[PRESS RILIS] Ketika Korban Dipidana; Respon atas Vonis Korban Penyerangan Massa di Cikeusik, Banten





Siaran Pers

Ketika Korban Dipidana

Respon atas Vonis Korban Penyerangan Massa di Cikeusik, Banten

Senin, 15 Agustus 2011, Pengadilan Negeri Serang telah memutus hukuman 6 bulan penjara terhadap Deden Sudjana, karena terbukti melawan petugas dan melakukan penganiayaan, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 212 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Ini merupakan ironi dan nyata-nyata mencederai rasa keadilan, karena Hakim dalam pertimbangan Putusannya mengakui Deden Sudjana merupakan korban, namun tetap saja Pidana dijatuhkan terhadapnya.

Vonis 6 bulan bagi Deden sama dengan vonis para penyerang. Para penyerang yang mengakibatkan 3 nyawa Ahmadiyah melayang justru hanya divonis 3 - 6 bulan penjara. Padahal dari segi dampak, apa yang dilakukan oleh para penyerang justru menimbulkan kerusakan meluas, tidak hanya nyawa, harta benda, namun juga telah mencederai hukum dan konstitusi kita.

Kami juga mengkritisi atas perlakuan aparatur penegak hukum, yaitu jaksa dan hakim dalam persidangan para penyerang dengan persidangan Deden selaku korban.

Dalam persidangan para penyerang, Jaksa terlihat jelas kurang menggali dan membuktikan dakwaannya, hal ini dapat dilihat ketika jaksa tidak dapat menghadiri para korban dari Ahmadiyah, justru ketika Deden dihadirkan sebagai saksi justru Hakim malah terkesan menyalahkan kehadiran Deden di Cikeusik. Namun berbeda ketika mengadili Deden, dimana Jaksa dapat menghadirkan korban dari Ahmadiyah, dan tampak Jaksa benar - benar melakukan upaya keras untuk membuktikan dakwaannya.

Satu hal yang patut kami pertanyakan adalah, bagaimana mungkin Jaksa dapat menyusun dakwaan, apabila Jaksa belum pernah melihat rekaman video percakapan antara Deden dengan polisi. Hal ini terungkap ketika hakim menayakan kepada Jaksa, apakah sudah melihat rekaman video, namun dijawab oleh Jaksa belum pernah. Dan hal yang menyedihkan adalah, ketika menuntut para penyerang, dalam pertimbangan hal yang meringankan para penyerang adalah karena Terdakwa adalah tokoh agama, ulama besar, kyai kharismatik yang keberadaannya sangat diperlukan oleh masyarakat dan adanya (permintaan) keringanan hukuman dari para pemimpin dan pondok pesantren dan tokoh masyarakat serta alim ulama se provinsi banten. Sangat terlihat jelas bahwa Jaksa sudah tidak independen dalam melakukan tugasnya.

Terlepas dari itu semua, kami berpendapat bahwa proses mengkriminalkan korban ini pada akhirnya semakin meneguhkan hilangnya pilar penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia yang seharusnya diemban institusi Pengadilan. Hal ini juga membuktikan bahwa kriminalisasi terhadap korban akan semakin mudah dilakukan dan akhirnya membuktikan bahwasanya Pengadilan justru menjadi bagian dari masalah, dimana korban yang seharusnya dipenuhi hak-haknya justru dipasung dan dikriminalkan dengan argumentasi dan dasar pembuktian yang lemah. Terlebih, hal ini juga menjadi legitimasi bagi para kelompok radikal untuk tetap melancarkan aksi anarkis terhadap kelompok minoritas sebagai akibat dari penghukuman yang tidak memerikan efek jera.

Atas dasar uraian di atas, Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Warga Negara, menyatakan:

1. Memprotes keras persidangan Cikeusik yang tidak mencerminkan keadilan;

2. Menyayangkan penyelenggaran peradilan yang tidak imparsial, independen, dan professional sejak awal menangani kasus ini;

3. Meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk tidak ikut terprovokasi oleh kelompok-kelompok radikal-anarkitis yang mengatasnamakan agama dan mayoritas.

Selain itu kami juga mendesak:

1. Komisi Kejaksaan untuk segera melaksanakan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi terkait dengan jaksa berkinerja buruk khususnya pada jaksa kasus ini;

2. Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera menindak tegas Jaksa yang tidak dapat berpihak pada keadilan;

3. Komisi Yudisial untuk mengusut Hakim yang tidak independen dan professional dalam memimpin sidang serta segera mengambil langkah tindak lanjut;

4. Komnas HAM untuk segera mengeluarkan laporan investigasi kasus penyerangan ini;

5. Mahkamah Agung untuk mengkaji dan memberikan teguran terhadap peradilan yang memihak demi tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;

6. Pemerintah Republik Indonesia, tanpa penundaan lagi membuka diri terhadap upaya PBB dalam meningkatkan kualitas perlindungan HAM warga negara di Negara-negara anggota dengan mengundang secara resmi special rapporteurkebebasan beragama untuk datang dan meninjau situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia serta meminta laporan pertanggungjawaban atas upaya pemerintah dalam memajukan perlindungan HAM terhadap warga Negara-nya.

Jakarta, 28 Juli 2011

Hormat Kami,

Tim Advokasi Jaringan Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Warga Negara

Kontak personal:

Nurkholis Hidayat : 085883699373

Kiagus Ahmad : 08561085283

Andi Muttaqien : 08121996984

Sidik : 087774756566

Rizka Argadianti : 085217566952