Yahudi-Palestina, Agresitas dari Masa ke Masa

...TIDAK SEMUA Yahudi itu agresor dan hipokrit, ada Susan Sontag dan Jacques Derrida yang juga berdarah yahudi yang murka terhadap rasio modernisme yang diagungkan para sekularis Yahudi yang menindas dunia, merobek budaya, merusak lingkungan dan menimbulkan penderitaan. Ada Yahudi negro Barack Husein Obama yang realistis, menentang tirani minyak, menolak total Perang Irak, menolak perluasan industri dan kekerasan militer di dunia, menginginkan perbaikan hubungan dengan dunia Islam; yang menghormati agama tetapi tetap menegaskan sekulerisme untuk kehidupan yang lebih adil. Kita sambut kehangatan dekonstruksi Nietszche, Derrida dan Obama. Kita juga menjunjung tinggi sikap Sontag yang anti penjajahan dan penindasan yang terus diperagakan Israel. Tetapi, kita pun menyesali serangan-serangan roket Hamas yang menjadi pemicu awal Perang Gaza dewasa ini sebagaimana dilansir Presiden Nicolas Sarkozy.

--


(250) "TATKALA tampak oleh Jalut dan tentaranya, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdoa: Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap terhadap orang-orang kafir."

(251) "Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam) peperangan itu, Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut), dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebaqian manusia terhadap sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam."

(252) "Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar), dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus."

(QS [Al-Baqarah] 2:250-252)

AYAT-AYAT Alquran Surah Al-Baqarah ayat ke-250 sampai 252 (QS 2 : 250-252) ini, meski merupakan rangkaian kemudian dari ayat-ayat sebelumnya, namun narasi kejadiannya, sesungguhnya terletak di depan, yaitu pada pertarungan antara Daud a.s. melawan Jalud atau David melawan Goliath menurut versi Taurat. Atau inilah pertempuran awal yang mengangkat posisi Daud a.s. sebagai remaja pejuang dan sekaligus sebagai pertanda kenabiannya. Daud a.s. menurut versi narasi mufassir abad ke-8 adalah raja sekaligus nabi. Tetapi dalam Taurat, Daud a.s. bukanlah seorang nabi melainkan hanya seorang raja saja, sebagai nabi di era beliau adalah Nathan a.s..

Dalam kisah ini, diungkapkan bahwa Jalud atau Goliath adalah raja dan panglima bangsa, lagi-lagi mufassir (ahli tafsir Alquran) abad ke-8 Masehi (abad ke-2 Hijriyah) menyebutnya bangsa Amaliqah atau Amalik. Padahal, di Palestina, abad 11-10 SM tidak ada bangsa Amalik, melainkan bangsa Filistea atau Palestina. Bangsa Amalik dikenal sejarah sebagai bangsa pendatang yang memerintah Mesir sekitar abad ke-16 Sebelum Masehi (SM) yang bekerjasama dengan Bani Israil di bawah pimpinan Yusuf a.s. yang kemudian menjadi raja muda Mesir.

Dalam fakta arkeologis maupun historigrafis, tidak pernah ditemukan adanya pertempuran atau permusuhan antara Bani Israel dengan bangsa Amalik. Yang ada, mereka bekerjasama sebagai koalisi politik yang memerintah Mesir selama 5 abad. Kolisi Amalik-Israel ini ditumbangkan oleh kekuatan nasionalis Mesir yang dipimpin oleh Ahmez yang kemudian menjadi pediri dinasti pribumi sebagai Firaun Ahmez.

Firaun Ramses yang menggantikan Ahmez memulai bentrok dan mengadakan pembalasan terhadap Bani Israil. Kedudukan terhormat Bani Israil yang dinikmati semasa Firaun Fotifar dari dinasti penjajah Amalik, diturunkan secara drastis oleh Ramses sebagai bangsa budak, dan mereka mengalami pembalasan dan pembalikan sosial dari ketika saat mereka menjajah Mesir bersama bangsa Amalik yang berakhir dengan pengusiran Bani Israil dari bumi Mesir oleh Ramses III.

