Sirnanya Kenaifan Nabi Yunus a.s.

From Niniwe
Letak geografis Niniwe, Mosul, Irak: 36°22'17.73" LU; 43°8'51.79" BT.


Seorang berusia paruh baya terlihat berdiri di ujung pintu gerbang masuk kota Niniwe. Ia bernama Yunus putra Mata. Ia mengangakan mulutnya, terheran-heran tak percaya. Ia lihat kota Niniwe tampak masih seperti dahulu ketika ia tinggalkan. Niniwe seperti kota pada umumnya, menampakkan geliat dan denyut kehidupan.

Yunus telah kembali ke Niniwe, tapi Yunus masih belum mau beranjak dari gerbang kota. Pikirannya kini menerawang jauh. Sebelum sampai di Niniwe ini, Yunus ingat, bahwa ia masih berada di pantai. Ia terdampar dengan sekujur tubuhnya yang menampakkan bekas lecet dan luka-luka ringan. Ia baru saja keluar dengan selamat dari telanan seekor paus besar yang juga terdampar di pantai. Selama tiga hari ia berada di perut paus dalam keadaan sadar. Doanya agar bisa kembali ke darat terkabul. Tapi, keluar dari perut paus bukannya tidak dengan sehat walafiat. Seluruh tubuhnya penuh cairan yang beraneka rupa bentuk dan aroma.

Sebab-musabab Yunus bisa berada di perut paus adalah karena ia dibuang dari perahu atas perintah nahkodanya. Yunus dianggap membawa sial bagi perahu yang ditumpanginya karena mengingat dari waktu ke waktu, saat itu, cuaca buruk di laut tak kunjung reda. Undian yang dibuat nahkoda kapal “siapa yang harus dibuang ke laut” jatuh pada nama Yunus.

Yunus adalah seorang Nabi yang mulia yang diutus oleh Allah kepada kaumnya. Ia mendakwahkan penduduk Niniwe berdasarkan misi kerasulannya dari Allah Yang Esa.

Suatu hari, Yunus mengingatkan penduduk Niniwe akan kedahsyatan akan suatu Tanda Tuhan berupa bala musibah akibat degradasi moral yang melanda Niniwe dan penduduknya. Yunus mansihati mereka dengan teladan dan amal nyata berupa kebaikan dan ajakan untuk senantiasa menyembah kepada Allah supaya azab dan musibah itu tidak datang.

Tapi, olala, tiada seorang pun yang mengindahkan seruan Yunus yang bijak ini. Datanglah suatu hari kepada Nabi Yunus di mana ia merasakan kemasygulan yang luar biasa karena kedegilan kaumnya. Hati Yunus dipenuhi dengan rasa jengkel karena ketidakberimanan mereka. Kemudian, Yunus keluar dan pergi dari kota masih dalam keadaan kesal dan menetapkan untuk meninggalkan Niniwe.

Tidak ada seorang pun yang mengetahui gejolak perasaan dalam diri Nabi Yunus selain Allah.

Sampai akhirnya Yunus tiba di tepi laut. Ia menaiki perahu yang dapat menyebrangkannya ke tempat yang lain. Padahal Allah belum mengeluarkan keputusan-Nya agar Yunus meninggalkan kaumnya atau bersikap putus asa. Beda sekali dengan Nabi Luth dari kota Soddom-Gomorah.

Yunus mengira bahwa Allah tidak mungkin menurunkan hukuman kepadanya. Saat itu Nabi Yunus seakan-akan lupa bahwa seorang nabi diperintah hanya untuk berdakwah di jalan Allah. Namun keberhasilan atau tidak keberhasilan dakwah tidak menjadi tanggungjawabnya. Jadi, tugasnya hanya berdakwah dan menyerahkan sepenuhnya masalah keberhasilan atau ketidakberhasilannya terhadap Allah semata.

Terdapat perahu yang berlabuh di pelabuhan kecil. Saat itu matahari tampak akan tenggelam. Ombak memukul tepi pantai dan memecahkan batu-batuan. Nabi Yunus melihat ikan kecil sedang berusaha untuk melawan ombak namun ia tidak mengetahui apa yang dilakukan. Tiba-tiba datanglah ombak besar yang memukul ikan itu dan menyebabkan ikan itu berbenturan dengan batu.

Melihat kejadian ini, Nabi Yunus merasakan kesedihan. Yunus berkata dalam hati, “Seandainya ikan itu bersama ikan yang besar barangkali ia akan selamat.”

Lalu, Nabi Yunus mengingat-ingat kembali keadaannya dan bagaimana ia telah meninggalkan kaumnya. Akhirnya, kemarahan dan kesedihan Yunus bertambah.


