21Cineplex: Press Release 10 Agustus 2011 - Slow Motion - Cinema 21

21Cineplex: Press Release 10 Agustus 2011 - Slow Motion - Cinema 21

21 Cineplex

PRESS RELEASE
10 Agustus 2011

• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melakukan Post Clearance Audit terhadap 3 importir film (PT Camila, PT Satrya dan PT Amero) pada bulan Juli-Desember 2010. Kesimpulan dalam hasil audit tersebut menyatakan bahwa nilai Hak Edar Film atau Royalti termasuk sebagai nilai yang harus ditambahkan ke dalam nilai pabean film impor sehingga dengan demikian atas nilai tersebut dikenakan Bea Masuk, PPN impor, dan PPh Pasal 22 impor.

• Perlakuan pengenaan Bea Masuk dan pungutan impor lain atas nilai Hak Edar Film ini merupakan hal yang tidak lazim di dalam praktek kepabeanan internasional. Sebagian besar negara seperti AS, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Malaysia dan lain-lain tidak mengenakan Bea Masuk atas Hak Edar Film atau Royalti, antara lain didasarkan pada ketentuan WTO dalam Article VII GATT 1994. Kami sependapat bahwa nilai Hak Edar Film atau Royalti tersebut tidak memenuhi syarat untuk ditambahkan ke dalam Nilai Pabean. Oleh karenanya kami tidak menyetujui hasil audit dari DJBC.

• Selama ini praktek pelaporan nilai pabean atas importasi film seperti yang kami lakukan, juga dilakukan oleh semua importir film lain di Indonesia sejak 40 tahun yang lalu. Kami menjadi importir pertama yang dikoreksi oleh DJBC, sedangkan terhadap para importir film lainnya DJBC belum melakukan audit.

• Terlepas dari benar-salah atau tepat-tidaknya hasil audit tersebut, kami memahami bahwa audit tersebut merupakan kewenangan DJBC berdasarkan UU Kepabeanan yang berlaku. Dan sebagaimana diatur dalam UU tersebut, kami pun diberikan hak untuk menempuh upaya Banding dalam menyelesaikan sengketa Bea Masuk ini.

• Dari kronologis di atas, kiranya jelas bagi kita semua, bahwa persoalan yang terjadi di sini BUKAN tentang Penggelapan Pajak atau Pengemplangan Pajak, tetapi semata-mata masalah SENGKETA Perpajakan yang lazim terjadi dalam dunia usaha. Dan sengketa ini berpotensi mengenai semua importir film lainnya bila dilakukan pemeriksaan dengan parameter audit yang sama oleh Dirjen Bea dan Cukai.

• Setelah hasil audit disampaikan oleh DJBC, pihak Studio Film Amerika merasa keberatan atas pengenaan PPN terhadap Hak Edar atau Royalti Film tersebut. Keberatan ini pun disampaikan berdasarkan alasan yang legal dan rasional berdasarkan hukum dan prinsip-prinsip perpajakan yang berlaku umum secara internasional.

• Dasar keberatan Studio Film Amerika atas pengenaan PPN ini adalah karena telah dikenakannya Pajak Hiburan (bervariasi antara 10-35 persen) atas penjualan tiket bioskop di Indonesia dan adanya ketentuan dalam UU PPN yang mengecualikan Jasa Hiburan dan Kesenian dari pengenaan PPN.

• Pada dasarnya PPN atas Hak Edar dan Pajak Hiburan sama-sama merupakan pajak konsumsi yang dibebankan kepada konsumen. Pengenaan lagi PPN atas Hak Edar Film akan menjadi praktek Pajak Berganda yang pada akhirnya membebani masyarakat konsumen.

• Jadi sekali lagi kami tegaskan, tidak ada Penggelapan atau Pengemplangan Pajak, yang terjadi adalah ada keberatan terhadap PPN atas Royalti Film karena akan menjadi praktek Pajak Berganda.

• Kami berterimakasih kepada pihak Menteri Keuangan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ketua Badan Kebijakan Fiskal, Dirjen Bea Cukai dan Dirjen Pajak beserta jajarannya yang telah memberikan jalan keluar atas masalah Bea Masuk dan PPN ini dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No 90 Tahun 2011 dan No 102 Tahun 2011.

• Tentang keterlibatan Bapak Ibas atau keluarga Presiden lainnya dalam penyelesaian kemelut film impor ini, dapat kami sampaikan bahwa berita tersebut 100 persen TIDAK BENAR. Kami sendiri, dan juga masyarakat luas, pertama kali membaca dan mendengar berita ini dari Editor Notes di situs sebuah tabloid infotainment yang menyatakan menerima kabar ini dari sumber yang sangat terpercaya. Kami tidak pernah dikonfirmasi oleh media tersebut mengenai masalah ini.

• Tentang isu monopoli yang ditujukan kepada grup usaha kami, dapat kami sampaikan bahwa kami senantiasa berusaha keras untuk selalu mematuhi setiap larangan dan ketentuan yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1999. KPPU sebagai satu-satunya lembaga penegak hukum persaingan usaha yang diamanatkan oleh UU No. 5 tahun 1999, kami persilakan untuk memonitor, menyelidiki dan memeriksa kegiatan usaha kami.

• Kami akan selalu mematuhi setiap keputusan lembaga peradilan yang berwenang menilai dan menangani masalah persaingan usaha ini.

• Kami juga prihatin atas perkembangan isu film impor akhir-akhir ini yang telah menjurus kepada upaya mengadu domba Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, mendiskreditkan keluarga Presiden RI, dan menghakimi pelaku usaha lain.[]