Pelarian Bani Israel dari Mesir ke Palestina atau yang mereka sebut Kanaan kemudian menjadi inti mitologi agama Yahudi yang untuk kemudian mengubah traumatik pengusiran menjadi eksodus suci menuju tanah harapan yang dijanjikan yang disebut dengan raison de’tre Yerusalem atau Baitul Maqdis, yakni negeri suci dan sejahtera. Inilah kekuatan mental atau power of spirit Bani Israel yang mampu mengubah kekalahan menjadi kemenangan baru.

Mereka membangun mitologi transenden yang mengubah citra bangsa Mesir sebagai penyembah berhala yang jahat. Sedang Bani Israel adalah kaum beriman yang ditakdirkan oleh Tuhan sebagai bangsa yang terpilih (Sha’bullah al Mukhtrar). Para Sarjana Barat meragukan kebenaran cerita ini. Tetapi, Bani Israel tidak memperdulikannya, yang penting dongeng ini mampu mengubah citra sejarah Bani Israel dari unsur penjajah Mesir yang kalah dan jatuh sebagai bangsa budak yang terusir, menjadi kaum beriman dan bangsa yang terpilih untuk mencapai kemenangan sebagai kebenaran yang hakiki. Dan sengaja, meninggalkan Mesir untuk nilai kebenaran tauhid itu.

Kisah ini, lalu ditanamkan secara psiko-mitologis kepada generasi penerus mereka dan menjadi bagian dari agama Yahudi. Padahal, sebagian besar dari mereka tetap menginginkan tinggal di Mesir karena kemakmurannya. Dan, paham paganisme Mesir sebenarnya sudah dianut secara luas di lingkungan Bani Israel dan tetap berpengaruh sepanjang sejarah Bani Israel.

Artinya, sebenarnya, mainstream Bani Israel tidak pernah punya ideologi tauhid, tindakan mereka selalu didasarkan pada motif-motif sosial ekonomi yang pragmatis yang faktanya justru memberikan keunggulan-keunggulan tersendiri hingga masa modern ini. Dan mungkin, kelak, pada posmodern ke depan.

Untuk versi kemenangan paripurna di akhir zaman, mereka memiliki dongeng tentang “Perang Armagedon” di mana mereka bersama Tuhan mereka Yahweh (di bawah bimbingan Elijah atau Ilyas a.s.) mengalahkan semua dunia non-yahudi untuk mencapai surga Yahudi.

Sedangkan, untuk klaim hak-hak istimewa mereka di zaman modern ini, terutama hak untuk merampas seluruh negeri Palestina dari tangan rakyat Palestina, mereka memiliki kisah mitologi yang paling ampuh, yaitu Holocaust Perang Dunia Kedua, suatu dongeng pemusnahan bangsa Yahudi oleh fasisme Nazi Jerman pimpinan Kanselir Führer Hitler pada Perang Dunia Kedua (1935-1945).

Padahal, data-data intelijen mengungkap bahwa Kanselir Hitler tidak pernah memerintahkan Holocaust. Bahkan, banyak para sarjana Barat sendiri mulai meragukan kebenaran dongeng Holocaust yang konon memusnahkan 6 juta orang Yahudi.

Bagaimana mungkin itu terjadi, total bangsa Yahudi waktu itu hanya sekitar 3 juta orang. Bahkan, Douglas Reed yang dikategorikan penyokong Holocaust (Far dan Wide, London, 1951) mengungkap bahwa jika Holocaust itu benar-benar ada, maka jumlah korbannya tidak melebihi 400 ribu jiwa.

Bahkan, jika selisih ini merupakan hasil pertumbuhan populasi yang wajar antara kurun waktu tujuh hingga delapan tahun (1935-1943) di musim perang yang ternyata sama dengan data setelah 1947 yang sungguh mencengangkan, maka patut dicurigai bahwa Holocaust ini tidak benar-benar terjadi, atau hanya mitos seperti mitos eksodus suci orang-orang Yahudi dari Mesir ke Kanaan abad ke-12 dan mitos Perang Armagedon di Akhir Zaman yang rasialis itu.



Kiri: Ilustrasi Daud a.s. melawan Jalud atau David melawan Goliath; Kanan: Ilustrasi Musa a.s. membelah Laut Merah, memimpin Bani Israel menyeberang meloloskan diri dari kejaran Fir’aun Ramses III. Mitos agama Yahudi.