Nabi Yunus pun menaiki perahu dalam keadaan guncang jiwanya. Yunus lugu bahwa ia lari dari ketentuan Allah menuju ketentuan yang lain. Di samping itu, Yunus tidak membawa makanan serta kantong yang berisi perbekalan, dan tidak ada seorang pun yang menemaninya. Yunus benar-benar sendirian. Ia melangkahkan kakinya di atas permukaan perahu.

Si nahkoda perahu bertanya kepadanya, “Apa yang Anda inginkan?”

Mendengar pertanyaan itu, Nabi Yunus pun bangkit, “Saya ingin untuk bepergian dengan perahu Anda. Apakah kita berlayar dalam waktu yang lama?”

Nabi Yunus menampakkan suara yang penuh kemarahan, rasa takut, dan kegelisahan.
Nahkoda itu berkata sambil mengangkat kepalanya, “Kita akan berlayar meskipun air tampak sedang pasang.”

Nabi Yunus berkata dengan mencoba sabar dan menyembunyikan kegelisahannya, “Tidakkah Anda mendahului agar jangan sampai pasang itu terjadi, wahai Tuan?”

Si nahkoda berkata, “Laut kita biasanya terkena pasang, maka ia akan segera mereda ketika melihat seorang musafir yang mulia.”

Yunus bertanya, “Saya akan pergi bersama Anda dan berapa ongkos perjalanan?”

Si nahkoda menjawab, “Kami tidak menerima ongkos selain emas.”


Yunus berkata, “Tidak jadi masalah.”

Nahkoda itu memperhatikan Nabi Yunus. Sebagai seorang yang berpengalaman, di mana ia sering mondar-mandir dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain, sanh nahkoda sering mengunjungi tempat-tempat lain sehingga menjadikan dirinya seorang yang mampu menangkap perasaan manusia. Firasat nahkoda mengatakan bahwa Nabi Yunus lari dari sesuatu. Nahkoda itu membayangkan bahwa Nabi Yunus melakukan suatu kesalahan, tetapi ia tidak berani untuk mengungkapkan kesalahan kepada pelakunya kecuali jika pelakunya seorang yang bangkrut.

Lalu, nahkoda meminta Nabi Yunus membayar ongkos sebanyak tiga kali lipat dari yang biasa dibayar musafir. Nabi Yunus saat itu merasakan kesempitan dalam dadanya dan diliputi dengan kemarahan yang keras dan keinginan kuat untuk meninggalkan negerinya sehingga ia pun memberikan apa yang diminta oleh si nahkoda.

Nahkoda itu memperhatikan kepingan-kepingan emas yang ada di genggaman tangannya kini. Ia menggigit sebagiannya dengan giginya untuk mengetest barangkali ia akan menemukan potongan emas yang palsu, namun ia tidak menemukannya. Nabi Yunus hanya berdiri menyaksikan semua itu sementara dadanya tampak terombang-ambing: terkadang naik dan terkadang turun laksana ayunan.

Sampai akhirnya, singkat cerita, Nabi Yunus sudah tertidur di atas kasur kamarnya di mana kedua bola matanya berputar-putar di atas atap kamar tetapi pandangan-pandangannya yang gelisah itu tidak menemukan tempat perlindungan. Tempat tinggalnya di kamar itu dan atapnya dan sisi-sisinya tampak semuanya akan runtuh. Nabi Yunus pun mulai mengeluh dan berkata, “Demikian juga hatiku yang tergantung dalam jiwaku.”

Demikianlah, terjadi suatu pergulatan penderitaan yang hebat dalam diri Nabi Yunus saat ia terbaring di atas ranjangnya. Penderitaan yang keras cukup memberatkannya sehingga ia pun bangkit kembali dari tempat tidurnya tanpa sebab yang dapat dipahami. Dan tibalah waktu pasang. Perahu melemparkan tali-talinya. Kemudian perahu itu berjalan sepanjang siang dan ia memecah airnya dengan tenang, dan angin pun bertiup padanya dengan sangat lembut dan baik. Lalu kegelapan menyelimuti perahu itu dan tiba-tiba lautan pun berubah. Bertiuplah angin yang cukup kencang yang sangat mengerikan yang nyaris menghancurkan perahu dan bergolaklah ombak yang cukup dahsyat laksana orang yang kehilangan akalnya. Ombak itu meninggi bagaikan gunung dan menurun bagaikan lembah.

Mulailah gelombang ombak menyapu permukaan perahu sehingga para awak perahu itu pun mulai terkena air. Dan di belakang perahu itu terdapat ikan paus yang besar yang mulai mengintai. Ia mulai mengikuti perahu itu.

Sementara itu, angin yang keras tetap bertiup. Kepala perahu mengisyaratkan dengan tangannya agar beban perahu dikurangi. Dan angin semakin bertiup kencang. Sementara itu, Nabi Yunus merasakan ketakutan. Dalam tidurnya ia melihat segala sesuatu berguncang di kamarnya. Ia berusaha berdiri tegak, tetapi tidak mampu.

