MERENUNGKAN Kembali Makna Kritik…

Pagi ini, saya merenungkan kembali makna ‘kritik’. Tumben memang. Hal ini berangkat dari beberapa hari yang lalu, hari Jumat tanggal 11 Februari 2010 pukul 15.08 WIB, ayah saya (Abdurrahim Abdullah Daeng Pattunru) meneruskirimkan SMS kepada saya yang berisi balasan SMS kepada sahabatnya yang ia kritik. Ayah saya menulis begini:

“…Hanya kawan Tuan-lah yang berani bicara. Pimpinan yang terjerumus, pada umumnya karena tidak punya sahabat yang berani mengingatkannya tatkala ia keliru.

“Itulah resiko kalau kritik sudah dipahami sebagai dosa yang setingkat syirik.

“Hadhrat Nabi Kong Hu Cu a.s. dengan pilu menasihatkan kepada calon-calon pangreh praja di masa Dinasti Ming, ‘Kalau mau merusak seorang anak manusia, beri dia kekuasaan.’

“Semoga, Tuan terhindar dari malapetaka kekuasaan sehingga Tuan akan dikenang….”
Ayah saya memang begitu. Dia akan tanpa ba-bi-bu, langsung menegur, bila menemukan ada (para) sahabatnya yang keliru. Supaya terjadi islah saja-sih niat beliau itu. Tanpa pretensi maupun prasangka apa pun.

Karena itu, sudah pernahkah kita dikritik oleh orang yang mengaku sahabat kita? Kalau sudah, selamat dan beberkatlah Anda. Karena Anda sudah menemukan sahabat itu.

Well, para Boss, semoga hari ini menghadirkan kedamaian, cinta kasih, dan berkat yang berlimpah-limpah kepada kita. آمين يا ربّ العالمين (Aamiin yaa robba 'l-’aalamiin)…!

--
KRITIK adalah masalah penganalisaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan.
(Curtis, Dan B.; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L. Komunikasi Bisnis dan Profesional. Remaja Rosdakarya, Bandung. 1996. Hal 284; http://tinyurl.com/4jllola; akses: 6:08 AM 2/14/2011)

Secara etimologis, kritik berasal dari bahasa Yunani κριτικός, kritikós - “yang membedakan”, kata ini sendiri diturunkan dari bahasa Yunani Kuna κριτής, krités, artinya “orang yang memberikan pendapat beralasan” atau “analisis”, “pertimbangan nilai”, “interpretasi”, atau “pengamatan”. Istilah ini, biasa dipergunakan untuk menggambarkan seorang pengikut posisi yang berselisih dengan atau menentang objek kritikan.
(http://tinyurl.com/4jllola; 6:08 AM 2/14/2011)

The word critic comes from Greek κριτικός (kritikós), "able to discern", which is a Greek derivation from the word κριτής (krités), meaning a person who offers reasoned judgment or analysis, value judgment, interpretation, or observation.
(Greek-English Lexicon, at Perseus, “Kritikos” & “Krites”, Henry George Liddell, Robert Scott; http://tinyurl.com/s2b6t; 6:21 AM 2/14/2011).

Kata kritik tidak selamanya digunakan secara kontinyu di bidang sastra atau seni, bahkan pernah juga dilupakan, setidaknya saat ini. Kritik tidak selalu muncul. Jika hadir ditengah perbincangan masih condong pada upaya “pencelaan”.

Pada dasarnya “kritik” merupakan sebuah cara atau metode yang bersifat progresif; mempertanyakan, mengevaluasi, dan mencari berbagai pemikiraan baru untuk mendapatkan berbagai kemungkian yang lebih baik. Dalam bidang ilmu pengetahuan, kritik telah dikembangkan oleh Kant salah seorang filsuf peletak dasar ilmu pengetahuan. Kant merupakan salah satu pelopor yang mendobarak terhadap digmatisme di abad XVIII. Tawaran yang diajukan adalah memaksimalkan kemampuan rasio untuk memecahkan berbagai problematika kehidupan, ini berarti ada sebuah trobosan kritis untuk memahami kenyataan lebih rasional.

Pada era Renaissance, yaitu suatu jaman yang disebut sebagai kebangkitan seni di Eropa. Semangat era ini mengangkat kembali istilah kritik dengan pengertian semula. Hanya saja istilah itu menjadi beragam, bahkan ada istilah yang dianggap pengertiannya tidak berbeda, yaitu istilah Gramaticus dan philosopihocis. Di samping itu, seorang pujangga bernama Erasmus menggunakan istilah yang berbeda, yaitu ars critica (seni kritik). Ars critica dikemukakan untuk tujuan mengkritisi al-Kitab (di antaranya adalah naskah-naskah kuno). Kritikus merupakan orang yang mempunyai kewenangan (kopentensi) untuk mengkritisi cacat dan kekeliruan dari terbitan naskah-naskah kuno yang berbahasa Yunani atau bahasa Latin untuk memperbaikinya.

Buku tentang penulisan kritik yang dianggap paling modern di tulis oleh Julius Caesar Scaliger (1484-1558), buku yang berjumlah 6 volume itu berjudul “Poetica”. Setelah terbitnya buku tersebut kemudian penggunaan istilah “kritik” semakin meluas, terlebih dalam abad XVII. Pada abad itu, tradisi kritik sastra di Inggris menggunakan istilah “Critic” digunakan untuk menunjukan orang yang melakukan kritik (kritikus) atau kritik itu sendiri. Penggunaan istilah kritik yang bersifat umum tersebut, kemudian dipilahkan oleh Samuel Johnson, yaitu dengan menempatkan isilah Critick untuk menunjukan kritikus, dan istilah critic untuk menunjukan kritik sastra. (istilah bahasa Inggris criticism). “Kritiksme” diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang bahasa-bahasa yang dulu disebut Gramatika. Penyair bernama John Dryden dalam bukunya The State of Innocence (sikap jiwa yang bersih) adalah pengarang pertama yang menggunakan istilah Criticism yang digunakan hingga sekarang.

Pada abad XVIII istilah Criticism tidak hanya digunakan secara meluas, tetapi istilah tersebut menjadi pengertian yang semakin kokoh, bahkan tumbuh pesat dilingkungan tradisi kesusastraan, bahkan tidak terpisahkan dengan pendidikan dan pengajaran sastra.
(http://studiotari.blogspot.com/2011/02/kritik-tari-proses-kreatif.html; 6:42 AM 2/14/2011)

Pengertian kritik secara umum dapat dipahami sebagai, pertama adalah analisis (التحليل). Unsur-unsur analisis: rasionalitas, realistis, dapat dipertanggung jawabkan. Kedua, adalah interpretasi (التفسر). Unsur-unsur interpretasi yaitu: faktual, dan inovasi. Yang ketiga, penilaian (التقويم).

Jadi kritik merupakan suatu usaha dalam menganalis sesuatu sehingga dapat terungkap apa yang ada di dalam sesuatu tersebut, baik sisi positif ataupun negatifnya.
(http://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/pengertian-kritik; 6:50 AM 2/14/2011)

Subscribe