Harapan Wacana SBY-AT Menuju Pilpres


sby-at

caprescawapres2009

Saat memasuki tahapan Pilpres 2009, kita merasa tingginya optimisme Partai Demokrat mengusung capres Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan cawapres Akbar Tanjung (AT) dalam menggalang opini idealitas pasangan tersebut. Perhitungan cermat dengan menggandeng Partai Golkar sudah jauh-jauh hari diperhatikan, mayoritas DPD I dan DPD II, diyakini mendukung penuh pengusungan AT. Sedangkan, Muhammad Jusuf Kalla (JK) semakin merana dan terpojok di internal partainya, kemudian ditambah onjang-ganjing koalisi besar atau jumbo, diragukan berbagai pihak, hanya sekadar citra selebritas dan penyohoran saja. Kita lihat, JK seakan tak rela namanya disalip begitu saja oleh AT. Prediksi kuat mengemuka, dengan memperhitungkan kematangan para jawara politik dari Partai Golkar dan kesantunan Partai Demokrat, SBY-AT bisa menang hanya satu putaran saja.

Jika berkoalisi dengan Partai Golkar yang merupakan pemenang kedua Pileg dengan perolehan suara mencapa 14,6 persen, mereka akan dapat menguasai 35 persen kursi DPR. Modal dasar yang cukup tangguh. Jika diperkuat dengan PKS 8 persen dan PKB 5 persen, koalisi SBY akan mencapai 48 persen kursi DPR. Cukup kuat. Tetapi kondisi itu masih tarik-menarik, terutama dalam hubungan dengan Partai Golkar. Dalam hal ini, Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla terjerumus ke dalam berbagai langkah yang keliru dan terus keliru, membawanya ke suatu perkembangan politik yang tidak menguntungkan dengan pernyataannya sebagai kandidat Presiden Partai Golkar, menandai berakhirnya koalisi kelompoknya dengan SBY. Suatu langkah yang ditentang mayoritas DPD I dan DPD II. Grassroots Golkar menghendaki tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mengajukan mantan Ketua Umum Akbar Tanjung dan Wakil Ketua Umum Agung Laksono menjadi kandidat Wakil Presiden mendampingi SBY. 25 DPD I dan 600 pengurus DPD II Partai Golkar kini berada di Jakarta, meminta diadakan Rapimnassus II untuk menetapkan kembali koalisi Partai Golkar dengan Partai Demokrat, dan mengajukan sejumlah nama untuk Cawapres-nya SBY yang mengerucut pada Akbar Tanjung (dan Agung Laksono) itu. Jika tidak tercapai kesepakatan, DPD-DPD itu dapat melakukan Munaslub dan membentuk kepemimpinan Partai yang baru. Ini sungguh situasi yang berbahaya bagi kepemimpinan Jusuf Kalla.

Ketua Umum Golkar M. Jusuf Kalla yang tengah terkepung itu, alih-alih menerima tuntutan DPD-DPD untuk kembali berkoalisi dengan SBY, malah melangkah lebih jauh dengan melantunkan ambisi koalisi besar dengan semua parpol yang mengambil posisi berseberangan dengan SBY, seperti PDIP, Gerindra, Hanura, Pimpinan PAN, dan Pimpinan PPP. Jika berhasil digabung, memang merupakan koalisi besar yang diharapkan punya peluang mengalahkan SBY dalam pilpres mendatang. Tetapi, (ini seru!), Golkar, PPP, dan PAN menghadapi tantangan dan perpecahan internal dari arah yang bertentangan yang menghendaki koalisi dengan Partai Demokrat. Koalisi besar agaknya koalisi yang musykil, apalagi Jusuf Kalla dan Megawati sama-sama capres. Kecuali, salah satu mengalah menjadi cawapres atau dua-duanya mundur dan memajukan pasangan baru yang didukung semua parpol koalisi. Prabowo Subiyanto berpeluang menjadi figur alternatif untuk capres yang dapat didukung semua parpol koalisi. Tetapi siapa cawapresnya, itu bisa rumit. Apakah pasangan Prabowo-Puan Maharani (putri Megawati) bisa didukung Partai Golkar, PAN, Hanura, dan PPP? Kemungkinannya hanya akan didukung PDIP-Gerindra. Mungkin.

Rencana pasangan ideal SBY-AT terus-menerus dijegal Jusuf Kalla dengan berbagai rekadaya, terakhir melalui rapimnassus 24 April. Tetapi, kartu AT belum mati. Sikap 25 DPD I yang berbalik malah meminta agar Partai Golkar kembali berkoalisi dengan Partai Demokrat dan supaya diajukan beberapa nama cawapres kepada SBY tanpa nama Jusuf Kalla yang sudah mengibarkan diri sebagai Capres. Sikap 25 DPD I itu mendapat dukungan seluruh DPD II, maka kepemimpinan Jusuf Kalla sebenarnya sudah berakhir. Munaslub bisa saja diadakan untuk mengganti pucuk pimpinan Partai Golkar. Walaupun Akbar Tanjung tidak menganjurkan hal itu, tetapi tokoh-tokoh seperti Muladi, Aburizal Bakrie, dan Agung Laksono bisa saja bergerak ke arah Munaslub.

Kita harap, Pilpres berlangsung dua putaran, dengan posisi final: pasangan SBY—AT lawan MEGA—BOWO. JK—WIR akan mengalihkan seluruh suaranya kepada MEGA—BOWO. Bisa saja pada akhir putaran, MEGA—BOWO akan menang. Maka, terjadilah “politik balas dendam” ala Indonesia. Tapi, kalau SBY berteguh hati untuk berpasangan dengan AT, diperkirakan pasangan SBY-AT akan menang satu kali putaran dengan perolehan suara sekitar 60—70 persen. Sejauh ini, Tim Sembilan menanti situasi yang kondusif, terutama berkaitan dengan pergolakan internal Golkar yang diharapkan akan menemukan solusi yang mengkerucut kepada 2 atau 3 nama Cawapres dalam rangka koalisi SBY, termasuk AT di dalamnya. Amin.[] ●AM|RADM