Di geladak, kepala perahu berteriak dan menggumam, “Sungguh angin kencang bertiup tidak seperti biasanya. Bersama kita seseorang lelaki yang salah sehingga karenanya angin ini bertiup dengan kencang. Kita akan melakukan undian pada semua awak. Barangsiapa yang namanya keluar kami akan membuangnya ke lautan.”

Nabi Yunus mengetahui bahwa ini adalah tradisi dari tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh awak perahu jika mereka menghadapi angin yang keras. Tetapi saat itu ia terpaksa harus mengikutinya.

Episode penderitaan Nabi Yunus akan dimulai. Ia adalah seorang Nabi yang mulia tetapi harus tunduk pada hukum ala kaum paganis yang menganggap bahwa lautan adalah tuhan dan ilahiyah. Dengan kepercayaan itu, mereka meyakini bahwa bertiupnya angin yang kencang akibat murka tuhan. Karena itu, harus diadakan upaya untuk menenangkan dan memuaskan tuhan-tuhan yang mereka yakini itu. Nabi Yunus pun terpaksa mengikuti undian itu. Nama ia dimasukkan bersama dengan nama penumpang lainya, dan dilakukanlah undian. Yang keluar justru namanya!

Lalu diadakan undian yang kedua, dan kali ini pun yang keluar nama Nabi Yunus! Akhirnya, diadakan undian yang ketiga. Lagi-lagi, yang keluar nama Nabi Yunus!

Kemudian ditetapkan bahwa Nabi Yunus harus dibuang ke lautan. Saat itu para awak penumpang memperhatikan Nabi Yunus. Nabi Yunus mengetahui bahwa ia berbuat kesalahan ketika meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Nabi Yunus mengira bahwa Allah tidak akan menurunkan hukuman padanya. Namun ia dianggap salah karena meninggalkan kaumnya tanpa izin-Nya. Allah memberikan pelajaran kepadanya.

Nabi Yunus berdiri di samping perahu dan melihat lautan yang dipenuhi dengan ombak yang mengerikan. Dunia saat itu gelap dan di sana tidak ada cahaya bulan. Bintang-bintang bersembunyi di balik kegelapan. Warna air tampak gelap dan hawa dingin menembus tulang. Alhasil, air menutupi segala sesuatu.

Kemudian nahkoda perahu berteriak, “Lompatlah wahai musafir yang misterius.” Tiupan angin semakin kencang. Nabi Yunus berusaha menjaga keseimbangannya, dan ia menampakkan keberaniannya saat ingin terjun ke lautan. Nabi Yunus pun terjun dan berada di permukaan lautan laksana sekoci yang mengambang. Sedangkan, paus besar berada di depannya.

Paus itu mulai tersenyum karena Allah telah mengirim padanya makanan malam. Kemudian ikan itu melahap Nabi Yunus di tengah-tengah ombak. Kemudian ikan itu kembali ke dasar lautan. Ikan itu kembali dalam keadaaan puas setelah memenuhi perutnya.

Nabi Yunus sangat terkejut ketika mendapati dirinya dalam perut ikan. Ikan itu membawanya ke dasar lautan dan lautan membawanya ke kegelapan malam. Tiga kegelapan: kegelapan di dalam perut ikan, kegelapan di dasar lautan, dan kegelapan malam. Nabi Yunus merasakan bahwa dirinya telah mati. Ia mencoba menggerakan panca inderanya dan anggota tubuhnya masih bergerak. Kalau begitu, ia masih hidup. Ia terpenjara dalam tiga kegelapan.

Yunus mulai menangis haru dan bertasbih kepada Allah. Ia mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat ia terpenjara di dalam tiga kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Ia mengatakan, “Tiada Tuhan selain Engkau, ya Allah. Wahai Yang Mahasuci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.”

Ketika terpenjara pada perut ikan, ia tetap bertasbih kepada Allah. Sementara itu, Nabi Yunus masih bertasbih kepada Allah tidak henti-hentinya dan tidak henti-hentinya menangis haru penuh pengharapan maaf dan tobat. Yunus tidak makan, tidak minum, dan tidak bergerak. Ia berpuasa dan berbuka dengan tasbih.

Syahdan, ikan-ikan lain dan tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di dasar lautan mendengar tasbih Nabi Yunus. Tasbih itu berasal dari perut ikan paus ini. Kemudian semua makhluk-makhluk itu berkumpul di sekitar ikan paus itu dan mereka pun ikut bertasbih kepada Allah Setiap dari mereka bertasbih dengan caranya dan bahasanya sendiri.