Kembali ke kisah purba Bani Israel dan bangsa Filistea. Perlu dijelaskan di sini bahwa setiap raja atau panglima bangsa Filistea disebut Jalut atau Goliath, dan semuanya berbadan paling besar dari antara bangsanya yang rupanya menjadi persyaratan. Tetapi, yang dihadapi Daud adalah Jalut atau Goliath yag terbesar sepanjang sejarah purba Filistea. Inilah yang memberikan keistimewaan Daud dalam kesejarahan awal Bani Israel. Bahkan, Daud a.s. dikategorikan sebagai jenis kepemimpinan ideal Bani Israel.

Dalam narasi ayat QS 2:250-252 di atas, dikisahkan pasukan bangsa Filistea yang kuat dengan peralatan tempur yang modern di bawah raja-panglima mereka Jalud atau Goliath yang berukuran raksasa dan mahasakti, yang membuat seluruh pasukan Bani Israel yang dipimpin raja Thalut atau Saul gentar.

Ketika tantangan perang tanding sebagai tradisi pembuka dalam medan perang di waktu itu dilontarkan oleh Jalud, tak seorang pun dari lingkungan pasukan Israel termasuk raja Saul berani maju ke depan. Tiba-tiba, tampillah Daud a.s. atau David seorang gembala domba yang masih muda belia, menanggapi tantangan Jalud.

Pemandangan menjadi kontras, Daud a.s. yang berbadan remaja tanpa artibut dan pelindung kostum perang tengah menghadapi panglima jalud yang bertubuh raksasa dibungkus baju perang yang rapat dan kokoh dengan pedang yang besar dan panjang. Sementara Daud a.s. hanya bersenjatakan katapel.

Secara kasat mata tidak mungkin Daud a.s. akan memenangkan perang tanding ini. Tetapi seperti layaknya dongeng Yahudi yang penuh mukjizat, Daud a.s. mampu melihat celah di antara kedua mata dan dahi Jalud yang terbuka dari balik topi perangnya. Daud a.s. lalu membidik dengan tepat dengan peluru batunya yang tepat mengenai sasaran, sehingga Jalud atau Goliath roboh dengan dahi pecah. Daud a.s. lalu memenggal kepala Goliath sebagai bukti kemenangannya. Akhir kisah Daud a.s. dielu-elukan sebagai pahwalan Bani Israel dan diambil menantu oleh raja Saul, dinikahkan dengan putri Michal. Maka sempurnalah kisah ini.



Kiri: Ilustrasi Perang Imaginer Armagedon, tuhan Yahudi menghancurkan semua yang non-yahudi. Kanan: Ilustrasi Mitos Holocaust, dongeng terbunuhnya 6 juta orang Yahudi oleh Nazi Jerman pada PD Kedua (1935-1943). Bagian dari mitologi agama Yahudi.


Tetapi dalam perkembangannya, Daud a.s. yang terlalu populer di kalangan penduduk, lalu dicurigai oleh raja Saul sebagai bakal memberontak, bahkan diam-diam Saul bermaksud melenyapkan menantunya itu. Daud a.s. melarikan diri dari lingkungan istana Saul di Gibeon di sebelah Utara Yerusalem yang masih dikuasai bangsa Yebus. Beliau kemudian menjadi tentara liar yang disebut hapiru. Dalam petualangannya beliau kemudian bergabung dalam lingkungan bangsa Filistea, musuh bebuyutan Bani Israel yang menerimanya dengan tulus sebagai sahabat.

Daud a.s. bukan hanya diberi perlindungan dari kejaran Saul, tetapi juga diberi wilayah perbukitan selatan yang masih jarang penduduknya, untuk tempat tinggal keluarganya dan membangun pertanian yang subur yang kemudian dikenal sebagai negeri Hebron, vassal dari kerajaan bangsa Filistea.

Ketika Saul meninggal, puteranya yang masih hidup Esybaal yang memerintah wilayah Utara ditunjuk sebagai pengganti. Tetapi 7,5 tahun kemudian Esybaal mati oleh pembunuh yang lari ke istana Daud a.s. di Hebron. Dengan penuh perhitungan, Daud a.s. mengeksekusi para pembunuh Esybaal. Setelah itu tidak terbendung, Daud a.s. segera menyatakan dirinya sebagai raja Israel. Para wakil suku Utara datang ke kuil Yahweh di Hebron untuk ikut membaptis Daud a.s. sebagai Raja Israel atas seluruh wilayah Utara dan Selatan.

