rezim, kaum berkuasa bisa saja kuatir jika kejahatan mereka dibeberkan mereka bisa
dihadapkan ke mahkamah kriminal internasional (ICC), apabila ada yang mengugat. Jadi ceritanya bisa seperti Charles Taylor (liberia), Mladic (Yugoslavia).
 
Di Latin Amerika berbeda ceritanya, masalah pelanggaran HAM diselesaikan oleh pengadilan dalam negeri, contohnya: Argentina, Jenderal Jorge Rafal Videla,naik panggung kekuasaan melalui kudeta militer. Berkuasa 1976 – 1981. Pada tgl 5 juli 2010 Videla menyatakan di pengailan antara lain menyatakan : "Saya bertanggung jawab sebagai panglima tertinggi selama masalah perang dalam neger. Bawahan saya menjalankan perintah saya". Tgl 22 December 2010 Videla dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dia dihukum karena kematian 31 tahanan politik. Jeneral Augusto Pinochet berkuasa melalui kudeta militer (1973 – 1980), mati karena serangan jantung 3 December 2006, tiga hari setelah dikenakan tahanan rumah, sambil menunggu proses pengadilan. Pemakamannya tidak mendapat penghormatan negara Chile. Diktatur Anastasio Samoza Debayle, memerintah di Nicaragua 1967 – 1972, eksil dan dibunuh di Paraguay. Etc.
 
Tgl. 23 Mei yang akan datang ini di Geneve akan diselenggarakan "hearing"untuk Indonesia tentang pelanggaran HAM. Apakah yayasan-yayasan yang hebat namanya akan juga membawa masalah korban 1965, walahualam!
 
 
http://epaper.tempo.co/PUBLICATIONS/KT/KT/2012/05/09/ArticleHtmls/Komnas-HAM-Hadapi-Kendala-Usut-Tragedi-1965-09052012007010.shtml?Mode=0
 
Komnas HAM Hadapi Kendala Usut Tragedi 1965
JAKARTA
 
 

Para korban menyesalkan ketidakhadiran Ifdhal.

Wakil Ketua Bidang Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurcholis menyatakan lembaganya menghadapi hambatan dalam pengusutan dugaan pelanggaran HAM berat dalam tragedi 19651966.

"Misalnya untuk otopsi (jenazah korban) dan lamanya kejadian," katanya di kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin, setelah sidang pleno.

Ketua tim penyelidikan kasus 1965-1966 ini menjelaskan, penggalian kuburan korban dan otopsi guna mencari bukti memerlukan izin dari Jaksa Agung.
Komnas HAM sudah mengirim surat kepada Jaksa Agung, tapi belum diizinkan. Sebenarnya beberapa lembaga swadaya masyarakat telah melakukan se jumlah penggalian kuburan di Jawa Timur, tapi secara hukum Komnas HAM tak mungkin memasukkan temuan itu menjadi bukti penyelidikan. Menurut Nurcholis, penyelidikan harus mengikuti standar hukum.

Dikatakannya, rentang waktu tragedi 1965-1966 juga menjadi kendala. Kondisi traumatis para saksi menjadi persoalan tersendiri. Ia mengaku beberapa kali menjumpai saksi yang menangis dalam pemeriksaan sehingga harus ditunda. Usia para saksi juga mengurangi akurasi kesaksian."Kadang ada saksi yang datang lagi dan mengatakan semua yang ada dalam BAP (berita acara pemeriksaan) salah,"ujar Nurcholis.

Dalam sidang pleno kemarin, Komnas HAM belum bisa memutuskan apakah terjadi pelanggaran HAM berat dalam tragedi 1965-1966. Menurut Nurcholis, ini terjadi lantaran Ketua Komnas Ifdhal Kasim tak hadir karena harus mengikuti acara lain. Sidang pun dilanjutkan pada 4-6 Juni 2012.Tapi ia menyatakan yakin telah terjadi pelanggaran HAM berat. "Saya pribadi berpendapat itu sebagai pelanggaran HAM berat,"katanya.

Ia menuturkan timnya telah melakukan investigasi di enam lokasi, yakni di Jalan Gandhi (Medan, Sumatera Utara), Moncongloe (Sulawesi Selatan),Pulau Kemarau (Palembang, Sumatera Selatan), Lembaga Pemasyarakatan Gianyar (Denpasar, Bali), Maumere (Nusa Tenggara Timur), dan Pulau Buru (Ambon). Komnas HAM juga mendapatkan keterangan dari 350 saksi yang dimasukkan dalam BAP .

Nurcholis mengatakan, di Jalan Gandhi timnya menemukan daftar nama orang yang dianggap pengikut Partai Komunis Indonesia, lalu terjadi pengejaran dan penangkapan terhadap mereka. Adapun di lokasi lain nya, menurut dia, tim menemukan korban dan saksi penyiksaan. Dalam penyelidikan, ditemukan pula ketidakjelasan status dan hak perdata orangorang yang diduga pengikut PKI. Ia mengusulkan pemerintah meminta maaf secara resmi kepada para korban dan keluarga mereka, memulihkan nama baik, serta membayar ganti rugi.

Sekitar 30 korban tragedi 1965-1966 menunggu di pelataran kantor Komnas HAM ketika sidang berlangsung. Mereka didampingi oleh Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan,Yati Andriyani.Yati menyesalkan ketidakhadiran Ifdhal dalam rapat. Padahal rapat tentang tragedi 19651966 kemarin merupakan pembahasan keempat. Yati meminta para korban mengirim pesan pendek ke telepon seluler Ifdhal agar masalah ini dituntaskan saat itu. ● MARIA YUNIAR | JOBPIE S