Wahai para rekan khaddim Ahmadi Indonesia di mana pun Anda berada...!


Gambar saya ambil dari Wikipedia.


Assalaamu’alaikum wa roĥmatu 'l-Loohi wa barokaatuh[u].


Hari ini, dalam rangka menyambut pelaksanaan musyawarah kerja nasional atau Majelis Syuro Nasional MKAI 2011 mendatang, mari kita nyatakan bahwa tanda keluhuran seorang khaddim Indonesia adalah ketakwaannya yang menggerakkan kesadaran diri, keluarga, dan masyarakat—beserta perubahannya.

Tanda utama keunggulan khaddim Indonesia bukanlah semata meraih sematan ‘Pria Idaman’. Tanda paling gemilang khaddim Indonesia adalah ketika ketakwaan hati nurani serta kedekatan kita dengan Allah Taala terwujud dan menjadi paling terkemuka untuk kepentingan agama, nusa, dan bangsanya. Hal-hal inilah yang dimiliki khaddim di mana dan kapan saja yang dinilai cemerlang bagi pengkhidmatan dan dipandang berguna oleh masyarakatnya. Untuk meraih semua itu, khaddim mesti tekun bergulat dalam kreativitas dan berani mengambil prakarsa terkait fungsinya bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakatnya.

Khaddim idaman lagi unggul bukan lantaran aktif dalam kegiatan Jemaat dan dawamnya membayar iuran belaka. Hal itu merupakan kewajiban setiap khaddim. Khaddim idaman lagi unggul adalah ia yang menangkap masalah masyarakat dan jemaahnya dan lalu mengartikulasikan kemudian memanifestasikannya melalui kehebatan pengkhidmatannya. Khaddim idaman lagi unggul bukan makhluk mitos dan tebar pesona alih-alih tebar kinerja. Khaddim idaman lagi unggul adalah realitas yang bisa disaksikan dan diukur melalui daya pengkhidmatannya yang menggerakkan kesadaran diri pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Bila pengkhidmatan tak bisa melakukannya, pengkhidmatan itu harus rela menjadi pengkhidmatan biasa-biasa saja.

Apakah peran khaddim Indonesia bagi masyarakatnya? Setiap khaddim Indonesia harus menjawabnya. Jika tak mampu menjawabnya, apakah peran kepengkhidmatan masih layak dipandang berharga tanggung jawabnya? Jawaban atas pertanyaan itu merupakan sikap khaddim yang menjawabnya dan terjelma dalam pengkhidmatannya. Ketakmampuan menjawab pertanyaan itu adalah tanda krisis sikap kepengkhidmatan yang menimbulkan krisis kualitas pengkhidmatan.

Takwa bukan semata hadiah yang diulurkan oleh Allah Taala melalui para dewa (baca: malaikat) kepada tangan para khaddim. Tangan khaddimlah yang menuliskannya sendiri untuk menyuratkan kehebatan pengkhidmatan dan menyuarakan luhurnya hati nurani, lalu menjadi sesuatu sebagai buah perubahan diri nan suci.

Jakarta, Oktober 2011

Wa 's-salaamu’alai-Kum wa roĥmatu 'l-Loohi wa barokaatuh[u].
Muĥabbi-Kum wa 'd-daa’ii Lakum:

Rahmat Ali

--
Maklumat ini adalah adaptasi dan saya bikin karena terinspirasi dari artikel seorang kawan penyair dari NU, Binhad Nurrohmat, melalui blognya {http://binhadnurrohmat.com/pernyataan-penyair-2011-186.php; posting: 28 April 2011; akses: Senin, 9 Mei 2011, pukul 15:31:54 WIB}; sebuah artikel yang pernah ia bacakan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin pada acara Hari Sastra Nasional, 28 April 2011.