Ikan paus yang memakan Nabi Yunus itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh ikan-ikan dan hewan- hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya bertasbih kepada Allah dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama mereka bertasbih kepada Allah. Sag paus mulai menyadari bahwa ia sedang menelan seorang Nabi.

Paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya mengapa aku takut? Bukankah Allah yang memerintahkan aku untuk memakannya. Nabi Yunus tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak mengetahui batasannya. Selama itu juga ia selalu memenuhi hatinya dengan bertasbih kepada Allah dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis: “Tiada Tuhan selain Engkau, ya Allah Yang Mahasuci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.”

Allah melihat ketulusan tobat Nabi Yunus. Allah mendengar tasbihnya di dalam perut ikan. Kemudian Allah menurunkan perintah kepada ikan itu agar mengeluarkan Yunus ke permukaan laut dan membuangnya dan sang paus pun menaati perintah-Nya. Tubuh Nabi Yunus merasakan kepanasan di perut ikan. Ia tampak sakit. Yunus terdampar di pantai.

Matahari bersinar dan menyentuh badannya yang kepanasan itu. Ia berteriak karena tidak kuatnya menahan rasa sakit namun ia mampu menahan diri dan kembali bertasbih. Di sampingnya ada pohon yang daun-daunnya lebar yang dapat melindungi dari sinar matahari. Allah menyembuhkan dan mengampuninya.

Para nabi adalah orang-orang yang suci dari dosa. Tetapi kemaksuman ini tidak berarti bahwa mereka tidak melakukan sesuatu yang menurut Allah itu pantas mendapatkan teguran. Kebaikan orang-orang yang baik dianggap keburukan bagi orang-orang yang dekat dengan Allah. Ini memang benar.

Yunus telah meninggalkan tempat tugasnya yang banyak dipenuhi oleh orang-orang yang menentang. Seandainya ini dilakukan oleh orang biasa atau oleh orang yang saleh selain Nabi Yunus maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan karenanya ia diberi pahala. Sebab, ia berusaha menyelamatkan agamanya dari kaum yang durhaka. Tetapi Nabi Yunus adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah kepada mereka. Seharusnya ia menyampaikan dakwah di jalan Allah dan ia tidak peduli dengan hasil dakwahnya. Tugas ia hanya sekadar menyampaikan agama. Keluarnya ia dari Niniwe itu—dalam kacamata para nabi—adalah hal yang mengharuskan datangnya pelajaran dari Allah dan teguran-Nya pada Yunus.

Allah memberikan suatu pelajaran kepada Yunus dalam hal dakwah di jalan-Nya. Allah mengutusnya hanya untuk berdakwah. Inilah batasan dakwahnya dan ia tidak perlu peduli dengan kaumnya yang tidak mengikutinya. Karena itu, ia tidak harus menjadi sedih dan masygul.

Nabi Luth tetap tinggal di kaumnya meskipun selama bertahun-tahun berdakwah ia tidak mendapati seorang pun beriman. Meskipun demikan, Nabi Luth tidak meninggalkan mereka. Ia tidak lari dari keluarganya dan dari kotanya. Ia tetap berdakwah di jalan Allah sehingga datang perintah Allah melalui para malaikat-Nya yang mengizinkan ia untuk pergi. Saat itulah ia pergi. Seandainya ia pergi sebelumnya niscaya ia akan mendapatkan cobaan seperti yang diterima oleh Nabi Yunus. Jadi, Nabi Yunus keluar tanpa izin.

Lalu, perhatikan, apa yang terjadi pada kaumnya? Penduduk Niniwe telah beriman setelah kepergian Nabi Yunus. Allah berfirman, “Demikianlah, para penduduk kota Niniwe telah beriman. Seandainya ia tetap tinggal bersama mereka niscaya ia akan mengetahuinya. Hatinya menjadi tenang serta kemarahannya akan menjadi hilang.”

Tampaknya Yunus tergesa-gesa dan tentu sikap tergesa-gesa ini berangkat dari keinginannya agar manusia beriman. Usaha Nabi Yunus untuk meninggalkan mereka adalah sebagai ungkapan jengkel kepada mereka atas ketidakimanan mereka. Kemudian, Allah menegur dan mengajarinya bahwa tugas seorang nabi hanya menyampaikan agama. Seorang nabi tidak dibebani urusan keimanan manusia; seorang nabi tidak bertanggung jawab atas pengingkaran manusia; dan seorang nabi tidak dapat memberikan hidayah kepada mereka—cukup Tuhan saja![] (Diceritakan kembali oleh Rahmat Ali; Tugas MK Bahasa Indonesia dari Bapak Dosen Frans Asisi Datang, M.Hum. pada perkuliahan STF Driyarkara tanggal 6 Maret 2009 pukul 09.15—10.45 WIB.) ;-)