Inilah era Kanaan Bersatu. Dengan dukungan penuh, Daud bergerak dari Hebron ke Yerusalem, dan berhasil menaklukkan Yerusalem dengan damai pada th. 1000 SM, dan menjadikannya sebagai ibukota Kana’an Bersatu.

Dengan posisi ini, Daud a.s. melepaskan diri sebagai vassal Filistea. Setelah menaklukkan Yerusalem, Daud menaklukan lembah Edom yang subur yang merupakan pusat pertanian bangsa Filistea dan suku-suku Arab yang dinyatakan sebagai para penyembah berhala kawasan itu.

Daud kemudian menaklukan Jordania. Inilah era keperkasaan militer raja Daud yang mengawali rejim Yerusalem Bani Israel yang kelak diwariskan kepada putra beliau Sulaiman a.s. atau Solomon (970 SM) yang konon dianggap sebagai puncak kebesaran sejarah purba Bani Israel.

Sulaiman a.s. adalah nama Yebus yang bermakna 'segala kebajikan bertaut dengan tuhan Shalem (tuhan kuno bangsa Yebus)'. Nama Israel beliau adalah Jedidiah yang bermakna 'kekasih Yahweh'. Perlu diketahui, ibunda Sulaiman a.s. adalah Batsyeba istri Uriah orang Het, perwira Yebus alam ketentaraan Yerusalem. Uriah telah ditugaskan ke medan perang berbahaya hingga syahid. Sehingga Daud a.s. memperistri Batsyeba, janda Uriah. Jadi, Sulaiman a.s. adalah blesteran Israel-Yebus, artinya setengah-Yahudi setengah-Arab.

Para sejarawan Barat berpendapat, lebih banyak mitos daripada fakta dalam pengungkapan kisah Daud dan Sulaiman a.s. ('alaihimu`s-salaam).

Daud bukanlah raja pertama dan pendiri Yerusalem. Sebelum itu, telah bertahta di Yerusalem raja bangsa Yebus Melkishidek yang telah berperadaban tinggi. Melkishidek bahkan telah bertemu Ibrahim a.s.. Tetapi, para sarjana Barat kembali menganggap keberadaan Melkishidek dan Ibrahim a.s.--konon pada abad ke-21 SM--tidak jelas dan lebih merupakan mitos daripada fakta sejarah.

Pada masa pasangnya kekuasaan militer Daud a.s., raja Yebus yang terakhir adalah Araunah yang berhasil ditaklukkan dengan damai oleh beliau dan dibiarkan tetap tinggal di istananya di kota Yerusalem. Daud a.s. kemudian membangun istananya sendiri yang disebut Ir Daud (kota Daud).

Bangsa Yebus menurut antropolog Ahmad Shalaby, termasuk dalam rumpun bangsa Arab. Artinya, secara arkeologis-antropologis bangsa Arab memang penguasa awal Yerusalem.

Atas dasar ini pula, filsuf posmodernisme abad 20-21 Susan Sontag, menolak anugerah Jerusalem Prize, karena masih adanya pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina.

Tidak semua Yahudi itu agresor dan hipokrit, ada Susan Sontag dan Jacques Derrida yang juga berdarah yahudi yang murka terhadap rasio modernisme yang diagungkan para sekularis Yahudi yang menindas dunia, merobek budaya, merusak lingkungan dan menimbulkan penderitaan.

Ada Yahudi negro Barack Husein Obama yang realistis, menentang tirani minyak, menolak total Perang Irak, menolak perluasan industri dan kekerasan militer di dunia, menginginkan perbaikan hubungan dengan dunia Islam; yang menghormati agama tetapi tetap menegaskan sekulerisme untuk kehidupan yang lebih adil.

Kita sambut kehangatan dekonstruksi Nietszche, Derrida dan Obama. Kita pun menjunjung tinggi sikap Sontag yang anti penjajahan dan penindasan yang terus diperagakan Israel. Tetapi, kita pun menyesali serangan-serangan roket Hamas yang menjadi pemicu awal Perang Gaza dewasa ini sebagaimana dilansir Presiden Nicolas Sarkozy.[] (AM/AShAM)

Link terkait